Mohon tunggu...
Amanda Zhafira
Amanda Zhafira Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Program Studi Administrasi Publik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia Krisis Petani Muda: Saatnya Generasi Muda Bangkit

8 April 2025   15:20 Diperbarui: 8 April 2025   15:08 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki potensi untuk memaksimalkan kekayaan alam yang dimiliki. Selain memberikan kontribusi terhadap perekonomian negara, pertanian juga menjadi pilar yang menopang ketahanan pangan negara dengan menyediakan bahan pangan. Dalam hal ini, petani menjadi aktor penting dalam menyediakan bahan pangan untuk didistribusikan kepada masyarakat. Namun, nampaknya saat ini jarang ditemukan anak muda yang tertarik untuk menjadi petani karena penghasilan yang tidak pasti dan hasil tani yang dipengaruhi banyak faktor sehingga memilih untuk bekerja di sektor formal.

Apa tantangan yang dihadapi oleh petani?

Pekerjaan di sektor pertanian bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak tantangan yang dihadapi oleh petani dalam memperoleh hasil tani. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu petani di Banten, yaitu Bapak AS, bahwa kendala yang dihadapi adalah jika pupuk sulit untuk didapat, serangan OPT (Organisme Penggangu Tanaman) yang tidak terkendali, dan faktor cuaca yang menyebabkan puso atau kerusakan tanaman (24/02/2025). Beliau juga mengatakan bahwa pemerintah setempat memberikan bantuan untuk petani yang bersifat stimultan berupa benih, pupuk POC (Pupuk Organik Cair), dan pupuk anorganik. Namun, terkadang kualitas benih yang diberikan tidak sesuai dengan label unggul serta pupuk anorganik yang biasanya diberikan adalah untuk selain tanaman padi, seperti jagung dan kedelai (24/02/2025).

Tanah yang subur, curah hujan yang tepat, terhindar dari kemarau, benih yang berkualitas, dan tanaman yang sehat akan menghasilkan produk yang berkualitas. Sebaliknya, jika tanah tidak subur, curah hujan yang tinggi, kemarau, benih yang buruk, dan terjangkit hama dapat menyebabkan gagal panen. Ketika petani mengalami gagal panen, petani tidak dapat memasarkan hasil panennya dan mengalami kerugian. Untuk petani kecil, akan merasakan kesulitan untuk balik modal. Inilah yang menyebabkan penghasilan petani tidak pasti. Tantangan-tantangan yang dihadapi oleh petani menjadi alasan generasi muda jarang tertarik untuk berkecimpung di sektor pertanian karena profit bergantung pada hasil tani yang dipengaruhi banyak faktor. Hal ini menyebabkan Indonesia kekurangan petani berusia muda untuk meneruskan pertanian Indonesia.

Petani Indonesia terus menua

Dirangkum dari antaranews.com, berdasarkan penuturan Kepala Badan Pusat Statistika diketahui bahwa petani kelompok usia di atas 65 tahun bertambah sebesar 3,40 persen dibandingkan tahun 2013 menjadi 12,75 persen dari jumlah petani Indonesia pada tahun 2023. Sementara itu, terjadi penurunan jumlah petani usia 35-44 tahun sebesar 4,26 persen dibandingkan tahun 2013 menjadi 22,08 persen dari jumlah petani Indonesia pada tahun 2023. Sedangkan, terjadi penurunan jumlah petani usia 25-34 tahun menjadi 10,34 persen pada tahun 2023.

Hal tersebut menunjukkan bahwa petani Indonesia terus menua, sedangkan jumlah petani muda terus berkurang. Sementara itu, petani berusia tua tidak dapat terus bekerja dengan produktivitas yang tinggi. Jika produktivitas pertanian menurun, akan sulit bagi Indonesia untuk lepas dari ketergantungan mengimpor bahan pangan dari luar negeri. Selain itu, kelompok petani usia tua juga akan sulit beradaptasi untuk menggunakan teknologi dalam bertani. Sehingga, keterlibatan generasi muda sangat diperlukan dalam sektor pertanian. Selain mudah beradaptasi dengan penggunan teknologi, mereka juga dapat melakukan inovasi untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Khusunya mahasiswa yang menempuh pendidikan di bidang pertanian yang dapat melakukan riset untuk kemudian diterapkan di lapangan.

Kementerian Pertanian berupaya memaksimalkan potensi pertanian dengan meluncurkan program Petani Milenial untuk meregenerasi petani di Indonesia sebagai upaya untuk memperkuat ketahanan pangan di masa mendatang. Regenerasi petani adalah upaya untuk menjaga dan meningkatkan jumlah petani dengan menggantikan petani yang berusia tua dengan petani yang berusia muda. Petani Milenial adalah petani berusia 19 (sembilan belas) tahun sampai dengan 39 (tiga puluh sembilan) tahun, dan/atau petani yang adaptif terhadap teknologi digital.

Pada tahun 2023, berdasarkan data BPS jumlah petani milenial di Indonesia mencapai 6.183.009 orang atau 21,93 persen dari total petani, yaitu 28.192.693 orang. Namun, jumlah tersebut terbilang di bawah 25% dari total petani Indonesia. Generasi muda lebih banyak memilih bekerja di kantor pemerintahan, perusahaan swasta dan pekerjaan lainnya dengan pendapatan yang lebih menjanjikan. Menteri Pertanian RI juga memberikan bantuan untuk menunjang program tersebut dalam bentuk dana, alat dan bahan untuk kegiatan pertanian.

Rendahnya minat generasi muda untuk menjadi petani tidak hanya dikarenakan penghasilan yang kurang menjanjikan. Alasan lainnya adalah bertani memerlukan waktu yang tidak sebentar untuk mencapai panen, perubahan iklim yang sangat berpengaruh pada hasil panen, resiko gagal panen, serta harga bahan dan obat yang tidak murah. Jika gagal panen, akan sangat sulit bagi petani untuk balik modal. Selain itu, ketersediaan lahan pertanian yang kian berkurang menjadi alasan bagi generasi muda yang tidak memiliki warisan lahan berpikir dua kali untuk menjadi petani karena akan memerlukan dana yang besar jika membeli lahan, begitu pula dengan sewa lahan.

Besar harapan agar program tersebut dapat berhasil dan meningkatkan keterlibatan generasi muda dalam regenerasi petani untuk memperkuat ketahanan pangan Indonesia. Namun, itu saja tidak cukup. Pemerintah perlu memperhatikan kesejahteraan petani dari seluruh kalangan usia, seperti keterjangkauan dalam memperoleh pupuk, benih, dan obat-obatan tanaman baik keterjangkauan akses maupun harga. Jika kesejahteraan petani dapat meningkat dan perlahan terjamin kesejahteraannya, maka stigma petani sebagai pekerjaan kelas bawah dapat berakhir. Petani yang sejahtera adalah akar dari negara yang sejahtera dan karena kerja keras mereka negara dapat mewujudkan ketahanan pangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun