Mohon tunggu...
Shita R.Rahutomo
Shita R.Rahutomo Mohon Tunggu... Administrasi - perempuan penyuka traveling, seni, masak dan kuliner juga hujan

Officer, menulis, gila baca, traveling, blogger, makan dan masak enak, ingin jadi ibu yang baik dan bermanfaat bagi sesama, pemimpi,

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menanamkan Nilai Kehidupan Pada Anak Melalui Wisata Budaya

27 Oktober 2015   14:49 Diperbarui: 27 Oktober 2015   14:49 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yogyakarta, adalah sebuah kota yang memiliki jiwa. Ada aura tersendiri yang terpancar saat kita mengunjunginya. Meski dari tahun ke tahun situasi dan kondisi berubah akibat perkembangan jaman, namun tetaplah kita bisa merasakan jiwa asli dari kota Yogyakarta yang rendah hati, penuh kekeluargaan, ramah dan apa adanya. Perasaan homy, selalu terasa saat mengunjungi Yogyakarta seperti yang digambarkan Kla Project dalam lagunya. Di seluruh wilayah tanah air penuh dengan tujuan-tujuan wisata yang merupakan Pesona Indonesia. dan Yogya adalah salah satu kota yang penuh pesona budaya yang unik, agung dan terpelihara. Pesona Indonesia di bidang pariwisata begitu beragam jenisnya. Ada wisata bahari, wisata ekologi, dan yang mulai naik daun, pesona budaya suatu wisata yang melibatkan penduduk lokal dan membuat hati kita ikut menyatu di dalamnya.

Pada liburan kali ini, saya mengajak anak-anak untuk mengunjungi kota Yogyakarta. Selain untuk bernostalgia, karena pernah menghabiskan beberapa tahun kuliah di Universitas Gadjah Mada, juga untuk membuka wawasan dan pembentukan karakter pada anak tanpa terkesan menggurui.

Target pertama mengunjungi Universitas Gadjah Mada, melihat kampus tempat ayah dan ibunya pernah bertemu dan menimba ilmu. Kami mengunjungi Fakultas Fisip tempat saya belajar dan Fakultas Teknik Sipil tempat ayahnya kuliah. Tak lupa kami juga mendatangi Fakultas Hukum, tempat Kakak ingin melanjutkan kuliah setelah lulus SMA nanti. "Aku kan ingin menjadi hakim yang jujur Ibu, biar bisa membela rakyat kecil yang digusur.." katanya berapi-api. 'In shaa Allah tercapai Kak, asal Kakak terus rajin belajar ya!" Ia mengangguk sambil mencoba duduk di salah satu kursi di ruang kulaih di Fakultas Hukum. Lumayan banyak yang berubah di tempat ini. Gedung-grdung baru bermunculan. Tapi yang paling terasa kampus terasa panas dan gersang. Terbayang dulu pohon-pohon cemara berjajar sepanjang jalan hingga Gedung Balairung yang megah dan anggun. Juga pohon-pohon besar berbunga oranye cantik yang sekarang hilang entah kemana. Dulu suasananya teduh dan damai. Berjalan di sepanjang jalan itu nyaman, tanpa perlu naik bus. Sekarang? Panasss...!

Setelah ke Fakultas Hukum kami ke Fakultas Kedokteran. Menyaksikan para mahasiswa Kedokteran sibuk belajar. "Menjadi dokter itu tidak mudah Dek. Harus kerja keras, sehat, belajar rajin dan punya hati. Kalau nanti adek jadi dokter dan punya pasien miskin, digratisin aja ya.." Ashka sibuk berputar melihat-lihat. Inilah tempat yang ingin dimasukinya nanti untuk belajar menjadi dokter. Sudah browsing di internet dan mantap memilih UGM. "Tenang Mah,.. nanti aku buat Rumah Sakit yang murah tapi enak buat pasien. Yang miskin bayar obatnya saja." AAmiin. Semoga tercapai ya Dek.

Setelah puas mengelilingi kampus UGM kami makan siang di warung sop daging SGPC yang terletak di Selokan mengenang masa nostalgia ketika sedang punya duit berlebih sajalah saya berani makan di sini. "Sopnya enak Mah,.. tapi kok pake bayam ya?" Itulah kekhasan sop daging SGPC, bayam rebus yang empuk. Sempat juga membeli gudeg kendil Yu Djum yang berjarak 300 meter dari kos saya saat mahasiswa. Aroma gudeg yang sama dan rasa gudeg yang tak banyak berubah dan tetap menggunakan tungku kayu bakar . Mereka melihat pewaris Yu Djum menata piring alas daun, memasukkan gudeg beserta ayam kampung berminyak penuh gumpalan blondo itu. Tak sabar menunggu, saya mencomot sepotong krecek rambak sapi pedas. Mak nyuss....

Setelah kenyang, kami naik ke atas. Daripada di Hotel yang mahal, kami memilih menginap di Kaliurang. Tempat banyak kenangan tercipta di masa muda haha... Ada wisma yang bersih, nyaman dengan harga terjangkau. Di sepanjang perjalanan, banyak lampion kertas berbentuk wayang. Ashka yang memang sangat mencintai wayang, meminta mobil berhenti dan bergaya di semua tokoh wayang favoritnya. Di depan lampion kertas Hanoman, Bupati Karna, Yudhistira, Bima dan tentu saja, save the best for last,... Arjuna! Tokoh wayang terfavorit, dan ia selalu mengidentifikasi dirinya dengan Arjuna yang ganteng, sukses, pembela kebenaran, jago manah, kharismatik, pahlawan perang, anak yang sayang ibu. Asal jangan sifat playboynya saja ya dek! Jangaaaaan...!! Amit-amit dah!

Sampai di Kaliurang yang sejuk, kami mampir membeli jadah dan tempe bacem dulu. Biar mereka mengenal rasa makanan khas Kaliurang. Jadah yang pulen membelai lidah, diselingi tempe bacem manis bercampur pedasnya cabe. Setelah menikmati air terjun Telogo Putri yang baru saja longsor kami mencari penginapan. Saya ternyata lupa tempatnya. Dengan berjalan kaki kami menjelajah dari satu penginapan ke penginapan lainnya. Mencari yang nyaman dan jauh dari keramaian. Kami ingin membasuh jiwa dengan keheningan. Sampailah kami di sebuah penginapan kecil sederhana dari kayu "Ngalaras Jiwo" namanya.  Hanya ada 4 kamar di sana. Kami mengambil dua kamar, sisanya kosong. Sepertinya bukan penginapan yang laris memang. Malah senanglah kami tak terganggu keributan.

Anak-anak menempati satu kamar sendiri. Pemiliknya ramah sekali. Malam itu kami disuguhi teh poci yang manis pahit legit dan jadah bakar yang bau hangusnya sedap sekali sambil ngobrol ngalor-ngidul tentang perkembangan Kaliurang pasca letusan terakhir Gunung Merapi. Suasana tentram aman damai dan hening ini yang dicari. Masih terdengar tonggeret menjerit-jerit di pohon kelapa di tegalan sana diselingi suara burung hantu. Kenangan kembali membuncah ke angkasa.

Menjelang jam 4 pagi kami sudah dijemput pemandu untuk melakukan tour Merapi dengan berjalan kaki, menyeberangi Sungai Sungai Opak melihat lava cair yang beku menjadi batu-batuan lalu kami menjelajah desa wisata Cangkringan. Melihat para penduduk bangun lalu melakukan aktivitas pagi mereka. Dengan ramah menyapa saat kami melewati rumah-rumah mereka yang sederhana. Banyak yang rumahnya dilengkapi kandang kelinci, sebagai bahan baku sate kelinci yang banyak dijajakan di Kaliurang. Ashka membeli kangkung yang sengaja dijual seharga seribu seikat untuk memberi makan kelinci. Tak tega rasanya melihat binatang lucu itu nantinya jadi santapan.

Lalu kami menuju rumah yang membudidayakan kambing ettawa. Susu kambing ettawa diolah sebagai susu segar dan keju kambing. Tapi karena produksi susu berkurang, keju tak diproduksi. Susu kambing adalah susu yang paling mendekati kandungan susu manusia, jadi mudah dicerna. Ibu pemilik rumah datang membawa minuman susu kambing hangat. Bau prengus sama sekali tak tercium karena susu dicampur gula aren dan jahe. Creamy dan membelai lidah. Enak banget! Ashka dan daffa sampai minta nambah. Di sini kami berbaur dengan penduduk sekitar. Rasanya menyenangkan bersama orang-orang yang penuh persaudaraan. Kami pulang dengan hati yang mekar.

Siangnya,.... kami turun gunung menuju Keraton Yogyakarta. Berkeliling melihat-lihat koleksi pusaka Keraton Yogyakarta. Ternyata Sultan Hamengkubuwono lah yang berinisiatif bergabung dengan negara Republik Indonesia meskipun saat itu statusnya sebagai kerajaan merdeka. Dari penggabungan itu maka turunlah keputusan yang menjadikan Propinsi Yogyakarta ditetapkan sebagai daerah Istimewa dengan hak bagi Raja dan keturunannya secara otomatis menjadi Gubernur Daerah istimewa Yogyakarta. Banyak sekali jasa Sultan HB IX terhadap berdirinya Indonesia. Sultanlah yang menyediakan sebagian bangunan istana untuk dijadikan kantor pemerintahan bahkan menggaji para pejabat di awal kemerdekaan. Dari penjelasan yang diberikan, anak-anak mendengarkan dengan seksama dan mengetahui bahwa banyak orang-orang hebat yang bisa dijadikan teladan di negara tercinta ini. Keraton Yogyakarta merupakan pemilik aset hampir sebagian besar tanah kota Yogja yang direlakan Sultan untuk ditempati warga dan terutama para abdi dalem secara turun temurun tanpa membayar sewa. Berapa pemimpinkah yang bersikap murah hati sebperti ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun