Mohon tunggu...
Konstantinus Aman
Konstantinus Aman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Belajar dari Pilkades (Sebuah Catatan Ringan)

8 Oktober 2022   09:17 Diperbarui: 8 Oktober 2022   09:20 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Pilkades (sumber: obor keadilan) 

Perhelatan Pilkades untuk kabupaten Manggarai Barat tahun 2022 ini telah usai dilaksanakan pada 29 September yang lalu, yang ditandai dengan proses pencoblosan di TPS. Akan tetapi, pasca pencoblosan di TPS usai, hingga sekarang riak-riaknya masih terasa. 

Masih tersisa rentetan unek-unek entah itu pribadi maupun kelompok (keluarga) terkait dengan proses pemilihan yang sudah terjadi. 

Ada yang berbangga atas kemenangan calon kepala desa yang diusung. Dan ada pula yang hingga sekarang masih belum puas atas hasil yang diputuskan. 

Bagi yang menang, euforia nya masih saja dirayakan seperti, arak-arakan di jalan, karaokean di rumah Kades terpilih selama 24 jam dan lain sebagainya. 

Sedangkan untuk yang kalah dalam pertarungan entah itu dari tim maupun keluarga masih membicarakan soal taktik politik yang belum beruntung. Mulai dari evaluasi kinerja tim yang kurang akurat hingga budget yang kurang dalam menjerat suara publik dan lain sebagainya. 

Yah, itulah realitas pesta demokrasi pada tingkat paling bawah birokrasi negara yakni di desa, memiliki keunikannya tersendiri. Perhelatannya berbeda jauh dengan pesta demokrasi pada level pemilihan pemimpin Daerah, legislatif hingga Nasional. 

Keunikannya ialah seperti: fanatisme keluarga dan rumpun keluarga besar yang sangat tinggi. Atau dengan kata lain, keluarga sebagai dasar atau basis bagi calon kades dalam 'bertarung'.

 Seperti yang diketahui bahwa, selama perhelatan Pilkades ini, perjumpaan sesama keluarga sangat tinggi. Relasi satu sama lain serasa dirajut kembali hingga rapih dan solid. Dimana Setiap kali perjumpaan antara satu dua orang selalu diliputi dengan isu dan topik politik di tengahnya. Hingga isu-isu negatif bagi tim lawan terus digoreng hingga garing. Tak pelak lagi, penilaian baik dan buruk (moral) terhadap figur manusia seakan menguap dengan mudah. Sekalipun tanpa kajian yang mendalam. 

Kemudian, menguatnya isu tentang politik uang yang seakan-akan 'halal' untuk diperagakan dalam ruang Demokrasi. Mengapa? Sebab alasan mengapa tim lainnya kalah musababnya karena fulus yang kurang atau tidak didukung dengan finansial yang mapan. Sebagaimana layaknya tim yang menang salah satu faktor nya ya karena uang yang gede. 

Selain itu juga, seni politik dalam ranah pedesaan adalah seni menipu dan berbohong. Doktrin ini masih sangat kuat dalam bayang-bayang cara berpikir orang kampung. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun