Mohon tunggu...
Amak Syariffudin
Amak Syariffudin Mohon Tunggu... Jurnalis - Hanya Sekedar Opini Belaka.

Mantan Ketua PWI Jatim tahun 1974

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dari Ampunan Balik ke Penjara atau Neraka

22 April 2020   07:59 Diperbarui: 22 April 2020   08:06 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemenkumham total telah membebaskan 38.822 narapidana, termasuk anak binaan selama pandemi virus corona sampai hari ini, Senin (20/4). Ilustrasi (ANTARA FOTO/SEPTIANDA PERDANA)

DARI ampunan balik ke penjara atau neraka. Dua tujuan pilihan itulah bagi orang-orang yang tak mau bertobat meski sudah merasakan pengapnya sel-sel penjara. Pemerintah sudah bermurah hati membebaskan ratusan narapidana dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) alias penjara, berdasarkan peri kemanusiaan akibat merebaknya pandemi covid-19. 

Seumpama saja salah seorang penghuni penjara itu membawa virus wabah tersebut, bisa dipastikan sekurang-kurangnya puluhan narapidana disitu akan tertular. Bisa-bisa setengah dari ratusan penghuninya bakal jadi pasien covid-19 ataupun meninggal.  Yang pasti, biaya perawatannya mahal, sulit dan jadi tanggungan pemerintah serta masyarakat pendonor dana dan darah. Juga sulit menyediakan lahan mengubur mereka! Kita tahu, kebijakan berprikemanusiaan itu dituduhkan orang-orang tertentu dan organisasi Corruption Watch sebagai alasan membebaskan koruptor dari penjara. 

Sampaipun Menteri Hukum & HAM, Yasonna M. Laoly setengah naik pitam menjelaskan di sidang DPR, bahwa yang dibebaskan ialah narapidana tindak kriminal ringan dan sudah menjalani pidana beberapa tahun. Terpidana koruptor, teroris dan pelaku perdagangan narkotika tidak dibebaskan. Maklumlah, pak! Kalau orang-orang di organisasi itu tidak ngomong begitu meskipun tidak meneliti kenyataannya, lalu apa kerjanya karena setiap bulannya terima honor Negara?

Ketika pembebasan dilakukan, banyak pengurus Rukun Warga dan Rukun Tetangga yang warganya termasuk penghuni LP  yang dibebaskan, menjadi ketar-ketir hatinya. Khawatir sesudah dibebaskan, ada yang melakukan tindak kriminal seperti sebelumnya. 

Padahal, harapan masyarakat dan pemerintah, dalam LP yang bersangkutan bisa berbuat baik dan menyadari perbuatannya dulu menyalahi hukum negara dan sosial bangsanya. Karenanya, kalau dulu istilah penjara, dirubah menjadi LP dengan tujuan melakukan pembinaan mental dan sikap yang dipidana. Tetapi itu teorinya. Ternyata, hanya sebagian saja yang bisa terbina. Banyak yang jadi narapidana lalu berkawan dengan gembong kejahatan dan belajar darinya  melakukan kejahatan.

Belum ada satu bulan sejak pembebasan itu, sudah muncul beberapa kasus kejahatan seperti penjambretan, meningkatnya pencurian, begal sepeda motor maupun perampokan. Yang sudah tertangkap, terbukti mereka alumni LP disesuatu daerah. Ada begal sadis bersenjatakan clurit di Jakarta ditembak mati Polisi karena membacok anggotanya yang akan menangkapnya. Dia alumni LP kota Bandung dalam kejahatan yang sama dulunya. Begitu pula dua bandit perampok toko emas dan beberapa lagi didaerah dikirim ke neraka dengan ditembak mati karena melawan.  

Kebijakan yang baik telah dilakukan Pemerintah terhadap para narapidana. Kondisi kini yang bagaikan menghadapi buah simalakama, "dimakan bapak mati, tidak dimakan ibu mati". Masyarakat memahami kebijakan dan tindakan itu dalam kondisi muramnya wajah Ibu Pertiwi karena pandemi covid-19. Kepercayaan masyarakat, mereka yang dibebaskan itu menjadi insyaf untuk menjadi warga yang tidak merugikan sesamanya.

Masyarakat tidak ingin "menghukum" mereka dikaitkan tindakannya yang salah dimasa lalu. Tetapi  memahami sambil berharap, yang diberi ampunan itu tidak melakukan tindak kriminal lagi. Karenanya,  berharap kewaspadaan aparat hukum, terutama Kepolisian (yang kini aktif mengatasi pandemi covid19 dan PSBB) serta pengurus RW/RT/Kelurahan setempat.           

Memang kita jangan mencurigai mantan narapidana itu akan melakukan tindak kriminal lagi. Tetapi beberapa darinya ada yang kambuh bertindak kejahatan, mencederai kepercayaan masyarakat. Sebab, sementara masyarakat berupaya melawan pandemic covid-19 berpedoman "Jaga dirimu, Selamatkan yang lain" serta mewaspadai munculnya virus itu tahap kedua, mereka yang kambuh berbuat jahat lagi bagaikan menangguk ikan di air keruh. Jadi, seharusnya kepercayaan masyarakat itu diimbangi dengan tindakan tegas. 

Kalaulah ada masyarakat yang jadi geram dan "menangani" pelaku kejahatan hingga babak belur (atau hingga tewas), dalam kondisi normal memang salah. Tetapi dalam situasi macam sekarang, asalkan terbukti benar adanya, kira-kira bisa dimaklumi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun