Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Meneliti Pengaruh Virus Penjara

27 Juni 2020   11:15 Diperbarui: 27 Juni 2020   11:07 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)

Keputusan untuk memberi keringanan hukuman terpidana yang sudah menghuni Lembaga Pemasyarakatan alias penjara oleh Kementerian Hukum & HAM, akhir-akhir ini menuai dua sisi pendapat berbeda dari masyarakat. Satu pihak membenarkan keputusan tersebut. Sesuai dengan undang-undang/hukum dan berperikemanusiaan. Ratusan penghuni penjara diberi keringanan hukuman dan dibebaskan. Termasuk yang menyusul hingga kini. 

Alasannya, mereka yang berkelakuan "baik" selama dipenjara sesuai undang-undang/hukum dan kemanusiaan. Belum ada sebulan, muncul beberapa kasus kejahatan kecil dilakukan oleh beberapa pelaku kejahatan yang baru dibebaskan dari LP  dibeberapa daerah. Masyarakat yang kurang yakin atas penilaian pihak pemangku LP, bisa menuduh ada permainan 'bayaran' untuk mendapat pembebasan. 

Lalu pelaku bisa bertindak kejahatan lagi seperti semula atau lebih canggih. Yang mengejutkan, gembong kriminalitas John Kei di Jakarta yang mempunyai 'geng' dengan catatan malang-melintang didunia kriminalitas yang selalu diiringi kekerasan, juga mendapat keringanan hukuman  setelah baru beberapa tahun didalam penjara yang seharusnya dilakoninya selama 16 tahun di Nusakambangan. 

Beberapa tahun lalu Pengadilan Negeri di Jakarta menjatuhkan hukuman sekitar 12 tahun atas tindak pidana John Kei. Ketika kasusnya dinaikkan ke Mahkamah Agung, justru menentapkan tambahan hukuman menjadi 16 tahun dan penjara untuknya di pulau Nusakambangan. Kira-kira tiga bulan lalu Kemenkumham memberi ampunan bebas bersyarat karena John Kei dianggap bertingkah laku baik di penjara. 

Namun, baru beberapa bulan bebas, dia sudah perintahkan anak buahnya melakukan kekerasan bersenjata api dan tajam terhadap anggota masyarakat dan juga keluarga sanaknya, Nus Kei  di Tangerang (Banten). Seorang tewas dan lainnya luka-luka karenanya. Patut dipuji, tindakan Kepolisian Metro Jaya segera bertindak meringkus John Kei berikut lebih dari 35 orang anak buahnya yangn ditangkap Bersama dia maupun yang menyerah dan yang maish menjadi buronan.

Sudah menjadi cerita umum, kalau seorang pelaku kriminalitas kecil-kecilan lalu dijebloskan ke LP, bila keluar dari penjara itu dia sudah mendapatkan "pelajaran" berbuat kejahatan lebih maju. Sudah pasti tertular oleh virus-kriminalitas-penjara (belum ada namanya, karena diluar lingkup kewenangan Kemenkes, apalagi WHO). Virus inipun berbahaya dalam kehidupan sosial dan budaya kita. Kalau kaliber perbuatan kriminalitas John Kei, justru dia yang menularkan virus kriminalitas itu.

Menjadi pertanyaan umum, bagaimana mungkin terpidana seperti Joh Kei yang dihukum 16 tahun, baru menjalani 2-3 tahun dipenjara kelas berat (Nusakambangan) sudah bisa mendapat hak bebas-bersyarat? Siapa yang menentukan dia berlaku "baik dan sopan" selama dalam penjara itu? 

Apakah dia sudah maklum bakal mendapat hak bebas itu dalam beberapa tahun tahanannya, yakni berpura-pura berlaku "baik dan sopan"? Yang lebih parah, kalaulah ada pihak-pihak yang "kuat" justru "melindungi" John Kei dan gengnya. Alias dia menjadi anjing herder atau bulldog atau "binatang-piaraan" untuk suatu waktu dimanfaatkan tindak kriminalitasnya bagi kepentingan bersifat ekonomis. Bahayanya adalah apabila demi kepentingan politis. 

Kecurigaan macam itu muncul, usai memperhatikan kok begitu mulusnya gembong kriminalitas itu mendapatkan keputusan bebas-bersyarat dari hukuman penjara. Permasalahannya agak tertutupi, karena dalam waktu bersamaan terpidana korupsi yang merugikan uang negara trilyunan rupiah, Nazaruddin, akan dibebaskan. Kasusnya menjadi bahan polemik yang hangat di masyarakat dan politikus.

Rakyat tidak minta berlebihan dalam kasus-kasus macam itu. Bukan hanya didasarkan secara hukum/aturannya seseorang terpidana kriminalitas memenuhi syarat dan ditinjau "bertingkah laku baik" yang bisa subyektif penilaiannya. Hendaknya juga mempertimbangkan perasaan rakyat terhadap yang bersangkutan karena perbuatan sebelumnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun