Mohon tunggu...
Hanni Darwanti
Hanni Darwanti Mohon Tunggu... -

Ibunya AmandAiko ; belajar berpendapat, berlatih melihat dari banyak sisi..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Adiwiyata

19 Maret 2014   23:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:44 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/Admin (Shutterstock)

[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Bapak dan Ibu di jajaran Kementerian Lingkungan Hidup RI yang terhormat, Mohon maaf apabila datangnya e-mail ini mengganggu Bapak dan Ibu. Saya sekedar ingin menanyakan tujuan jujur dari program Adiwiyata bagi dunia pendidikan Indonesia. Pada website Kementerian Lingkungan Hidup - http://www.menlh.go.id/adiwiyata/ - tertera jelas :

Adiwiyata adalah salah satu program Kementerian Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Diharapkan setiap warga sekolah ikut terlibat dalam kegiatan sekolah menuju lingkungan yang sehat dan menghindari dampak lingkungan yang negatif.

Namun pernahkah Bapak dan Ibu turun langsung ke lapangan untuk melihat dan menilai proses sebuah sekolah ketika mengikuti program ini? Rapat persiapan, pembinaan, briefing dilakukan hanya berfokus pada bagaimana caranya sekolah memenuhi rubrik penilaian sehingga memperoleh nilai maksimal. Tips yang dibagi untuk memperoleh penilaian baik, di antaranya adalah:

  • Apabia visi misi sekolah tidak mencantumkan kata-kata yang menunjukkan keterkaitan dengan upaya PPLH, maka silakan diralat visi misi tersebut sehingga terlihat keterkaitannya, bahkan kalau perlu buat adendum untuk mengubah visi sekolah.
  • Apabila pada RPP tidak tercantum keterkaitan dengan upaya PPLH, maka silakan sisipkan keterkaitan.
  • Apabila siswa belum hafal visi misi sekolah, bacakanlah setiap hari, supaya apabila asesor datang dan bertanya secara random, seluruh siswa bisa menjawabnya.

dan masih banyak lagi tips yang diberikan agar perolehan nilai menjadi maksimal dan sekolah menjadi juara, tanpa sedikitpun tips yang mengajak sekolah untuk berupaya konkrit, berbuat nyata mengubah paradigma tentang pemeliharaan lingkungan oleh warga sekolah. Akhirnya dapatkah kita katakan bahwa tujuan program Adiwiyata ini betul-betul tulus ingin membangun kesadaran warga sekolah atas upaya pelestarian lingkungan? Ataukah yang sebenar-benarnya ini merupakan sebuah kompetisi yang bertujuan hanya satu saja, yaitu MENANG ??!! Menang dengan jalan apapun. Menang dengan menghalalkan cara bagaimanapun. Menang walaupun kalau hati nurani dipakai untuk melihat proses, begitu banyak yang harus diada-adakan, direkayasa, dibuat dan disusun khusus dan semua itu sebetulnya sama sekali tidak mencerminkan kesadaran warga sekolah dalam pelestarian lingkungan hidup. Ketahuilah, Bapak dan Ibu yang terhormat, Warga sekolah tidak selamanya hidup di sekolah. Warga sekolah akan pulang ke rumahnya masing-masing, dan di rumah ia tidak perlu hafal setiap butir visi misi sekolahnya yang dikarang sedemikian rupa supaya menyebut-nyebut kata pelestarian dan pemeliharaan lingkungan. Di rumahnya, warga sekolah tidak perlu merasa sedang dinilai oleh Panitia Adiwiyata, sehingga dapat saja membuang sampah sesukanya, boleh saja menghambur-hamburkan air dan tidak perlu berhemat listrik. Tidak ada rubrik dan form yang menilai perbuatannya. Hanya nuraninya sendiri yang ada di situ. Warga sekolah, ketika berada di rumah, di jalanan, di pasar, di pantai, di toko, di sekolah harus memiliki keyakinan bahwa dirinya adalah bagian dari lingkungan, dirinya hidup dengan memanfaatkan lingkungan dan oleh karenanya harus selalu menjaga lingkungan. Harus. Selalu. Tidak boleh berhenti. Walaupun sekolahnya tidak sedang mengikuti program Adiwiyata, Walaupun sekolahnya tidak sedang mengejar ambisi untuk mendapatkan predikat sekolah pemenang di tingkat propinsi, nasional, mandiri atau apapun. Adalah memalukan. Sangat memalukan apabila untuk mendapatkan sebuat predikat kita justru mengorbankan visi dan misi pendidikan yang paling hakiki; yaitu membentuk manusia Indonesia yang berkarakter dan berbudi luhur. Apalah perlunya dokumen KTSP yang dikarang-karang agar sesuai rubrik penilaian tetapi dalam pembuatannya mengabaikan kejujuran dan kesederhanaan? Apa gunanya anak didik dan karyawan disuruh menghafalkan visi dan misi tetapi perilakunya merusak lingkungan? Sepenting apakah segala dokumen administrasi yang harus direkayasa dan disulap sedemikian rupa agar memenuhi rubrik penilaian? Tidakkah lebih baik jika kita membangun hati, jiwa, pikiran dan perilaku seluruh warga sekolah melalui teladan dari diri kita ini. Mengajak mereka berbuat nyata. Konsisten. Dengan atau tanpa kejuaraan. Bapak dan Ibu yang terhormat, Saya memohon dengan sangat, ...tolonglah dunia pendidikan. Begitu sulitnya kami membangun karakter anak bangsa. Sejiwa demi sejiwa. Betul-betul tertatih, karena mengajarkan kebenaran kadang membuat kami dan bahkan anak didik kami tampak begitu asing dan aneh di mata masyarakat. Janganlah persulit lagi dengan program yang membuat anak-anak kami berpikir bahwa ada waktunya harus mengorbankan integritas demi sebuah ambisi untuk memenangkan gelar. Tolong! Seandainya, program ini memang dengan tulus dimaksudkan untuk membangun kesadaran warga sekolah, dengan segenap hati dan tenaga, kami akan mendukungnya. Kami berjanji bahwa tidak ada satu hari pun terlewat di mana kami tidak mengajak anak-anak menghargai, mencintai dan merawat lingkungannya. Kami ingin mereka merasa terganggu ketika melihat sampah, dan merasa malu jika teman atau apalagi diri mereka sendiri membuang sampah sembarangan. Kami ingin mereka merasa bersalah ketika boros dalam penggunaan air, listrik dan sumber daya alam. Kami ingin mereka merasa tidak nyaman ketika tangan atau kaki mereka merusak tumbuhan, mengganggu ekosistem. Kami ingin mereka menjaga lingkungan karena mereka memang sadar melakukannya untuk masa depan bumi. Kami ingin mereka mencintai lingkungan dan enggan merusaknya karena sadar bahwa lingkungan itu pemberian berharga dari Pencipta mereka. Tapi beribu maaf, Bapak dan Ibu. Kami sungguh-sungguh tidak ingin, mereka memelihara lingkungan karena sebuah gelar. Tidak juga karena rasa ingin menang. Salam hormat, Hanni Darwanti


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun