Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hak Perlindungan Perempuan Bakal Terwujud?

9 Januari 2022   11:27 Diperbarui: 9 Januari 2022   11:29 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.COM/ANTARA FOTO/M AGUNG RAJASA)

Barangkali paling lambat Februari nanti UU TPKS (Tindak Perlindungan Kekerasan Seksual) disahkan oleh sidang paripurna DPR-RI. Itupun setelah RUU tersebut terkatung-katung dimeja para pimpinan dan anggota dewan tersebut sejak tahun 2020. Baru tergerak  setelah menerima banyak desakan dan kritik dari beberapa organisasi/parpol, dari Komnas HAM  serta desakan Presiden maupun Wakil Presiden. Molornya dilakukan sidang demikian akhirnya menimbulkan cemoohan antar fraksi di dewan itu, dan akhirnya-akhirnya tuduhan beberapa fraksi terhadap pimpinan DPR dengan tudingan berlamban-lamban niat memutuskan sidang paripurnanya. Orang-orang itu tidak memperhatikan pentingnya UU tersebut, tersebab beberapa anggota pimpinan dan anggota fraksinya sedang terkesima untuk kunker keluar negeri, meskipun pagebluk covid-19 dan didunia sedang menghebat. Maklum segala biaya keperluannya ditanggung anggaran Negara, termasuk uang sakunya!

     Baru urusan yang ngelencer dan menggembirakan itu sudah dilakoni mereka, dan ketika Presiden dan Wapres ikut mendesak terealisirnya UU TPKS yang prinsipnya dianggap sebagai UU mengenai hak perempuan agar tidak mendapat kekerasan (terutama yang menyangkut urusan seksual) dalam kehidupan rumah tangga maupun pergaulan sosial, merasa terpkasa orang-orang DPR itu berjanji baka segera menyidangkan dan mengesahkan RUU itu.

     Para orangtua, dan terutama kaum wanita yang merasa takut menerima kekerasan seksual, bisa merasa lega karena ada dasar undang-undangnya bagi Kepolisian, Jaksa sampaipun Hakim dalam melakukan tindakan hukum masing-masingnya. Kaum wanita kita juga bisa memaklumi mengapa RUU TPKS itu terkatuhng-katung di DPR, yakni para anggotanya yang selalu menuntut hak-hak istimewa menyatakan sebagai "wakil rakyat" dengan biaya Negara (duit rakyat) itu seolah takpeduli atau abai saja pada RUU tersebut, karna untukmenyidangkan sampai dengan mengesahkan jadi UU, belum tahu siapa yang "membiayai uang sidang" selain yang sudah diterimanya dari sekretariat DPR. Sebab sudah diketahui, bahwa setiap Kementerian yang berurusan dengan sesuatu undang-undang yang bersangkutan dengan itu untuk disahkan, ada 'pesangon' bagi para anggota yang menyidangkannya lewat perorangan atau secara en-bloc lewat Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI. Bisa juga mereka kurang peduli terhadap RUU TPKS karena belum ada keluarganya antara isteri atau anak-anak perempuannya atau dari kerabat dekatnya, yang "dimakan" oleh predator-seks. Berbagai alasan dikemukakan.

     Paling santar menentangnya adalah Fraksi PKS, yang menurut anggota fraksi itu, Al Muzamil Yusuf, pengesahan RUU itu berarti "melegalkan perzinaan karena mengandung social-consent." Katanya tak sesuai nilai Pancasila, budaya dan norma agama. Kalau UU itu berdiri sendiri tanpa adanya aturan hukum Indonesia melarang perzinaan, yaitu perluasan Ps. 20 KUHP dan larangan GBHT pasal  20(2) KUHP, maka berisi norma social-consent. Katanya hal-hal itu menjadikan Fraksi PKS menolak draft UU tersebut. Tetapi dia tidak memberikan penguraian, unsur apa yang secara pasti bertentangan dengan nilai Pancasila, budaya dan norma agama yang dilanggar.    

     Yang mengherankan, fraksi-fraksi lain tidak menolak (cuma malas-malasan saja) membawa RUU tersebut ke sidang paripurna, Juga mengherankan, lebih banyak fraksi sepakat dan satu-dua fraksi tak sepakat. Bukankah kalau azas 'musyawarah mufakat' tak tercapai, diambil saja cara pilihan suara terbanyak. Demokratis. Bisa cepat-cepat diputuskan jadi UU, sekaligus mengingat kritik Komnas HAM: "Menunda disahkannya RUU itu, berarti abai terhadap perlindungan perempuan". Padahal, Ketua DPR-RI adalah wanita, lho!  

      Siapa tahu, bahwa kalau ada fraksi parpol tertentu masih juga menolak, biarkan dan lewati saja, karena ini demi perlindungan terhadap wanita. Terutama pada para gadis yang bisa terjerat dalam pergaulan-sosialnya, sampaipun para isteri yang terdampak kekerasan dalam rumahtangga. Siapa tahu, bahwa yang bersikap menolaknya adalah dalam sanubarinya ada benih sebagai predator-seks meski terlindungi status/jabatannya, atau yang gemar beristeri lebih dari satu-dua wanita!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun