Oleh Amidi
Tunjangan Hari Raya (THR) tidak hanya dinanti oleh pekerja informal, dan pekerja biasa, tetapi pekerja kerah putih (white collar worker) bahkan kalangan eksekutif pun menantikan THR, yang membedakannya hanya besaran yang diharapkan dan intensitas penantiannya.
Jika para pekerja informal dan pekerja biasa sangat mengharapkan sekali THR, seperti kita baca di media massa dan media sosial, pekerja informal pun, seperti saudara kita yang berkecimpung dalam taxi online.
Namun, untuk pekerja kerah putih dan kalangan eksekutif, sepertinya tidak terlalu getol menantikan THR tersebut, karena di kalangan mereka walaupun tidak ada THR, mereka tetap bisa memenuhi kebutuhan lebarannya, lagi pula THR untuk mereka sudah jelas, karena THR sudah melekat pada komponen kompensasi mereka.
Begitu juga dengan besaran THR, bagi pekerja informal dan pekerja biasa, seberapa pun THR yang akan diberikan oleh pemberi kerja, sepertinya mereka terima saja.
Namun, bagi kalangan pekerja kerah putih dan kalangan eksekutif, mereka sudah jelas akan mendapatkan THR dalam jumlah besar, minimal satu bulan gaji atau take home pay (THP) bahkan terkadang lebih, ada yang dua kali atau lebih. Luar biasa bukan?
Meneropong THR.
Saya mencermati, baik THR yang dinantikan oleh pekerja informal dan pekerja biasa, pekerja kerah putih dan kalangan eksekutif tersebut, sepertinya jauh-jauh hari mereka mulai meneropong THR yang diharapkan.
Setidaknya ada beberapa pertanyaan yang terselip di benak mereka, bagi pekerja informal tersebut, apakah saya akan mendapatkan THR, bagi pekerja biasa/tetap, apakah saya masih akan mendapatkan THR satu bulan atau lebih dari gaji atau THP, bagi kalangan pekerja kerah putih dan eksekutif, apakah THR untuk tahun ini akan lebih banyak lagi dari tahun lalu, dan seterusnya.
Dengan kondisi ekonomi "sulit" saat ini, makaTHR sangat membantu mereka dalam rangka memenuhi kebutuhan akan menyambut lebaran.
Wajar, jika jauh sebelum tibanya bulan Ramadhan, mereka sudah "meneropong THR dari kejauhan", dengan kata lain jauh-jauh hari mereka sudah membuat "list/daftar" berbelanja dalam rangka menghadapi lebaran nanti, tinggal menunggu pembayaran THR.
Untuk itu, jika THR tidak kelihatan "hilal" atau tidak dapat mereka terima, karena pemberi kerja keburu melakukan "PHK" kepada mereka, pemberi kerja tidak dapat memberikan THR normal seperti tahun-tahun lalu dengan alasan ini dan itu, maka mereka akan "kecewa" dan akan "gigit jari", angan-angannya pupus.
THR tidak untuk diri Sendiri.
Apalagi bila dicermati, selama ini para pekerja di negeri ini terkadang satu orang pekerja rata-rata menanggung 2 sampai 3 orang anggota keluarganya. THR tidak untuk diri mereka sendiri, tetapi THR juga digunakan mereka untuk dibagi kepada anggota keluarganya tersebut.