Siang ini, setelah beberapa hari absen dari laman Facebook AS Laksana, saya kembali membaca beberapa tulisan pendek beliau yang serentak menampar saya. Sebulan belakangan, semangat menulis saya serasa melemah. Juga kebiasaan membaca -- rutinitas yang sebenarnya sulit saya tinggalkan.
Tidak sekadar itu, isi kepala saya seolah kosong. Tak ada apapun yang mampu menggerutu pikiran dan keinginan saya untuk menulis. Apa-apa yang lewat dalam benak tak pernah memancing gairah. Juga berbagai tulisan bagus yang mampir di laman beranda.
Meski begitu, rasa penasaran saya tidak pernah pupus untuk terus mengunjungi tulisan-tulisan pendek Pak Sulak. Iya, sapaan akrab orang-orang terdekat beliau. Terkecuali saya dan sebagian besar orang yang mengenalnya dengan sebutan AS Laksana lewat laman sosial media.
Waktu beranjak cepat, dan saya sadar, sudah lima tahun lebih saya mengikuti jejak tulisan beliau. Desember 2020 tepatnya, tulisan pertama AS Laksana yang saya baca: "Menggambar dengan Kalimat," walau sebelumnya telah saya ikuti juga tulisan-tulisan Mba Anindita S Thayf yang membalut berbagai macam problem yang mengenyampingkan kaum perempuan, di antaranya: "Perempuan dan Kitab Kosa Kata; Perempuan dalam Lingkar Aib dan Nasib; Tersingkirnya Pengarang Perempuan; Suara yang Dibisukan; Akar dan Luka; hingga Rahim Hangat." Beberapa topik menarik yang berhasil menghela perhatian saya agar terus menengok postingan-postingan terbaru Mba Anindita yang pekat akan feminisme.
Selain itu, salah satu penulis wanita yang juga saya dalami tulisan-tulisannya sejak lama yakni Mba Sasti Gotama. Penulis sekaligus dokter membuat dirinya mampu merubah paradigma pembaca dalam mengatasi sebuah persoalan dengan analogi-analogi yang paling sederhana. Ibu tiga anak ini mampu memberi dosis berpikir dengan takaran yang pas bagi para pembaca di tengah isi kepala yang kalut.
Dari banyaknya penulis, Mba Sasti Gotama adalah satu-satunya yang mampu menyederhanakan berbagai macam masalah, lewat terowongan yang membawa para pembaca tak kesasar. Menurut saya!
Dengan bermodal pengetahuan di bidang kesehatan, segala yang dibahas terasa bersahaja. Bagaimana tidak, permasalahan yang tidak mampu ditampung dalam kepala, dapat disederhanakan hingga tak dapat dilihat, serupa sel-sel manusia.
Dengan topik-topik yang unik, Sasti Gotama layak diacungi jempol untuk setiap isi tulisannya. Keilmuannya di bidang kesehatan membuat dirinya mampu memecahkan setiap persoalan dengan solusi-solusi yang tidak biasa.
Beberapa tulisannya yang wajib teman-teman baca di antaranya: "Otak yang Masokis; Rasionalitas dalam Kematian; Otak dan Kemungkinan-kemungkinan Mengerikan; Bawang dan Prasyarat Kebahagiaan; Neraca di Jiwa Kita; Apa yang Terjadi dalam Kepala; Catur dan Matematika, juga banyak yang tidak mampu saya sebutkan.
Sampai detik ini, saya tak tahu, siapa yang mempertemukan saya dengan ke tiga penulis hebat ini. Meskipun yang saya ketahui hanya nama, yang saya kenali hanya rupa, dan tulisan-tulisan mereka yang luar biasa. Saya bersyukur, berjam-jam di depan layar handpone tidak mengubur waktu saya sia-sia. Juga laman sosial media. Barangkali benar, bumi terlalu kecil untuk menemukan orang-orang  dengan karya-karya besar. Iya, di dunia sosial media.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI