Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PON XX, Tunda atau Pindah dari Papua?

27 Juni 2021   12:10 Diperbarui: 27 Juni 2021   12:44 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah Satu Venue PON Papua XX (KOMPAS.COM/DOK. Humas Pemprov Papua)

Tidak berlebihan ataupun rasa sentimen kalau ada usulan pelaksanaan PON XX ditunda saja ataupun dipindahkan dari Jayapura, Timika dan Sorong pada bulan-bulan depan. Memang akibatnya adalah kerugian dana untuk mempersiapkan pelaksanaannya, seperti pembangunan stadion olahraga, gedung-gedung untuk olahraga, kolam renang dan lain-lain. Meskipun kesemuanya kelak tidak terbuang sia-sia bagi para atlit atau yang berolahraga di tempat-tempat tersebut.

     Apa alasannya?

     Fokuskan pandangan kita pada sejauhmana penjagaan keamanan terhadap teror  KKB Papua yang berkeliaran disekitar kabupaten-kabupaten pegunungan seperti Puncak, Puncak Jaya, Mimika, Yahukimo dan lain-lain. Dalam pertengahan Juni ini saja  5 orang pekerja bangunan di desa Bingki distrik Seradola kabupaten Yakuhimo,  tewas ditembak dan dibacok serta 4 orang disanderanya. Para pekerja bangunan yang tidak ngerti soal politik ataupun perbedaan suku bangsa itu dijadikan korban mereka. Akibatnya, lebih dari 250 orang penduduk desa/distrik itu mengungsi arah pedesaan perbatasan Yakuhimo dengan kabupaten Asmat, karena merasa tidak terlindungi oleh Aparat Keamanan. Meski baru didatangkan kekuatan gabungan TNI-Polri untuk menyelidiki dan memburu gerombolan itu. Kalau dihitung Januari-Juni 2021 menurut Polda Papua, 18 tewas dan 14 luka-luka tambah yang disandera.  Sepantasnya mereka  lebih pantas disebut sebagai gerombolan teroris serta "gerilyawan" itu bisa saja berhasil menggagalkan  rencana PON di Papua. Masalahnya, Aparat Keamanan setempat belum bisa menjamin keamanan untuk menumpas para teroris berikut pengikutnya. Jadi,  sebaiknya berusaha mencari keselamatan jiwa atlit dan masyarakat penontonnya. Sebab, jangan-jangan dalam PON itu selain ada event atletik jenis lempar-lembing dan lempar-cakram, disusupi dengan "dilempari granat".

      Kerapuhan dalam pemerintahan daerah di provinsi Papua pun akhir-akhir ini terjadi  kasus memalukan. Gubernurnya, Lucas Enembe, diam-diam memasuki negara Papua Nugini lewat jalan jalur-tikus dan tertangkap pihak Imigrasi PNG pada 1 Arpil 2021 lalu. Dia dideportasi (diusir) kembali ke RI. Untung tidak ditahan Imigrasi PNG. Alasannya ke PNG sembunyi-sembunyi itu untuk berobat. Mungkin berobat ke dukun Papua yang ada di PNG. Kesalahannya yang fatal dan memalukan negara kita itu menjadikan dia tidak diaktifkan. Tahu-tahu menjadi aktif ketika menjelang akhir Juni ini dia mengajukan protes ke Menteri Dalam Negeri yang mengangkat Sekda Provinsinya menjadi Pelaksana Harian (Plh) Gubernur. Mantan Guberrnur itu tidak menyadari blunder dia dideportasi oleh negara lain, melanggar hukum internasional. Bagaimana seorang Gubernur bisa mengamankan daerahnya (untuk bersama-sama Aparat Keamanan) kalau dirinya menjadi contoh pelanggar hukum serius. Ingat pepatah 'guru kencing berdiri, murid kencing berlari'.

     Stabilitas rapuh pada sektor kewibawaan, kemampuan pemerintahan daerah  dan bidang pengamanan itulah yang perlu difahami oleh para pelaksana rencana PON XX di Papua mendatang. Belum lagi himpitan pagebluk covid-19 berikut varian-varian barunya. Penundaan sampai dengan kondisi yang baik/memungkinkan kiranya tidak terlalu banyak merugikan ketimbang terjadinya gangguan/tragedi bidang keamanan dan covid-19 terhadap para atlit nasional maupun penontonnya. Atau mungkinkah memindah lokasinya diluar Papua kalau harus dilakukan tahun ini? Memang bisa mengecewakan masyarakat Papua yang mau ikut merasa bangga daerahnya jadi tempat PON. Namun, apabila keamanan tidak bisa dijamin, apa mau dikata? Kalau Aparat Keamanan khawatir sorotan  Kontras (HAM) menuduh kekerasan bersenjata atau unlawful killing  dalam masalah Papua, perlu mereka menjawab dulu, bagaimana perbuatan para teroris Papua itu terhadap orang-orang sipil itu? Kiranya perlu mengajak satu-dua orang Kontras/HAM (yang ada di Pusat/Jakarta) untuk ikut dalam operasi keamanan di kabupaten-kabupaten pegunungan Papua. Barangkalu mereka bisa mengadakan perundingan langsung dengan gerombolan tersebut. Atau justru sebaliknya! Tapi perlu dicoba-coba cara itu, sehingga tidak asal berpikiran, memperkirakan, kemudian menuduh menyalahkan operasi keamanan terhadap 'gerilyawan teroris' Papua itu.

     Kalau PON XX tetap untuk dilangsungkan di Papua,--terutama bila atas desakan masyarakat setempat maupun tinjauan aspek politisnya---maka jaminan keamanan harus dilaksanakan. Sudah saatnya kembali meninjau sejauhmana kemampuan bertindak demi kewibawaan pimpinan Kepolisian dan TNI yang berwenang di provinsi-provinsi Papua serta sejauh mana efektivitas yang disebut Otsus Papua itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun