Mohon tunggu...
Konstantinus Aman
Konstantinus Aman Mohon Tunggu... Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Serunya Liga Tarkam Itu Bukan Karena Permainan Sepak Bolanya

20 September 2025   12:57 Diperbarui: 21 September 2025   00:33 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Berlangsungnya Laga Tarkam 2025 (Dokumentasi Pribadi)

Bagaimana ceritanya, kita bela-belain nonton pertandingan liga tarkam, bukan karena kedua tim yang saling berjibakau di atas stadium sekaliber hamparan sawah jarring-jaringa laba Cancar, bercoklat dan berlumpur melainkan kompetensi-kompetensi tak terduga yang muncul dari garis pinggir lapangan. Ya, apalagi kalau bukan adu jotos antar pendukung yang terkesan militan, fundamentalis dan fanatis.

Baru-baru ini, kurang lebih selama sebulan hingga kemarin sebagai laga finalnya, diselenggarakan turnamen antar kampung, masih sebagai bagian dari prosesi kemeriahan Agustusan meski agak telat.

Akan tetapi yang namanya kompetensi bola kaki apalagi setingkat kampung, mau kapan dan dimana saja, tidak menjadi soal, yang penting ramai dan heboh adanya. Itung-itung sebagai hiburan yang tak ada taranya bagi segenap warga masyarakat yang menjelma menjadi para pencinta sepak bola.

Rutinitas sehari-hari dibuat jeda dulu. Segala hajatan adat apapun disesuaikan saja dulu, demi ritual lapangan yang maha hibur itu. Bisa dibayangkan coba. Meskipun dengan gempuran badai dan hujan deras sama sekali tak menyurutkan energi untuk berdiri dan menyaksikan dari pinggir lapangan. Entah yang dukung itu klub dari kampung sebelah ataupun tim sendiri, yang penting semuanya turut menyelimuti tribun-tribun alami yang ada.

Tapi benarkah, semuanya benar-benar menghayati alur demi alur pertandingan? Bisa iya dan bisa juga tidak. Latar belakang supporter yang datang nonton adalah dari berbagai kalangan masing-masing. Ada yang petani, anak-anak muda yang kesehariannya duduk nongkrong, mabuk-mabukan sambil memburu pesta, ibu-ibu penikmat FB Pro, anak-anak sekolah yang bergairah tinggi dengan benda yang bulat tersebut, hingga anak-anak yang baru mengenal yang

Namanya olahraga. Semuanya berkerumun dengan motivasi yang berbeda-beda. Ada yang benar-benar ingin menyaksikan bagaimana seninya si kulit bundar diperagakan oleh para pemain, lebih-lebih pemain yang dijagokan oleh masing-masing mereka.

Ada pula yang memburu momen itu sebagai makanan renyah untuk algoritma di beranda FB Pro mereka, serta ada pula yang menantikan momen-momen krusial tertentu yang sejatinya wajib terjadi yakni, tawuran antar penonton garis keras.

Faktanya, selama sebulan pertandingan berlangsung, di sela-sela berlangsungnya pertandingan, selalu terjadi adegan yang tak kalah seru dari pinggir lapangan. Beberapa kali panitia mengambil sikap dengan menghentikan pertandingan untuk sementara dan dilanjutkan jika sudah kondusif Kembali. 

Rupanya, adegan yang penuh kekerasan ini justru menciptakan kenikmatan tersendiri dan paling ditunggu-tunggu oleh bapak-bapak dan ibu-ibu serta anak-anak yang datang nonton.

Tawuran selalu muncul, bila di dalam lapangan ada pemain yang terjatuh akibat dilanggar namun luput dari pantauan wasit, atau ada bola yang nyata-nyatanya gol namun karena terlanjur dimentalkan oleh kipper sehingga terlihat tidak gol. Dan aneka jenis kejadian-kejadian yang memicu kompetensi di luar lapangan atau lapangan sepak bola untuk sementara menjadi arena baku hantam dulu.

Bagaimana mau tidak seru, Sebagian besar pendukung yang militant, menyaksikan laga tanpa menenggak moke atau sopi serasa kurang ngeh. Bisa dibayangkan, kalau sejerigen arak sudah taputar di kepala, dengan prit wasit yang dirasa tidak sesuai, semuanya langsung berhamburan mengancam wasit di lapangan. Apalagi wasit garis yang selama 2x45 menit mondar-mandir di depan mereka, benar-benar diuji secara mental.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Alhasil, yang dibawa pulang bukan lagi cerita bagaimana serunya laga pertandingan yang berjalan, melainkan bagaimana serunya tawuran antar pendukung yang tidak bisa dilerai oleh pihak keamanan.

Tidak saja dalam perbincangan sesama orang dewasa, melainkan pada anak-anak yang baru mengenal bola, justru menceritakan bagaimana serunya tawuran yang terjadi.

Mereka merasa semacam ada kenikmatan tersendiri bila turut menyaksikan langsung adu jotos yang terjadi sehingga dengan penuh bangganya menjadi presenter untuk sesame kawan sebanyanya.

Begitulah adanya, hingga laga sengit di partai final kemarin, tersisa sekitar 15 menit sebelum peluit Panjang wasit dibunyikan, dimana skor sementara sudah 2-0, supporter dari tim yang tertinggal mulai berulah agar pertandingan dihentikan dan diulang dari awal lagi. Nekat benar tentunya.

Setelah partai final sudah dilangsungkan dan menandakan laga tarkam usai, gemuruhnya masih terasa sampai beberapa hari kedepan. Bukan oleh karena pengetahuan bola yang didapat secara gratis dari taktik dan skill yang ditampilkan dari dalam lapangan melainkan serunya kompetensi adu jotos antar pendukung.

Hingga muncul permintaan terakhir dari sesame pendukung, bahwa kalau bisa kedepannya ketika diselenggerakan Liga Tarkam, disiapkan memang dua panitia yang berbeda. Yang satunya panitia bola kaki, yang satunya panitia adu jotos antar pendukung. Biar lebih terstruktur begitu, serta rewardnya jelas. Atau bagaimana.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun