Dalam dunia yang penuh distraksi, visual mungkin menarik perhatian. Tapi cerita itulah yang melekat lebih lama di ingatan. Sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi yang tengah magang di Dinas Pariwisata Kota Batu, saya menyadari bahwa promosi wisata kini tidak bisa hanya mengandalkan pemandangan yang indah atau daftar fasilitas yang lengkap.
Mari kita ingat, mengapa seseorang memilih berlibur ke suatu tempat? Bukan hanya karena keindahannya, tapi karena mereka merasakan sesuatu dari cerita yang disampaikan entah itu nostalgia, kehangatan, petualangan, atau bahkan keingintahuan. Inilah yang disebut sebagai relasi emosional antara destinasi dan wisatawan. Dan peran utamanya kini dimainkan oleh digital storytelling.
Selama menjalani magang di bagian marketing, saya terlibat dalam proses perencanaan konten yang tidak hanya memuat gambar dan video, tetapi juga narasi. Saat kami mengangkat konten tentang Museum Srimulat, misalnya, kami tidak hanya menampilkan interior bangunan atau koleksi lawakannya, tapi juga mencoba menyampaikan suasana nostalgia, tentang bagaimana Srimulat pernah menjadi bagian dari kehidupan keluarga Indonesia. Cerita inilah yang menghidupkan gambar.
Storytelling dalam promosi wisata  adalah bentuk komunikasi yang mampu menyatukan visual, teks, dan audio menjadi satu kesatuan emosional. Video reels tentang sunrise di Paralayang Batu bukan hanya indah secara visual, tapi bisa menjadi sangat menyentuh jika disandingkan dengan narasi reflektif tentang "mencari ketenangan di tengah rutinitas kota". Di titik inilah komunikasi membentuk keterikatan batin antara audiens dan destinasi. Dalam konteks anak muda, storytelling digital menjadi jembatan antara konten promosi dan kebutuhan emosional mereka: healing, mencari makna, menyambung memori. Komunikasi yang mampu menyelipkan makna di balik gambar jauh lebih berdampak daripada sekadar menyebutkan "spot foto terbaik" atau "tiket murah".
Maka, bagi pelaku komunikasi, promosi wisata kini menuntut kreativitas yang lebih dalam. Bukan sekadar menjual tempat, tapi membangun pengalaman yang bisa dibayangkan dan dirasakan bahkan sebelum mereka datang langsung. Di sinilah kekuatan komunikasi hadir menjadi penghubung antara realitas dan imajinasi, antara informasi dan emosi. Akhirnya, wisata bukan hanya tentang ke mana seseorang pergi. Tapi tentang apa yang mereka rasakan sebelum, selama, dan setelah perjalanan itu. Semua itu bisa dibentuk, dimulai, dan dihidupkan melalui kekuatan cerita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI