Keripik Singkong Mama Ida: Wirausaha Perempuan dari Alalak yang Menjaga Cita Rasa dan Kemandirian
Di sebuah sudut Kelurahan Handil Bakti, Kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala, aroma gurih singkong goreng merebak setiap pagi dari dapur sederhana milik Ibu Ratnawati, atau yang akrab disapa Mama Ida. Dari rumah panggung di tepi jalan kecil, lahir usaha kecil bernama “Keripik Singkong Mama Ida”. Sebuah kisah tentang ketekunan, kejujuran, dan semangat perempuan Banjar menjaga cita rasa lokal.
Dari Camilan Rumah ke Produk Unggulan Komunitas
Usaha ini bermula pada tahun 2017. Awalnya, Mama Ida hanya membuat keripik singkong untuk camilan keluarga. Namun, karena banyak tetangga yang suka, pesanan mulai berdatangan. Kini, dari dapur kecilnya, ia memproduksi keripik singkong rasa original yang menjadi favorit masyarakat sekitar. Dengan bahan baku singkong dari petani lokal Handil Bakti, ia memastikan kualitas terbaik di setiap irisan. “Saya ingin tetap pakai singkong kampung, rasanya lebih gurih dan tidak pahit,” ujarnya saat diwawancarai. Dari usahanya, Mama Ida memperoleh pendapatan sekitar Rp2–3 juta per bulan, cukup untuk membantu ekonomi keluarga sekaligus memberdayakan dua tetangga yang ikut membantunya mengemas keripik.
Strategi dan Pola Pengelolaan yang Sederhana tapi Efektif
Hasil kuisioner menunjukkan bahwa usaha ini dijalankan secara mandiri tanpa perencanaan tertulis. Semua pencatatan keuangan dilakukan manual di buku tulis kecil, sementara pemasaran mengandalkan promosi mulut ke mulut dan media sosial sederhana seperti Facebook dan WhatsApp. Walau tampak sederhana, sistem ini efektif karena bertumpu pada kepercayaan pelanggan. “Yang penting jaga rasa dan jujur sama pelanggan,” tutur Mama Ida. Menurut Khabibah et al. (2024), banyak UMKM kuliner skala mikro bertahan justru karena hubungan sosial yang kuat dan konsistensi kualitas produk, bukan karena sistem manajemen modern.
Kualitas Rasa sebagai Identitas
Ciri khas Keripik Singkong Mama Ida terletak pada rasa original-nya. Tidak ada tambahan rasa pedas atau bumbu modern semuanya alami. Singkong digoreng dengan minyak baru setiap hari, dan diberi sedikit garam agar tetap gurih tanpa meninggalkan rasa pahit. “Orang beli keripik saya karena rasanya alami, renyah, tidak pakai penyedap,” ujarnya. Konsistensi rasa ini menjadi kunci kepercayaan pelanggan yang sudah bertahan selama bertahun-tahun.
Penelitian Rahman (2020) menyebut bahwa pelaku UMKM perempuan di Kalimantan Selatan sering mempertahankan keunikan lokal sebagai bentuk ketahanan bisnis, sekaligus mempertahankan nilai budaya dan selera masyarakat tradisional.
Inovasi yang Tumbuh dari Kesederhanaan
Meski tidak mengeluarkan varian rasa baru, Mama Ida terus berinovasi dalam hal efisiensi dan kebersihan produksi. Ia mengganti alat pemotong singkong yang lebih cepat dan menambah stok kemasan plastik tebal agar produk tahan lama. Langkah-langkah kecil ini menunjukkan bentuk inovasi realistis, yang disesuaikan dengan kapasitas dan konteks lokal. Dalam studi Mulyadi et al. (2024), inovasi sederhana semacam ini terbukti menjadi faktor penting dalam mempertahankan UMKM tradisional agar tetap eksis di tengah arus modernisasi.
Dampak Sosial dan Lingkungan: Kecil Tapi Nyata
Selain menopang ekonomi keluarga, usaha ini memberi manfaat sosial di lingkungan sekitar. Dua ibu rumah tangga tetangga Mama Ida kini memiliki penghasilan tambahan dari pekerjaan pengemasan dan distribusi. “Sama-sama bantu, biar rezekinya bareng-bareng,” katanya. Mama Ida juga berupaya mengelola limbah singkong dengan menjadikannya pakan ternak. Bentuk kesadaran sederhana ini sejalan dengan hasil penelitian Rosaida et al. (2025) yang menyoroti pentingnya rantai nilai lokal (local value chain) dalam menciptakan UMKM berkelanjutan. Dengan prinsip “tidak membuang yang bisa dimanfaatkan”, Mama Ida membuktikan bahwa wirausaha kecil pun bisa berkontribusi pada lingkungan.
Ketahanan Perempuan Banjar di Tengah Keterbatasan
Kisah Mama Ida menggambarkan ketangguhan perempuan Banjar yang mengelola usaha dari ruang domestik tanpa kehilangan semangat profesionalisme. Usaha ini menjadi bagian dari ekonomi rakyat yang hidup berdampingan dengan nilai sosial, budaya, dan spiritual masyarakat setempat. Dalam perspektif geografi ekonomi, model seperti ini disebut peri-urban entrepreneurship—wirausaha lokal di wilayah pinggiran kota yang menjadi penghubung antara ekonomi tradisional dan pasar modern. Mama Ida membuktikan bahwa kekuatan utama UMKM bukan pada besar modalnya, melainkan pada rasa, kejujuran, dan relasi sosial dengan pelanggan.
Dari dapur kecil di Handil Bakti, Keripik Singkong Mama Ida menjadi simbol kemandirian dan cita rasa lokal yang tak lekang oleh waktu. Dengan rasa original yang gurih alami, Ibu Ratnawati menjaga warisan kuliner tradisional di tengah derasnya arus modernisasi. Kisahnya mengingatkan kita bahwa usaha kecil dengan hati besar bisa memberi dampak luas—membangun ekonomi, memperkuat komunitas, dan menjaga identitas rasa Banjar yang autentik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI