Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidya_ Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Doel Sumbang dan Panggung Ripuh Tembang Sunda

30 Januari 2019   19:37 Diperbarui: 31 Januari 2019   21:29 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doel Sumbang (Foto: Kompas.com)

Namun, bukan hanya generasi kiwari saja yang mesti dicemasi. Dahulu, beberapa petinggi di tatar Sunda terkenal mahir menulis. Bupati Bandung (1893-1918), Raden Adipati Aria Martanagara, menggurat Wawacan Aji Saka dan Piwulang Barata Sunu semasa masih aktif selaku pejabat.

Sebut pula Pangeran Aria Suriaatmaja, Bupati Sumedang (1882-1919), yang menganggit lirik lagu untuk tarian yang diciptakannya sendiri. Jangan lupa Raden Ayu Lasminingrat yang menulis Warnasari dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Belanda. Begitu paparan Jay Setiawan.

Berapa banyak sekarang tokoh publik tersohor di tanah Sunda yang piawai ngagugurit atau ngadangding? Mungkin bisa dihitung jari, sekiranya kita tidak ingin menyebut tidak ada pejabat lagi yang mahir mengarang dengan menggunakan bahasa Sunda.

Padahal, kurang cendekia apa lagi Kang Emil (Gubernur Jabar) atau Kang Bima (Walikota Bogor). Kurang segar apa lagi ide Kang Dede (mantan Wagub Jabar) atau Kang Dedi (mantan Bupati Purwakarta). Kurang nyeni apa lagi Kang Hengky (Wabup Bandung Barat).

Kecuali kita ingin membiarkan kesedihan Kang Doel Sumbang terbukti: generasi milenial kelak hanya berkata "dulu ada hikayat Si Kabayan dan Dayang Sumbi". Sebelum hati kita oleng atau oyag-oyagan, seperti perasaan Asep setiap melihat Ai, mari kita pirsa kembali karya Kang Doel, Ai.


Mencari Penerus Doel Sumbang
Jangan remehkan lagu daerah, termasuk lagu Sunda. Pada masanya, 1980-an, Kalangkang yang dilantunkan oleh Nining Meida sempat meraup angka penjualan yang fantastis hingga angka dua juta keping. Tentu bukan prestasi biasa pada era ketika lagu rok dan pop Indonesia menguasai blantika musik Indonesia.

Lagu Ai yang baru saja kita nikmati seraya manggut-manggut, termasuk lagu yang penjualannya mengentak bisnis musik di tanah air. Karya Kang Doel itu terjual melebihi satu juta keping. Bukan itu saja. Sempat tersiar kabar, dikutip oleh Pikiran Rakyat, Ai dibeli hak oleh perusahaan rekaman ternama dengan harga yang "heboh", Rp300 juta.

Angka itu jelas bukan nilai yang sedikit. Jika kita bandingkan antara kurs dolar pada 1993 dengan 2018, angkanya sangat mencengangkan. Saya coba menguliknya di simulasikredit.com dan menemukan angka sebesar Rp2.887.903.386,31.

Mengingat peluang pasar yang sangat besar, baik dari calon penikmat lagu Sunda maupun taksiran finansial, jelas upaya yang dilakukan oleh Kang Doel dan musisi Sunda lainnya mesti diteruskan. Kang Doel bertanya, "Orang Sunda mau jadi apa kalau bahasanya punah?"

Dengan sendu, pelantun lagu-lagu sarat kritik itu menegaskan tekadnya, "Terserah orang mau bilang apa, yang penting saya akan menjaga bahasa Sunda. Saya yakin banyak seniman dan masyarakat Sunda, termasuk suku lain, yang sepakat dengan saya."

Kritik beliau, terutama ketika bahasa daerah disumpetkan ke dalam muatan lokal, bukanlah sesuatu yang tabu untuk kita simak. Bahkan, penting itu disikapi lebih daripada sekadar disimak. Di sinilah kita butuhkan kehadiran negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun