Mohon tunggu...
Amalia Salwa
Amalia Salwa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Maliki Malang

Little girl with big heart ♥

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kita Sudah Dewasa, Apa Iya?

16 September 2022   20:08 Diperbarui: 16 September 2022   21:15 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Written by Amalia Salwa - September, 2022

Tulisan ini dibuat untuk mereka yang sudah merasa dewasa namun masih ingin diperlakukan layaknya balita. Apa benar kita sudah dewasa? Atau mungkin lebih tepatnya apa iya kita masih balita?. Sering kali emosi yang keluar dari seseorang cukup meluap hingga berakibat pada dirinya sendiri maupun orang disekitar. Mengharuskan orang lain untuk menegerti dan memahami apa yang terjadi pada perasaan kita, sering juga memaksa orang lain untuk menunggu atau 'memomong' emosi kita agar kembali reda. Benarkah ini yang disebut dewasa secara emosi? Atau hanya raga kita yang mendewasa.

Jika membahas persoalan tentang usia, mungkin bagi sebagian orang setuju bahwa usia dewasa adalah ketika seseorang mencapai usia awal 20 tahun hingga akhir 30-an. Namun, bagi dunia psikologi perkembangan dewasa tidak hanya melulu tentang usia, tapi juga tentang kematangan secara emosional, sensorik, motorik, dansebagainya. Pada tulisan ini saya akan mencoba menghubungkan sebuah kata "kedewasaan" dengan emosi pada seseorang lewat dunia psikologi perkembangan agar kita lebih memahami arti dari "dewasa" yang sesungguhnya.

Mengutip dari dosenpsikologi.com, dewasa adalah masa peralihan dari ketergantungan ke masa mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis. Namun, sebagian lagi menganggap bahwa dewasa adalah awal dari puncak kesehatan, kekuatan, energi dan daya tahan, serta di puncak fungsi sensori dan motorik. Dengan begitu kental kaitannya dewasa dengan penemuan dan pengenalan jati diri, yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah semua orang mengalami masa itu atau hanya berlaku bagi orang-orang tertentu saja. Mungkin mereka yang memiliki lingkungan yang supportif, ekonomi yang menunjang dengan baik atau malah berlaku bagi mereka yang memiliki lingkungan serba keras hingga memaksa mereka menjadi 'dewasa' lebih cepat.

Sebelum menyelam ke dunia psikologi tentang keterkaitan emosional dengan kedewasaan saat ini, mari kita pahami apa sebanarnya arti dari perkembangan terlebih dahulu. Mengutip dari konsultanpsikologijakarta.com, perkembangan itu tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan saja, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan psikis yang berlangsung terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa perkembangan itu memepelajari tentang tingkah laku individu dalam perkembangannya dan latar belakang yang mempengaruhinya.

Umumnya sesorang dianggap sudah dewasa jika sudah dapat membedakan mana yang baik atau buruk bagi dirinya dan memiliki tangkat emosional, kognitif, motorik, serta sensorik yang berfungsi dengan sesuai. Tapi benarkah harus demikian? Dalam praktiknya individu berkembang dan bertumbuh sesuai dengan apa yang mereka dapatkan. Misalnya ketika individu yang tumbuh di daerah supportif dengan individu yang tumbuh dan berkembang di daerah kumuh dan minim motivasi itu berbeda dengan bagaimana cara mereka mengelola emosi. Seseorang yang tumbuh dengan segala kemanjaan dunia akan cenderung lebih lemah mental dan emosionalnya daripada seseorang yang ditempa keras dari lahir akan kerasnya kehidupan. Mudah mengeluh, cepat kehilangan motivasi jika gagal, dan mudah meluapkan emosi merupakan salah satu bentuk dari mental seseorang yang lemah. Mereka yang dari lahir harus bertahan hidup dengan sumber daya seadaanya akan lebih tahan banting dan cepat menemukan solusi jika terjadi masalah karena banyaknya pengalaman hidup.

Adapun cari-ciri seseorang dengan kecerdasan emosional yang baik adalah: a) Mengenali emosinal diri. Hal ini dimulai dengan jujur terhadap diri sendiri dan dapat ditunjukan dengan cara, waspada serta mematau perasaan diri dari waktu ke waktu, b) Mengelola emosi. Kemampuan  menguasai  diri  &  menyeimbangkan  emosi, dapat ditunjukan dengan cara pengungkapan yang tepat, bukan larut menekan ataupun melampiaskan emosi, c) Dapat memotivasi diri sendiri. Kemampuan berfikir dan membangkitkan suber semangat diri demi memenuhi sasaran juga perlu dilakukan agar tercapainya keseimbangan emosional, dan d) Mengenali dan memahami emosi orang lain.

Berdamai dengan emosional adalah saat kita dapat lebih jujur terhadap diri sendiri. Misalnya seperti saat kita sedang marah maka hindari kata "saya tidak boleh merasa marah" dengan begini menunjukkan bahwa kita tidak jujur dengan diri sendiri. Hal itu dapat menekan emosi bawah sadar yang akhirnya menumpuk dan membuat seseorang tidak dapat menguasai memosinya sendiri. Pengelolaan emosional juga diperlukan seseorang untuk dapat berdamai dengan emosinya, dapat dengan cara pngungkapan kata-kata yang tepat, bukannya malah larut dalam emosi yang tak terkendali ataupun melampiaskannya,

 

Sumber Rujukan

Andhini Siti. 2018. Resume Materi Kecerdasan Emosi dan Pengembangan Diri, (Online), (https://www.studocu.com/id/document/universitas-diponegoro/psikologi/resume-materi-kecerdasan-emosi-dan-pengembangan-diri/3496478), diakses tanggal 15 September 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun