Mohon tunggu...
Amien Laely
Amien Laely Mohon Tunggu... Administrasi - menyukai informasi terkini, kesehatan, karya sendiri, religiusitas, Indonesia, sejarah, tanaman, dll

menulis itu merangkai abjad dan tanda baca, mencipta karya seni, menuangkan gagasan, mendokumentasikan, mengarahkan dan merubah, bahkan amanah serta pertanggungjawaban

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengusir Sampah dengan Taman

12 Juni 2014   18:33 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:03 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kuat dipersepsi bahwa sikap masyarakat Indonesia terhadap sampah masih sangat mengecewakan. Buktinya ada di mana-mana, di jalan-jalan, stasiun, kantor pemerintah atau swasta, tempat ibadah, dan lain-lain. Semakin tempat itu tidak dijaga dan diurus oleh petugas khusus, semakin semrawut sampah di situ.

Salah satunya adalah di Jalan Tanah Baru, Depok. Lokasi tepatnya kurang lebih berada satu kilometer sebelah selatan perbatasan Depok-DKI di jalan terusan Jalan Kafi II. Di salah satu bagian jalan, tidak jauh dari perumahan Depok Mulya III, beberapa saat yang lalu, kira-kira 2 bulan sebelum tulisan ini dibuat, banyak sampah berserakan. Sampah -sampah itu dikemas rapi di dalam kantong-kantong kresek yang kemudian diletakkan begitu saja di tempat ‘terlarang’ itu.

Cukup banyak jumlahnya, cukup menyengat aromanya, pun cukup mengganggu pemandangannya. Tapi apa boleh buat, sampah sudah ditabur dan orangnya sudah kabur. Yang jelas tak seorang pun mengangkut sampah-sampah itu. Konon truk sampah pun tidak mengambilnya. Klop sudah, sampah,… oh sampah.

Hingga suatu hari, kira-kira sebulan yang lalu, “Tempat Sampah Kaget” di jalan Tanahbaru tadi telah berubah menjadi jajaran pot tanaman. Tidak sangat indah, tetapi cukup menarik untuk dipandang serta tak ada lagi bau tak sedap.

[caption id="attachment_342016" align="aligncenter" width="500" caption="Taman Eks Tempat Sampah Ilegal (Foto Koleksi Pribadi)"][/caption]

Kemana perginya sampah-sampah yang biasanya dibuang di situ?

Tidak,… sampah-sampah tadi tidak bergeser beberapa meter dari lokasi kotornya semula. Sampah-sampah itu benar-benar lenyap dari pandangan “Taman” Eks Tempat Sampah. Tempat itu kini benar-benar terbebas dari sampah. Tempat itu benar-benar menjadi mendadak taman, tanpa petugas penjaga.

Banyak orang tertarik dengan perubahan zoning itu. Dari ‘zona sampah’ menjadi ‘zona hijau’. Yang lebih mengagumkan, setelah berjalan berhari-hari, sampah-sampah itu benar-benar kapok dan tak kembali lagi. Kok bisa? Benar, banyak yang bertanya-tanya kok bisa demikian? Karena ini aneh, dan tak sejalan dengan tesa bahwa budaya sampah orang Indonesia itu sangat buruk.

Keanehan tadi, hadirnya taman di bekas tempat sampah, lama-kelamaan menjadi rasa senang, salut, dan bahagia, sampai pada kesimpulan: “Ternyata sampah bisa diusir dengan taman”, wow,… keren,..

[caption id="attachment_342017" align="aligncenter" width="500" caption="Taman Eks Tempat Sampah Ilegal (Foto Koleksi Pribadi)"]

1402547399360839217
1402547399360839217
[/caption]

Kesimpulan sederhana tersebut menghadirkan harapan bahwa ternyata tak terlalu sulit, atau setidaknya: bisa, untuk merubah budaya buruk sampah menjadi sikap terpuji terhadap sampah. Mudah-mudahan peristiwa ini menjungkir-balikkan tuduhan tak sedap terhadap orang Indonesia yang diklaim sangat ringan tangan merusak lingkungan dengan sampah.

1402548148924697422
1402548148924697422

Ada baiknya ditelisik lebih dalam peristiwa unik di atas, kok semudah itu meng-elok-kan budaya membuang sampah. Kok segampang itu merubah perilaku jelek membuang sampah sembarangan, dengan upaya minim, dalam waktu singkat.

Dari berbagai informasi yang diperoleh, ternyata perubahan hebat tadi tak lepas dari sentuhan perempuan. Sentuhan yang lembut dan simpel, praktis. Tak terlalu penting siapa perempuan itu, yang jelas konon, dia punya akses kuat ke Dinas Kebersihan dan Pertamanan.

Singkat cerita, si beliaunya hanya mengusulkan agar masalah sampah di tempat itu diselesaikan dengan cara membangun taman di sana. Konon karena yang mengusulkan bukan orang sembarangan, pihak Dinas benar-benar melaksanakannya. Dan hasilnya, boleh dikata “ajaib”, semua orang bertekuk lutut di hadapan taman sederhana itu. Semua orang menaruh hormat dengan tidak lagi membuang sampah di situ. Karena memang di situ bukan tempat pembuangan sampah.

Lalu kemana orang-orang membuang sampahnya setelah itu?

Tidak ada yang tahu, dan sedikit banyak mengundang pertanyaan, jika tidak di sini pasti di tempat lain. Tidak ada yang berubah sesungguhnya, hanya lokasi membuangnya saja yang berubah, begitu sebagian orang menanggapinya. Tapi sejauh pengamatan banyak orang, di sepanjang jalan Tanahbaru tidak muncul ‘base-camp’ baru pembuangan sampah. Si sampah bau benar-benar seperti hilang ditelan masa.

Ah, daripada rumit memikirkan rekonstruksi munculnya taman di bekas tempat sampah, lebih baik berpikiran positif saja, bahwa ternyata budaya buruk membuang sampah sembarangan lebih dipengaruhi oleh budaya “anut grubyuk” masyarakat. Budaya ini kurang lebih menggambarkan kebiasaan masyarakat untuk mengikuti orang lain. Semakin banyak orang melakukan sesuatu, maka perbuatan itu akan ditiru oleh lebih banyak lagi orang.

Seperti kasus “Tempat Sampah Kaget” itu, ketika ada satu orang meletakkan kantong kresek sampah di sebuah area di pinggir Jalan Tanahbaru, maka orang berikutnya yang sedang berkebutuhan membuang sampah pun melakukan hal yang sama. Orang berikut-berikutnya yang juga sedang mencari tempat membuang sampah pun meniru pendahulunya. Jadilah sampah menumpuk di situ. Skenario tersebut berulang di hari-hari berikutnya, sehingga hampir semua orang mempersepsi, bahwa di situlah tempat ‘resmi’ membuang sampah yang akan diangkut oleh trus sampah.

Tiba-tiba suatu hari tempat itu sudah berubah menjadi taman yang mulai menghijau. Ada jajaran pot tidak terlalu bagus. Daun-daun kecilnya mulai menghijau. Cabang-cabang kurusnya mengundang belas kasihan, dan, seperti menyihir, atau setidaknya menyunggingkan senyum peringatan: “sebaiknya membuang sampah pada tempatnya, bukan di sini…”.

Masih dengan teori “anut grubyuk”, setelah itu orang tidak lagi membuang sampah di sana. Yang terjadi adalah semua orang ikut menjaga taman kecil itu. Bisa jadi karena hampir-hampir di sepanjang jalan Tanahbaru tak ada taman, maka kehadiran taman umum pot berjajar sepanjang kira-kira 30 m itu menjadi tetes embun di tengah kegersangan. “Ternyata indah juga tempat kita kalau ada taman seperti ini..”, begitu barangkali pikiran bagus yang membuat banyak orang anut grubyuk secara positif, tak lagi membuang sampah di situ.

Benar sekali sebuah kredo yang sering kita dengar: “Jika bukan kita, siapa lagi, jika tidak sekarang, kapan lagi?” Jika bukan kita yang memulai menyehatkan dan memperindah lingkungan kita, tak mungkin orang lain melakukannya. Jika tidak sekarang sampah itu kita lawan dengan taman, maka bisa-bisa sampai kapanpun sampah-sampah itu akan selalu merepotkan kita.

Jadi,… tunggu apalagi,… “Segera Tamankan Tempat Sampah Ilegal!!!”.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun