Mohon tunggu...
Amelia ElidiaCandaw
Amelia ElidiaCandaw Mohon Tunggu... mahasiswa

cinta alam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penyebab Demo Kenaikan Gaji DPR di Indonesia

8 September 2025   18:45 Diperbarui: 8 September 2025   18:45 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tugas Artikel: Penyebab Demo kenaikan gaji DPR di Indonesia


Ditulis Oleh:
AMELIA ELIDIA CANDAW (2356041008)
MEYTA INDIRA ALTASYA (2356041015)
Mata Kuliah: Rekayasa Sosial

Pendahuluan  
Kenaikan gaji dan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Indonesia menjadi sorotan utama yang memicu demonstrasi dan protes dari masyarakat.
Fenomena ini tidak hanya sekadar reaksi terhadap ketidakpuasan ekonomi, tetapi juga mencerminkan ketidakadilan sosial dan ekonomi yang mendalam dalam sistem politik Indonesia. Demonstrasi yang terjadi menunjukkan adanya ketimpangan yang mencolok antara kesejahteraan pejabat publik dan kondisi ekonomi rakyat yang masih sulit, terutama pasca pandemi. Selain itu, ketidakpuasan ini juga dipicu oleh praktik politik yang tidak transparan dan cenderung transaksional, yang memperlihatkan bahwa sistem politik saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh kepentingan elit dan oligarki daripada aspirasi rakyat. Sistem politik yang berjalan dalam kerangka demokrasi liberal ini memperlihatkan adanya ketergantungan terhadap praktik politik transaksional dan korupsi, yang memperparah ketidakadilan sosial dan memperkuat ketidakpuasan masyarakat terhadap elit politik.

Penyebab Terjadinya Demo  
Salah satu faktor utama yang mendorong munculnya demonstrasi adalah ketimpangan yang mencolok antara gaji dan tunjangan anggota DPR dengan pendapatan masyarakat secara umum. Ketimpangan ini menimbulkan persepsi ketidakadilan, terlebih di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang masih sulit dan belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi. Sistem politik yang menuntut biaya tinggi untuk mengikuti kontestasi pemilu memperkuat praktik politik transaksional, korupsi, dan penyalahgunaan anggaran.

Praktik ini menyebabkan anggota DPR lebih memprioritaskan kepentingan pribadi dan kelompok tertentu daripada rakyat, sehingga menimbulkan ketidakpuasan yang meluas dan memunculkan aksi demonstrasi.

Berikut penjelasan terkait tiga aspek sosial:

1. Aspek Kultur  
* Kultur politik di Indonesia masih sarat dengan praktik korupsi, gratifikasi, dan politik transaksional yang telah menjadi bagian dari budaya politik.
* Budaya gratifikasi berupa hadiah, fasilitas mewah, dan praktik jual beli hukum telah menjadi fenomena yang umum dan sulit dihindari dalam kehidupan politik.
* Budaya ini diperkuat oleh sistem kapitalisme sekuler yang memisahkan moralitas agama dari kehidupan politik, sehingga pejabat merasa aman melakukan praktik korupsi tanpa rasa tanggung jawab moral.  
* Akibatnya, anggota DPR cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok daripada kepentingan rakyat, yang memperkuat budaya korupsi dan gratifikasi dalam sistem politik Indonesia.
* Kondisi ini menciptakan lingkungan yang tidak sehat dan tidak transparan, sehingga memperkuat ketidakadilan sosial dan ekonomi yang menjadi akar dari ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan dan praktik politik elit.

2. Aspek Struktur  
*Struktur kelembagaan DPR melalui Badan Anggaran (Banggar) sering dikritik karena terlibat dalam praktik penyalahgunaan anggaran.
* Sistem pengelolaan keuangan DPR memberikan ruang besar bagi oligarki politik untuk memanfaatkan anggaran demi kepentingan tertentu, yang tidak selalu berpihak kepada rakyat.
* Sistem ini memperlihatkan adanya dominasi oligarki dalam pengelolaan anggaran dan pengambilan keputusan yang tidak transparan.  
* Selain itu, sistem politik berbasis demokrasi liberal meniscayakan biaya politik tinggi, yang menyebabkan anggota DPR lebih bergantung pada sponsor dan pendukung politik.

* Ketergantungan ini membuat DPR tidak sepenuhnya independen dan lebih terikat pada kepentingan kelompok elit, bukan pada rakyat secara umum.
* Praktik ini memperkuat politik transaksional dan korupsi, serta menghambat proses pengambilan keputusan yang adil dan transparan.

3. Aspek Proses  

* Proses pengambilan keputusan dan legislasi di DPR sering kali tidak transparan dan minim partisipasi masyarakat.
* Mekanisme lobi politik yang kuat dalam pengesahan anggaran membuka peluang praktik politik transaksional dan korupsi.
* Keputusan yang diambil sering kali dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi-politik tertentu, bukan berdasarkan aspirasi rakyat.
* Selain itu, praktik jual beli keputusan dalam proses hukum menunjukkan bahwa keadilan sering dikalahkan oleh kepentingan ekonomi dan politik tertentu.  
* Minimnya transparansi dan partisipasi
masyarakat dalam proses legislasi memperkuat ketidakpercayaan publik terhadap sistem politik.
Hal ini menyebabkan masyarakat merasa tidak diwakili dan tidak mendapatkan manfaat dari kebijakan yang dihasilkan, sehingga memperbesar ketidakpuasan yang akhirnya memuncak dalam bentuk demonstrasi dan protes besar-besaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun