Mohon tunggu...
Amas Mahmud
Amas Mahmud Mohon Tunggu... Jurnalis - Pegiat Literasi

Melihat mendengar membaca menulis dan berbicara

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pengeroyokan Ade Armando, Kebencian, dan Polarisasi

20 April 2022   17:16 Diperbarui: 21 April 2022   01:50 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Amas dan Ade Armando (Dokpri, CNNIndonesia)


ADE
Armando terjatuh, bahkan celananya sempat dilucuti. Tidak hanya dihajar hingga babak belur. Insiden 11 April 2022, di area kantor DPR RI (Senayan) cukup mengejutkan. Implikasinya, demonstrasi mahasiswa tersebut ditafsir macam-macam.

Sebagian pihak menyebut mahasiswa sebagai penganut anarkisme. Kelompok anarko, aksi bayaran. Demonstrasi yang diselundupkan kepentingan politik. Pokoknya, ragam tuduhan dan kecurigaan mewarnai dalam demonstrasi tersebut.

Pendemo "mahasiswa" dijadikan tumbal (bahan hujatan). Lalu penumpang gelap, tidak disentuh. Aksi massa ditunggangi, dipolitisasi. Entah dari kelompok oposan pemerintah, atau dari dalam pemerintah sendiri, pihak berkepentingan pasti bermain. Memanfaatkan aksi demonstrasi mahasiswa.

Akumulasi kepentingan ada dalam aksi yang sebetulnya luhur itu. Namanya saja aksi terbuka untuk umum. Sebagai pihak yang dibesarkan dalam organisasi Cipayung semasa mahasiswa, kita patut sedih. Dilain pihak tak ada salahnya bila kita skeptis mengatakan bahwa pengeroyokan Ade Armando adalah insidentil.

Tidak mudah memang mencari dalam otak pemukulan Ade Armando. Sementara yang menghiasi pemberitaan publik dan postingan-postingan di media sosial, baru sebatas dugaan. Analisis, "kaitologi" atau cara mengembangkan isu yang cenderung spekulatif lainnya.

Kasus Ade Armando tidak berdiri tunggal. Jika gerakan mahasiswa yang notabenenya gerakan moral dipolitisir, karena pemukulan Ade Armando (juga) tidak bisa kita sangkal. Dimana memang demonstrasi tersebut melahirkan peristiwa pemukulan Ade Armando yang adalah aktivis media sosial.

Posisi Ade Armando, kalau kita meminjam istilah Bang Rocky Gerung, maka posisi Ade Armando memiliki "dua tubuh". Yaitu tubuh biologis dan sosial teks "buzzer" bel, alarm. Yang rentan membuat Ade Armando digebukin karena sosial teks yang dia bangun sendiri.

Dia dianggap memproduksi narasi-narasi kebencian. Ade Armando ditandai sebagai anjing pelacak dari kelompok politik tertentu. Pemuja pemerintah yang terlalu membabi-buta. Ade Armando dinilai nyinyir pada politik Islam. Dia menghidupkan, mengaduk, menggoreng isu-isu sentimen politik identitas.

Teriak anti politik identitas, tapi Ade getol berkampanye dan mempropaganda tentang isu-isu sektarian. Wajah media sosial itulah yang terlalu melekat pada tubuh Ade Armando. Sehingga demikian, membuatnya terancam. Pada waktu bersamaan, bak judul film "sengsara membawa nikmat" Ade Armando saat berada di rumah sakit banyak pejabat publik mengunjunginya.
 
Termasuk Watimpres Jokowi, Putri Kuswisnuwardani dan Kapolda Metro Jaya, Irjen. Fadil Imran. Perlakuan dan reaksi tersebut juga dibaca publik beragam. Pihak-pihak menunjukkan rasa ibah juga malah mulai mengait-ngaikan tuduhan ke pihak tertentu yang dianggap berafiliasi dengan pelaku kekerasan terhadap Ade Armando. Jadinya, peristiwa ini meluas. Tidak seselasai ketika Ade Armando dihantam hingga babak belur.

Dalam kaca mata politik, musibah yang dialami Ade Armando menguntungkan pihak tertentu. Kali ini Ade Armando benar-benar menjadi bintang. Berani menjadi lilit, yang membakar dirinya demi kelompok politik tertenru. Terlebih bagi mereka yang anti terhadap aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa, 11 April 2022 kemarin. Pemberitaan publik menjadi pembenarannya. Bahwa Ade Armando mendominasi pemberitaan dihampir semua media massa.

Aksi massa, segala tuntutan mahasiswa akhirnya tidak secara utuh diberitakan. Peranan Ade Armando disini, dalam logika dan kepentingan counter issu sangat menguntungkan pihak buzzer. Karena dengan kasus pemukulan itu, media sosial ramai membicarakan (mengutuk) tindakan kekerasan.

Kita berharap tidak hanya kasus Ade Armando, yang membuat mereka bicara soal anti gerakan dan praktek kekerasan. Semoga semua praktek kekerasan di Indonesia ini mereka kutuk. Tidak pilih-pilih kasus. Ringkasnya, Ade Armando berhasil mengalihkan isu.

Demonstrasi mahasiswa tercemar dengan aksi kekerasan yang dilakukan satu dua oknum tersebut. Padahal belum tentu, mereka pelaku pemukulan Ade Armando adalah mahasiswa yang ikut dalam simpul-simpul massa aksi. Tapi, boleh jadi hanya penumpang gelap.

Pada tahap tertentu untuk kepentingan politik, Ade Armando bisa disimpulkan mengetahui permainan playing victim. Berlagak, siap menjadi korban untuk alasan tertentu. Kemudian, posisinya yang terzalimi dieksploitasi, dikapitalisasi, dipolitisasi media massa. Sehingga kelemahan, insiden atau musibah itu menjadi kekuatan positif bagi kelompok tertentu.

Publik tentu tidak mudah percaya, bahwa Ade Armando begitu bodoh bermain di pentas yang dibuat orang lain. Beda ketiban sial, dengan skenario untuk menjadi korban. Dimana-mana seseorang yang menari dan menyanyi dalam genderang yang dimainkan orang lain, bukan saja tidak elok. Melainkan terlalu beresiko dan bodoh, nekat bila itu dilakukan.

Dari beberapa alasan, analisis menggambarkan bahwa kejadian naas yang memakan korban Ade Armando adalah parade politik. Sebuah momentum menguntungkan pihak tertentu yang membenci demonstrasi dilakukan. Framing media massa berhasil menggeser fokus. Kian menambah isu prioritas demonstran menjadi kabur bahkan hilang.

Jadinya publik disuguhi, suasana keributan aksi massa. Kegiatan yang dipertontonkan dan kesakitan, kerugian, penderitaan yang dirasakan Ade Armando. Sisi tersebut yang akan dieksploitasi berkali-kali. Mereka yang tidak bersimpati dengan Ade Armando, dianggap kurang rasa empatinya. Dituding macam-macam. Tragisnya, isunya diperluas. Yang menggebuki Ade Armando diduga pendukung Anies Baswedan, eks HTI dan eks FPI.

Tudingan yang bertubi-tubi datang. Tujuannya tak lain ialah mencari kambing hitam. Buzzer sedang mencari siapa orang yang dapat mereka persalahkan. Dari upaya seperti itulah, maka perjuangan humanis dari mahasiswa tidak diapresiasi sama sekali. Para pendemo dengan teganya disalahkan. Lihat saja Koordinator Nasional BEM SI saat salah bicara saja menjadi bahan bullyan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun