Jika boleh meminta, aku sungguh tidak menginginkan ini terjadi. Sepuluh tahun silam, tatkala kita masih asyik-masyuk menyimak lakon "Ramayana" tiba-tiba terjadi keributan dari belakang panggung. Keributan yang belakangan kita ketahui, Pak Suburlah yang memprovokatori. Bapakmu merasa dicurangi dalam pilkades yang rampung seminggu sebelum pertunjukan wayang kulit digelar. Sementara kepala desa terpilih, yang tidak lain adalah bapakku sendiri menyangkal telah melakukan kecurangan dalam bentuk apapun.
Baku pukul antara pendukung bapakmu dengan pendukung bapakku pun tidak terhindarkan. Meski tak butuh waktu lama untuk meredakan kedua belah pihak, tapi situasi malam itu benar-benar sangat kacau. Pagelaran wayang kulit yang di-tanggap bapakku sebagai bentuk syukuran atas terpilihnya dia sebagai kepala desa pun terpaksa dibuyarkan. Dan kau, malam itu digelandang anak buah bapakmu, meninggalkan aku yang masih mencoba mencerna semuanya,
Hmmm sudah sepuluh tahun, dan aku masih suka tidak terima. Bagaimana denganmu, apakah kau sudah bisa memaafkan kedua bapak kita?
*****
Sementara tidak jauh dari panggung, seorang perempuan diam-diam mengawasi laki-laki yang sedari tadi sibuk sendiri dengan kamera di tangannya. "Ternyata kau masih suka dengan wayang kulit, ya?," gumam perempuan itu dalam hati.
Surabaya, 2020