Setelah salat dan makan siang, akhirnya kami menuju ke Perpustakaan Jakarta di Gedung Ali Sadikin. Sejujurnya saya mengandalkan insting dan ingatan dari konten di TikTok soal di mana Perpustakaan ini berlokasi. Maklum, pengalaman pertama. Dari yang saya ingat, kita harus menaiki tangga yang ada di depan Gedung Ali Sadikin menuju ke lantai 2. Kemudian berjalan lurus melewati Kopi Kenangan dan menaiki tangga jalan tidak jauh dari sana.
Begitu lantai 3 menyapa saya, saya langsung dihadapi dengan antrean yang mengular tepat di depan tangga jalan. Awalnya saya pikir itu adalah antrean untuk memasuki ruangan lain, ternyata itu adalah antrean menuju ke Perpustakaan Jakarta.
Tidak berpikir panjang, kami ikut memosisikan diri untuk mengantre yang sudah sampai ke lorong. Selama mengantre, saya menyadari bahwa ruangan kaca di sebelah tempat saya berdiri berjejeran etalase buku. Tebakan saya sedikit meleset, yang tadinya saya kira adalah toko buku, ternyata festival buku yang digelar oleh Taman Ismail Marzuki.
Anyway, antrean tidak dibiarkan berlama-lama. Dalam waktu sekitar 15 menit, kami sudah dipersilakan untuk memasuki area Perpustakaan Jakarta. Begitu melewati pintu, kami disambut oleh petugas yang menuntun kami untuk mengisi daftar hadir digital.
(Oh iya, pastikan Kompasianer sudah memiliki kartu anggota yang bisa didaftarkan di aplikasi Jaklitera jika ingin mengunjungi Perpustakaan Jakarta, ya!)
Pengisian daftar hadir begitu mudah dan ternyata tanpa reservasi. Saya hanya perlu membuka beranda aplikasi Jaklitera, kemudian menekan tombol QR di bagian tengah bawah, scan barcode ke mesin yang ada di pintu masuk perpustakaan, dan tara! Saya bisa menjelajah di Perpustakaan.
Registrasi selesai, saya dan teman-teman meminta kunci loker dan tas selempang di meja resepsionis. Perlu diingat bahwa Perpustakaan Jakarta hanya memprioritaskan tas selempang kepada pengunjung yang membawa laptop. Nah, karena di antara kami, hanya dua orang yang membawa laptop, maka kami hanya diberikan dua tas selempang.
Sayang sekali, pada hari itu, saya tidak sempat mengambil foto sebagai bukti keestetikan Perpustakaan Jakarta. Setelah melihat dengan mata kepala sendiri, saya setuju dengan netizen yang selalu mengelu-elukan kecantikkan desain interior tempat baca ini.
Perpustakaan dipenuhi dengan aksen kayu berwarna cokelat yang khas. Mulai dari rak buku, meja, dan kursinya. Lampu meja putih seperti payung yang memenuhi meja-meja kerja menerangi perpustakaan dengan cahaya kuning sedikit remang. Sangat menambah ambiens yang nyaman.
Satu hal yang tidak saya sangka---entah kenapa orang-orang melewatkan hal ini dan tidak banyak dibicarakan---Perpustakaan Jakarta itu WANGI. Harumnya enak sekali. Tidak semerbak dan tidak tajam. Cukup wangi tetapi tidak membuat pusing. Wangi woody yang sangat familiar dan sangat cocok dengan kesan yang diberikan oleh perpustakaan.