Walaupun tidak "parah" gangguan terhadap pasar dan atau pelaku pasar tersebut, namun jika demo-demo terus berlanjut dan atau kekisruan terus berlanjut, maka rasa ketakutan/kecemasan para pelaku bisnis pun tetap akan menghantui mereka.
Untuk itu, upayakan aksi demo yang pada dasarnya tidak diharapkan tersebut, segeralah diakhiri, dan akhiri  kekisruan yang terjadi di negeri ini. Untuk itu  semua pihak yang di demo atau para pihak tempat mereka menyampaikan aspirasi hendaknya bersikap "sigap" dan cepat tanggap, segera lakukan perbaikan dan perubahan, segera hentikan tindakan kesewenang-wenangan,  penuhi mana yang bisa dipenuhi segera yang menjadi aspirasi para pen demo.
Misalnya, demo tukang ojek online yang mempunyai beberapa tuntutan tersbut (lihat Ataranews.com, 17 Spetember 2025), setidaknya salah satunya bisa segera dipenuhi misalnya soal potongan mengenai Undang-undang transfortasi online yang mereka minta untuk dimasukkan ke dalam program legislasi nasional 2025-2026.Bukankah, jutaan kalangan mereka yang mengandalkan hidupnya dari ojek online, mereka setiap hari berjuang demi sesuap nasi.
Misalnya demo mahasiswa dan atau rakyat yang menghendaki tunjangan perumahan dan uang pensiun  orang yang mewakili mereka di parlemen (DPR), sebaiknya dipenuhi dan dikonkretkan, jangan hanya narasi-narasi untuk mendinginka suasana saja, tetapi harus benar-benar direalisasikan. Begitu juga dengan tuntutan memberlakukan Undang-undang perampas aset koruptor, jika kita memang komitmen untuk memberantas korupsi, tidak sulit untuk memberlakukannya, tinggal kemauan dan komitmen saja.
Kasus kekisruan yang menyangkut "kredibilitas" pendidikan (PT) yang bergengsi tersebut, bisa saja segera dituntaskan dengan proses dan prosedur penyelesaian yang sesuai dengan konstitusi, sehingga kekisruan yang mengehendaki "pembuktian" tersebut aka berkahir. Memang kita harus menanggung konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, tetapi apa mau di kata, inilah dinamika nya, inilah faktanya.
Kasus korupsi yang juga ikut menimbulkan kekisruan di negeri ini, segeralah dituntaskan, jika memang sudah cukup bukti, mengapa harus ditunda-tunda untuk memastikan pelakunya. Tinggal proses hukum yang harus berjalan, sehingga ada kepastian hukum. Semakin lama ketidak pastian hukum yang terjadi, semakin  besar opportunity cost yang akan tercipta dan pasar akan semakin "runyam".
Kasus kekisruan adanya peristiwa yang tidak diharapkan tersebut, yakni adanya keracunan atas program MBG tersebut, segeralah dan terus menerus dilakukan evaluasi, jika SPPG sudah memberhentikan beberapa dapur MBG, mungkin semua dapur harus di tinjau, semua komponen yang terlibat dalam proses penyediaan MBG harus di awasi secara ketat dan bila memungkinkan program MBG di ganti dengan program lain yang tujuannya sama yakni dengan mengganti MBG ke bantuan dana tunai, mengapa tidak?
Toh, dana tunai itu dimaksudkan juga agar orang tua murid dapat menyiapkan bekal anaknya di sekolah dengan dana yang diberikan tersebut. Jika mau dipertahankan juga, model dan format MBG dapat mengeleminir resiko keracunan, misalnya memberdayakan kantin sekolah dan memberdayakan UMKM yang ada, sehingga tidak tertunpa pada pelaku bisnis skala besar dan yang bermodal gede saja.
Terkahir yang tidak kalah pentingnya adalah untuk mengakhiri kekisruan di negeri ini, mari kita mengembalikan fungsi dan peran kita semua, bagi orang yang mewakili anak negeri ini di parlemen (DPR), hendaknya dapat mengoptimalkan peran-nya, begitu juga dengan petinggi negeri ini yang diberi amanah untuk "mengurusi" anak negeri ini, sehingga anak negeri ini (rakyat) benar-benar merasa diwakili dan benar-benar merasa di urus,  bukan justru mereka harus berjuang sendiri  mellaawan kemiskinan, dan berjuang sendiri mempertahankan kehidupan-nya. Selamat Berjuang!!!!!!!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI