Tahukah kalian, kota mana yang terkenal dengan tahu kuningnya? Ya, benar, Kota Kediri. Kota Kediri merupakan kota kelahiran saya. Kalau kalian pernah ke Kediri, pasti kalian akan menjumpai monumen Simpang Lima Gumul atau yang lebih terkenal dengan sebutan "Monumen SLG" yang sebagai ikon kota ini. Lalu, apa lagi yang kalian ketahui tentang kota ini? Sejarahnya? Tempat pariwisatanya? atau kebudayaannya? Nah, di sini saya akan mengulas tentang salah satu kesenian khas di Kediri. Pasti kalian penasaran, kan? Yuk, simak uraian berikut ini.
Kediri merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang mempunyai peninggalan sejarah dan beragam tempat pariwisata yang potensial untuk dikembangkan, baik obyek wisata alam, budaya, maupun sejarah. Kesenian Jaranan sebagai salah satu industri kreatif di Kediri sanggup bertahan di antara perkembangan teknologi yang sudah masuk dalam kehidupan masyarakat.Â
Kesenian Jaranan itu sendiri tidak sama antara daerah satu dengan daerah lainnya, melainkan kesenian ini mempunyai nama bermacam-macam sesuai dengan asal-usul dan sejarah yang panjang. Kesenian Jaranan ini lahir pada masa kerajaan kuno Jawa Timur berdiri sehingga bisa dikatakan jika kesenian ini merupakan tradisi leluhur dari masyarakat Jawa Timur itu sendiri.Â
Di masa modern ini, sebagian masyarakat masih banyak yang melestarikan kesenian daerah, meskipun kesenian ini sudah ratusan tahun yang lalu. Dengan demikian, sudah sepantasnya kita bangga, dikala banyak orang mulai melupakan kesenian ini, kita masih berkesempatan mengenalnya, bahkan sudah seharusnya kita sebagai generasi penerus bangsa ikut melestarikan kebudayaan Indonesia, termasuk kebudayaan daerah kita sendiri agar tidak tersaingi oleh kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia, dan kalau kata orang Kediri "Kita kudu nguri-uri kabudayan jawi supaya ora kesaing karo kabudayan asing."
Tari Jaranan merupakan kesenian tari tradisional yang dimainkan oleh para penari dengan menaiki kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu. Tidak hanya kaya dengan nilai seni serta budaya, tarian ini pula sangat kental dengan kesan magis serta nilai spiritual. Pada perkembangannya, tari Jaranan ini masih senantiasa hidup serta dilestarikan di sebagian wilayah di Jawa Timur. Di Kediri, tari Jaranan ini sebagai ikon kebanggan masyarakat Kediri.Â
Tarian ini masih dilestarikan serta dikembangkan oleh sebagian sanggar seni yang terdapat di Kediri. Sementara itu, tiap sanggar mempunyai karakteristik serta pakem tertentu dalam setiap penampilannya. Di sisi lain, kesenian Jaranan itu sendiri saat ini telah menjadi salah satu bagian dari kehidupan masyarakat Kediri.Â
Hal ini ditunjukkan dengan semakin meningkatnya jumlah kelompok jaranan dari tahun ke tahun. Tidak hanya itu, pertunjukan jaranan juga sangat menarik perhatian masyarakat, baik untuk turut serta dalam kelompok jaranan, jadi penari jaranan disaat pertunjukkan, bahkan dengan adanya pertunjukan jaranan, masyarakat juga dapat ikut serta berjualan di acara tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa selain dapat menghidupkan kesenian daerah Kediri, kesenian jaranan secara tidak langsung turut berpartisipasi dalam menaikkan perekonomian masyarakat sekitar. Â
Adapun untuk nama kesenian jaranan itu sendiri berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya. "Dwijo Putro" merupakan salah satu kelompok kesenian jaranan di Desa Tanon, Kecamatan Papar, Kabupaten Kediri. Nama yang sangat unik ini ternyata diambil dari nama seorang pengendang, pelatih, sekaligus pemilik dari kelompok kesenian jaranan, yaitu Bapak Dwi Harto. Nama ini diusulkan oleh para pemain jaranan.Â
Pada saat itu, seluruh anggota saling berdiskusi membahas nama yang tepat untuk kelompok kesenian jaranan mereka. Salah seorang pemain mengusulkan kalau nama kelompok kesenian jaranan mereka adalah Dwijo Putro yang diambil dari nama Bapak Dwi selaku pelatih. Akhirnya, banyak yang setuju dan beberapa minggu kemudian setelah memohon surat perizinan kepada Dinas Kebudayaan, akhirnya mendapat persetujuan dan sudah mendapat kartu izin untuk pentas. Setelah itu, empat hari kemudian kelompok kesenian jaranan Dwijo Putro ini mendapat job.Â
Anggotanya sekitar 45 orang, mulai dari panjak, anak wayang, dan bapa. Adapun tempat latihan mereka adalah di sebuah ruangan yang ada di belakang rumah Pak Dwi, atau bisa dikatakan kebonan dan diiringi tabuh gamelan. Berawal dari sekadar bermain di desa, tidak disangka ternyata pertunjukan dari kelompok kesenian Bapak Dwi Harto menarik perhatian orang karena keluwesan gerakannya, kekompakannya, musik pengiring (gamelan) nya yang merdu, bahkan lighting-nya.Â
Banyak orang yang bertanya soal harga. Banyak orang yang akhirnya mengundang karena cocok dengan harga serta kualitas penampilannya. Berawal dari dana kecil serta harga promo sana-sini, akhirnya mampu mencapai harga tinggi. Selanjutnya, kelompok kesenian ini melakukan pertunjukan dimana-mana hingga dikenal banyak orang. Â