Oleh Amidi
Â
Di negeri yang kaya akan sumber daya alam (SDA) terlebih  sumberdaya mineral (mnyak dan gas), idealnya tidak boleh  terdengar "terjadinya atau adanya kelangkaan gas", terutama gas-LPG 3 kg yang diperuntukkan masyarakat kelas menengah dan bawah serta UMKM tersebut.
Beberapa minggu ini media massa, baik cetak maupun elektronik termasuk media sosial, ramai-ramai memberitakan "kelangkaan gas 3 kg", dilengkapi dengan gambar atau visual-nya. Emak-emak pada antri panjang sampai mengahbiskan waktu berjam-jam hanya untuk meng-antri membeli gas 3 kg tersebut.
Â
Fenomena Lama.
Bila di simak, sebenarnya masalah kelangkaan ini, merupakan masalah lama, masalah yang sering terjadi, dan terjadi kembali. Istilahnya lagu yang sudah lama atau usang mengalun kembali atau lagu lama dinyanyikan kembali. Kelangkaan tidak hanya terjadi pada komoditi gas, tetapi selama ini sudah sering kita dihadapkan masalah kelangkaan minyak goreng, kelangkaan beras, kelangkaan gula dan lainnya.
Kelangkaan gas 3 kg ini, sepertinya tidak hanya menyulitkan  emak-emak tetapi juga pelaku bisnis skala kecil (UMKM) yang mengkonsumsi/memakai gas 3 kg. Fenomena kelangkaan gas 3 kg mengganggu mereka untuk  berkonsentrasi memikirkan hidup dan kehidupannya yang sampai saat ini masih dihantui oleh kondisi ekonomi yang sulit.
Secara sederhana, kelangkaan artinya suatu barang atau suatu produk yang akan dibeli atau di konsumsi mereka, sulit di dapat di pasar, di toko, di depot, di tempat penjualan lainnya. Entah barang/produknya tidak tersedia sama sekali atau ada unsur untuk diciptakan "kelangkaan".
Terlepas dari itu semua, yang jelas bahwa saat ini masih terjadi kelangkaan gas 3 kg dibeberapa daerah. Di Palembang, kelangkaan tidak terlalu mencolok, belum heboh, biasa-biasa saja, emak-emak masih bisa membeli gas 3 kg, hanya harganya yang mengalami kenaikan.
Saya tidak bermaksud menelusuri penyebab kelangkaan, tetapi saya ingin melihatnya dari sisi dinamika dan fenomena penggunaan/pemakaian gas 3 kg itu sendiri.
Berdasarnya informasi yang ada, bahwa kelangkaan gas 3 kg karena adanya pengurangan subsidi terhadap gas -  LPG 3 kg tersebut.  Hal ini disinyalir oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi  (Disnakertransgi) DKI Jakarta, Hari Nugroho, kelangkaan  gas - LPG 3 kg di beberapapa wilayah terjadi akibat  pengurangan kuota LPG 3 kg bersubsidi pada tahun 2025. (Tempo.co, 4 Pebruari 2025).
Pemakaian Terus Meningkat?
Bila dicermati di lapangan penjualan gas 3 kg tersebut, memang terus meningkat  (belum memproleh data konkrit), hal ini disebabkan memang pengguna/pemakai-nya cukup banyak, selain keluarga yang harus mendapatkan subsidi gas  3 kg, juga ada pengguna/pemakai  lain yang ikut menikmati subsidi tersebut, yang selayaknya mereka tidak diperkenankan membeli gas 3 kg tersebut.