Suaranya terdengar sedih. Seorang lelaki yang tampak lebih berwibawa dari yang lainnya berdiri di seberang meja memandangi Ayaz.
"Nasib klan kita bergantung padamu, nak. Terima perjodohanmu, kita tak bisa mengelak. Mousa terlalu kuat untuk dilawan. Menjadikannya kawan adalah solusi terbaik. Dan itu hanya terjadi jika kita memenuhi syarat yang Ia minta, menikahkan kamu dengan keponakannya" lelaki itu berkata pelan dengan suara yang lembut berwibawa namun tegas.
"Tapi, Ayah..."
"Lupakan perempuan itu, kamu tak akan bisa bersamanya, bahkan alam tak mendukungmu" sergah Ayah "Ingat Ayaz, kalian berbeda dimensi, beda dunia, berbeda alam!"Â
Tubuh Ayaz bergetar, wajahnya tertunduk. Ayahnya dan beberapa lelaki lain itu berbalik pergi meninggalkan Ayaz yang masih terduduk dan tertunduk tak berdaya.
Sayup-sayup telinganya mendengar erangan dan rintih kesakitan Ami yang sesekali memanggil namanya. Ia tak bisa berbuat apa-apa karena kekuatan Mousa menguasai Ami dan Ayaz tak bisa menembusnya. Bahkan untuk mendekat pun sulit karena ada banyak penjaga di sekitarnya.
Fatih melanjutkan ceritanya, Ia mengatakan tentang Ami yang menjerit kesakitan saat Ia menekan jarinya pagi itu. Fatih melihat kilat aneh di mata Ami yang buru-buru menghindari tatapan Fatih.
"Teh Ami dalam bahaya..." Ujar Ustadz mengingatkan. "Dia sudah bersinggungan dengan entitas dari dimensi yang berbeda dengan kita, hingga akhirnya membuat masalah"
"Gimana solusinya, tad?" Tanya Budi dan Fatih khawatir.Â
"Ruqyah" jawab Ustadz Nung singkat.Â
Mereka sepakat besok akan bersama-sama menemui Ami untuk menyadarkannya tentang apa yang sudah terjadi. Mereka harus membujuk Ami untuk bersedia di ruqyah dan rumahnya 'dibersihkan'.