Mohon tunggu...
Konstan Aman
Konstan Aman Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis, Petani dan Guru Kampung (PPG)

Pewarta suara minor dari kampung.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Suanggi dalam Pandangan Orang Pacar

23 Desember 2020   22:35 Diperbarui: 23 Desember 2020   22:45 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: faktualdanterpercaya.com

Manusia dalam peradaban kebudayaan memiliki kepercayaan akan "Yang Lain" yang berada di luar kemampuannya untuk memahaminya. Objek dari "Yang Lain" misalnya matahari, air, bumi, bulan, dan pohon. 

Dalam perspektif setiap orang objek tersebut memiliki daya ikat tersendiri dan melaluinya manusia dapat memperoleh kekuatan dan bahkan mendatangkan keuntungan bagi kehidupan setiap saat. Kepercayaan seperti ini seyogianya telah mendarah daging sejak nenek moyang atau para leluhur dahulu.

Namun salah satu wacana yang cukup pelik yang kerap mewarnai kehidupan manusia khususnya dalam masyarakat tradisional adalah pandangan tentang suanggi. Setiap orang memiliki pengalaman yang internal menegenai bagaimana suanggi itu hadir dan tampak secara lahiriah ke dalam hidup mereka. Salah satu pengalaman yang kerap dikaitkan dengan pengaruh dari kekuatan suanggi itu adalah pengalaman penderitaan sakit, perpecahan dan lain sebagainya.

Dalam kesempatan ini saya hendak mengkaji fenomena suanggi dalam konteks masyarakat Pacar, Manggarai Barat. Kiranya tulisan ini juga mampu membuka cara pandang kita tentang fenomena suanggi yang kerap kali selalu menimbulkan problematif tersendiri bagi dalam kehidupan masyarakat.

Suanggi: arti dan asal

Sesungguhnya ada begitu banyak pandangan dan nama tentang suanggi. Pater Kirch menganggap suanggi sebagai manusia atau semacam manusia yang berkekuatan gaib atau jahat. (Georg Kirchberger: Allah Menggugat, 2012). 

Adapaun istilah lainnya yaitu suwangi atau swanggi untuk menjelaskan tentang seorang perempuan berkekuatan magis atau semacam hantu yang berhati dengki. Dalam pengembaraannya di Maluku dan Halmahera, hantu ini sering beraksi pada saat malam dengan wajah seram dan kepala yang bersayap hendak mencari korban.

Orang Manggarai sendiri memakai kata suanggi untuk membedakannya dari poti (iblis/roh jahat). Mereka bisa merasuki siapa saja, tanpa pandang bulu. Korban yang dijangkiti akan meninggal dengan cara-cara yang kadang kala tidak masuk akal. Ada yang sakit tanpa penyakit yang jelas. Ada pula yang mengalami gangguan jiwa, depresi, hingga akhirnya meninggal dalam situasi yang tak wajar. 

Tidak cukup banyak data yang saya capai untuk mencari tahu asal muasal suanggi. Namun setidaknya, term ini masih berhubungan erat dengan iblis dan roh jahat. Suanggi barangkali lebih dihubungkan dengan seorang tukang sihir. 

Bisa dikatakan, setan yang bersekutu dengan manusia. Roh jelmaan itulah yang belakangan dianggap sebagai suanggi. Itu berarti, istilah suanggi sendiri mesti dilepaspisahkan dari istilah setan atau roh jahat; walaupun pada dasarnya cara kerja roh jahat tak bisa dilepaspisahkan dari manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun