Mohon tunggu...
Amidi
Amidi Mohon Tunggu... bidang Ekonomi

Penceèdas Bangsa dan Pengamat Ekonomi Sumatera Selatan

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Bisnis Kuliner Menjanjikan?

29 April 2025   11:46 Diperbarui: 30 April 2025   17:56 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Amidi

Di tengah masih sulitnya kondisi ekonomi yang ditandai turunnya daya beli, permintaan akan makanan dan minuman atau bisnis kuliner saat ini bukan hanya bisa bertahan, tetapi justru menjajikan. Betapa tidak? Setiap kali memasuki hari libur, baik libur rutin hari Sabtu dan Minggu maupun hari lbur nasional, hari libur keagamaan atau hari libur lainnya, tempat-tempat makan/minum dipenuhi oleh konsumen.

Di restoran hotel ramai pengunjung, di restoran atau di rumah makan ramai pengunjung, tempat-tempat makan di mal ramai pengunjung, tempat-tempat makan yang berserakan di pelataran kaki lima ramai pengunjung, tempat-tempat makan di sudut-sudut kota ramai pengunjung, singkat kata di mana ada ruang dan tempat yang menyediakan/menawarkan makanan/minuman, akan terlihat pengunjung yang berdatangan bahkan terkadnag berdesakan.

Saya setiap kali akan keluar rumah untuk menuju suatu tempat, biasanya akan terkendala dengan jalan macet di sekitar atau di seputar rumah makan atau restoran yang berada dipinggir jalan raya, karena banyaknya kendaraan yang parkir di sekitar area rumah makan atau restoran tersebut.

Begitu juga pada saat berada di pusat perbelanjaan modern dan mal, suatu pemandangan yang dari jauh sudah terlihat, konsumen memadati tempat-tempat makan di dalam pusat perbelanjaan dan mal tersebut.

Kemudian, bila disimak, dari sekian banyak unit bisnis yang ada di pusat perbelanjaan atau mal, terkadang dominan diisi oleh unit bisnis kuliner tersebut. Terkadang tenant-tenant yang ada di pusat perbelanjaan dan mal yang berukuran 1 X 2 meter pun digunakan mereka untuk sarana berjualan makanan/minuman.

Pada tempat-tempat tertentu yang merupakan tempat berkumpulnya anak negeri ini, di sana terlihat unit-unit bisnis kuliner akan menghiasi sudut-sudut lokasi. Seperti di Palembang ada dua tempat atau pusat olah raga sekaligus tempat bersantai ria, ada Pusat Olahraga Iwak Besak yang berada di pusat atau jantung Kota Palembang dan ada Pusat Olahraga Jakabaring (Jakabaring Sport City) yang berada di lokasi hulu Kota Palembang. 

Kedua lokasi tersebut, setiap hari terutama pada hari libur nasional atau hari besar keagamaan atau hari libur lainnya, selain dipadati oleh para pengunjung yang akan berolah raga, dipadati pula oleh pelaku bisnis kiliner yang menawarkan aneka makanan/minuman di sana.

Di Kambang  Iwak Besak, sudah dapat dipastikan, kecuali kalau hari hujan, dari keseluruhan pelaku bisnis yang ada di sana, 80-90 persen adalah pelaku bisnis kuliner. Terkadang kita yang mau berolah raga, jalan kaki atau jogging terganggu oleh hiduk pikuk mereka bertransaksi di sana. 

Di sana bukan saja pelaku bisnis skala kecil yang menawarkan makanan/minuman atau barang kebutuhan sehari-hari, tetapi pelaku bisnis skala besar pun ikut nimburung, mereka berjualan sekaligus melakukan promosi, seperti ada pelaku bisnis bidang otomotif, pelaku bisnis yang menjual perabot rumah tangga, pelaku bisnis bidang lainnya.

Suasana semakin ramai, hiruk pikuk intensitasnya semakin tinggi, mana kala pelaku bisnis skala besar tersebut, melakukan promosi dengan demontrasi keliling lokasi sambil meneriakkan yel-yel yang menggoda konsumen agar tertarik membeli barang yang mereka jual baik pada saat itu maupun di toko mereka. 

Bisnis Kuliner Ok

Bila ditelusuri, perkembangan perekonomian di negeri ini dan atau daerah ini (provinsi Sumatera Selatan), tak terlepas dari keberadaan unit binis kuliner tersebut. Betapa tidak? Laju pertumbuhan ekonomi, baik di daerah ini maupun di negeri ini dominan disumbang oleh sektor konsumsi. Baik di Sumatera Selatan maupun secara nasional, sektor konsumsi merupakan komponen utama yang mendorong laju pertumbuhan ekonomi. (lihat ringkasan AI).

Bila ditelusuri ke belakang, pada masa krisis ekonomi, pada saat negeri ini dilanda pandemi, sektor konsumsi hampir mati, sehingga laju pertumbuhan ekonomi pun terkoreksi, pertumbuhan minus. 

Pelaku sektor konsumsi atau bisnis kulier melemah dan banyak yang mati, konsumen menghentikan makan/minum di luar takut dengan virus di masa pandemi, pelaku bisnis kuliner pun menghentikan aktivtas bisnisnya, sehingga sektor konsumsi pada saat itu boleh dibilang mati.

Namun, setelah kondisi mulai membaik, pandemi mulai berangsur pulih, pelaku bisnis kuliner mulai membuka kembali unit bisnisnya, konsumen mulai berangsur makan/minum di luar, tempat-tempat makan mulai menggeliat kembali, sampai normal seperti saat ini.

Bila disimak, memang bisnis kuliner sangat menjanjikan, apalagi bila kita melakukan pendekatan suatu konsepsi, di mana saja, kapan saja, kondisi apa saja, kita membutuhkan makan/minum, maka jelas bisnis kuliner ini tidak bisa terhenti, terus berlanjut dan atau kontinue. 

Tidak salah kalau bisnis kuliner ini kita sebut bisnis yang menjanjikan dan bisnis yang akan langgeng pada saat kapan pun, kalau pun akan terhenti, sifatnya sementara saja, kemudian akan normal kembali. 

Hijrah ke Bisnis Kuliner

Dengan maraknya bisnis kuliner pasca pandemi, tidak jarang mendorong pelaku bisnis bidang lain, fashion, aksesoris, perabot rumah tangga, dan pelaku bisnis lain di luar bisnis kulner, beralih ke bisnis kuliner.

Sebagai contoh teman saya yang sama-sama anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) yang mempunyai unit bisnis di bidang fashion, dan aksesoris, pindah ke unit bisnis kuliner. Beberapa unit tempat/toko/tenant milik beliau, yang tadinya penyewanya berjualan di sana dengan menjul aksesoris handphone, kini beralih dan tempat tersebut disulap menjadi tempat makan/minum.

Indikasi ini menunjukkan bahwa bisnis kuliner memang menjajikan dan tidak bisa terhenti, bisnis kuliner akan langgeng, sepanjang masih ada manusia, maka kebutuhan akan makan tetap akan ada, sepanjang itu pula makanan/minuman yang dijual oleh pelaku bisnis kuliner tetap akan dibeli oleh konsumen.

Bila dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan yang ada, maka kebutuhan akan makan, boleh dibilang mejadi prioritas. Kebutuhan primer, seperti pakaian, masih bisa ditunda, namun pemenuhan kebutuhan akan makan, tidak bisa ditunda. Walaupun kondisi ekonomi sulit, konsumen tetap harus makan. Bila kondisi ekonomi sulit masih menerpa mereka, maka mereka akan menunda atau mengurangi porsi pemenuhan kebutuhan lain dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan akan makan tersebut. 

Perlu Perlindungan

Konsumen sebagai objek pelaku bisnis kuliner, hendaknya jangan dikorbankan, jangan dijadikan objek semata, tetapi mereka pun harus kita pandang juga sebagai subjek dalam bisnis kita.

Artinya, mereka jangan dikenakan beban ini dan itu yang akan memberatkan mereka. Misalnya, beban pajak restoran (PPN) yang sudah memberatkan ditambah jasa service yang mereka harus bayar kepada pelaku bisnis. Ditambah lagi beban parkir yang terkadang sudah "mencekik", apalagi di lokasi mal.

Begitu juga dengan masalah kesehatan akan makanan/minuman yang mereka jual. Usahakan makanan/minuman yang mereka jual dapat dipastikan halal dan baik serta sehat. Pihak yang berwenang, sedapat mungkin melakukan pemeriksaan dan pengawasan yang ketat, atas makanan/minuman yang mereka jual. 

Jangan ada yang menggunakan bahan penagwet dan bahan pewarna yang membahatakan kesehatan konsumen. Pastikan bahan dan makanan/minuman yang mereka jual adalah halal bagi konsumen yang beragama mayoritas.

Kalaupun ada yang menjual makanan/minuman yang tidak halal untuk konsumen tertentu, maka beri penjelasan atau keterangan atau merek yang besar-besar yang menyatakan makanan/minuman tersebut non halal dan hanya untuk konsumen non muslim.

Kemudian aspek kebersihan juga penting untuk diperhatikan, tidak hanya pelaku bisnis kuliner di rumah makan, di restoran, di hotel, di mal saja, tetapi aspek kebersihan bagi pelaku bisnis kuliner skala kecil dan atau di kaki lima pun demikian.

Ini penting, agar konsumen dan atau masyarakat dalam mengonsumsi makanan/minuman yang mereka jual terjamin dari aspek kesehatannya. Masyarakat sehat, negara akan kuat.

Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah masalah harga yang ditetapkan oleh pelaku bisnis kuliner tersebut. Memang harga kewenangan pelaku bisnis kuliner itu sendiri, tetapi alangkah baiknya, jika dipantau, agar harga yang mereka tetapkan merupakan harga keekonomian bukan harga "semau gue". Selamat Berjuang!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun