Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa truk-truk pengangkut sampah dari Tangsel sudah mulai beroperasi sejak 9 Juni 2025. Aktivitas mereka terpantau ramai menuju TPA Bangkonol. Hal ini makin menegaskan bahwa perjanjian kerja sama tersebut tak sekadar wacana, tapi sudah berjalan di lapangan.
Sayangnya, sebagian warga setempat mengaku tidak pernah dilibatkan dalam sosialisasi kebijakan ini, apalagi diberikan pemahaman soal dampak jangka panjang terhadap lingkungan sekitar, kesehatan masyarakat, dan kualitas hidup mereka.
Wisata vs Sampah: Dilema yang Semakin Jelas
Pertanyaannya sekarang: apakah arah pembangunan Pandeglang sudah bergeser? Dulu mengandalkan wisata, kini membuka diri terhadap pengelolaan limbah dari luar daerah. Apakah ini pertanda bahwa Pemkab sudah mulai mengorbankan potensi wisata demi pendapatan instan?
Jika tak ditangani hati-hati, label "Kabupaten Limbah" bisa jadi melekat lebih kuat dibanding "Kabupaten Wisata". Apalagi jika dampak lingkungan mulai terasa: udara tak lagi segar, air tanah tercemar, dan wisatawan mulai enggan datang.
Warga Butuh Jawaban dan Solusi
Masyarakat Pandeglang tidak menolak pembangunan. Tapi mereka butuh kebijakan yang berpihak pada lingkungan dan masa depan, bukan solusi instan yang justru meninggalkan masalah baru.
Pengelolaan sampah memang perlu, tapi prioritasnya seharusnya adalah peningkatan sistem pengolahan sampah internal terlebih dahulu, bukan menerima kiriman dari luar saat sistem lokal sendiri belum kuat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI