Mohon tunggu...
Alvina Nur Fadillah
Alvina Nur Fadillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

nothing

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dominasi Karbohidrat: Bukan Makan, Kalau Belum Makan Nasi

1 November 2023   13:00 Diperbarui: 1 November 2023   13:03 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makan merupakan salah satu kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Makan menjadi aspek yang sangat penting untuk tetap berada dalam kondisi prima di saat seperti ini. Cuaca yang ekstrim dan padatnya kegiatan yang dilakukan ditambah dengan kebiasaan buruk masyarakat Indonesia, seharusnya tidak membuat seseorang memenuhi kebutuhan makan hanya sebagai formalitas saja. Sebagian masyarakat Indonesia tidak memenuhi kebutuhan makannya secara seimbang. Baik dalam segi porsi, gizi maupun frekuensi makan (Sidik, 2023).

Adapun makanan yang seimbang harus meliputi karbohidrat, protein, lemak dan juga mineral. Karbohidrat merupakan sumber energi utama disusul dengan protein untuk membantu pembentukan tubuh dan zat-zat lainnya. Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan unik dalam mengonsumsi karbohidrat. Salah satu sumber karbohidrat yang menjadi pokok makanan masyarakat Indonesia adalah nasi. Alih-alih sebagai sumber energi utama, nasi cenderung menjadi satu-satunya makanan pokok. Melansir dari Licorice: Southeast Asian Market Insights, 88,4 persen masyarakat Indonesia lebih menyukai nasi dibanding makanan lainnya. Pernyataan ini didukung dengan istilah yang beredar di masyarakat “belum makan kalau belum makan nasi.”

Nasi merupakan makanan yang sangat mudah ditemui. Produksi padi dan beras sangat melimpah dikarenakan alasan geografis Indonesia yang menjadikan Indonesia menjadi negara agraris. Dari sisi kandungannya, nasi memiliki indeks glikemik yang tinggi. Dilansir dari situs Harvard Health Publication, indeks glikemik menunjukkan seberapa cepat kandungan karbohidrat dalam makanan bisa diubah menjadi glukosa oleh tubuh manusia. Adanya indeks glikemik akan membuat lonjakan cepat dalam kadar gula darah yang nantinya memicu pelepasan insulin  atau hormon yang membantu sel-sel menyerap gula. Kenaikan drastis ini dapat menjadi boomerang berupa turunnya kadar gula darah secara drastis pula. Hal ini dapat menimbulkan timbulnya rasa lapar atau lesu lebih cepat sehingga dikhawatirkan akan mendorong keinginan untuk mengkonsumsi lebih banyak makanan serupa seperti nasi dan sumber karbohidrat lain untuk mendapatkan energi yang dirasa hilang agar terisi kembali hingga menciptakan pola konsumsi yang berulang.

Kecenderungan mengkonsumsi nasi sebagai makanan utama tanpa mempertimbangkan zat makro lain dan kecukupan zat mikro secara rutin dapat memicu peningkatan PTM seperti diabetes dan obesitas. International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa Indonesia berada di posisi ke-5 dengan jumlah penderita diabetes sebanyak 19,5 juta orang. Jumlah tersebut diperkirakan akan bertambah menjadi 28,6 juta pada tahun 2045. Indonesia berada pada posisi ke-3 penderita diabetes pada umur 20-79 tahun dengan 14,3 juta orang yang terdiagnosis dan terdapat 73,7% orang yang tidak terdiagnosis. Secara keseluruhan di Indonesia terdapat 19,5 juta penderita diabetes (20-79 tahun) pada tahun 2021. 

Selain diabetes, penyakit tidak menular lain yang berkaitan dengan berlebihnya zat mako seperti karbohidrat yang ada di dalam nasi adalah Obesitas. Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi orang dewasa (>18 tahun) yang mengalami kelebihan berat badan (didefinisikan sebagai memiliki IMT ≥25 - <27) sebesar 13,6 persen (di peringkat sebagai ‘tinggi’) dan obesitas (IMT ≥ 27) sebesar 21,8 persen (sangat tinggi). Hal ini menunjukkan bahwa 35,5% atau satu dari tiga orang dewasa Indonesia hidup dengan kelebihan berat badan atau obesitas. Selain itu, juga terdapat peningkatan, yaitu sebesar 3,9% rata-rata tahunan untuk kelebihan berat badan dan 8% rata-rata tahunan untuk obesitas. Kelebihan berat badan dan obesitas lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Riskesdas 2018 menyebutkan angka kelebihan berat badan pada wanita sebesar 15,1% dan pria sebesar 12,1%. Sedangkan, untuk obesitas pada wanita sebesar 29,3% dan 14,5% pada pria.

Untuk mencegah timbulnya obesitas dan diabetes serta penyakit-penyakit lainnya, diperlukan asupan yang seimbang pada setiap kali makan. Masyarakat dapat mengacu pada salah satu program pemerintah yang dikenal dengan istilah “Isi Piringku”. Isi Piringku merupakan panduan konsumsi makanan sehari-hari yang diluncurkan pemerintah. Selain pola makan, Kementerian Kesehatan juga mensosialisasikan 4 pilar gizi seimbang dalam Isi Piringku, yaitu mengonsumsi makanan beraneka ragam, pentingnya pola hidup aktif dan berolahraga, menerapkan  pola hidup bersih dan sehat, serta menjaga berat badan ideal. Isi piringku membagi  piring menjadi 3 bagian dan mengisinya dengan makanan bergizi seimbang, yaitu 50% diisi dengan buah dan sayur dan 50% dibagi menjadi dua, yaitu 1 bagian untuk lauk pauk kaya protein, baik protein hewani maupun nabati dan 1 bagian lainnya untuk karbohidrat (Kemenkes, 2014).

Untuk membantu menstabilkan pola konsumsi masyarakat yang dapat menimbulkan PTM seperti diabetes dan obesitas akibat dominasi karbohidrat,  diperlukan peran dari berbagai aspek. Hal ini perlu didukung dengan upaya promosi kesehatan baik dari pemerintah sebagai penyelenggara hingga masyarakat sebagai pelaksana. Upaya promosi kesehatan dapat dilakukan melalui rangkaian event kesehatan rutin yang meliputi upaya edukasi/sosialisasi, aktivitas fisik bersama ataupun dalam bentuk media promosi seperti iklan atau pemanfaatan sosial media. Selain itu, pemerintah juga dapat mengadvokasikan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan dampak jangka panjang peningkatan prevalensi penyakit diabetes dan obesitas. Kebijakan ini dapat dilakukan dengan peningkatan cukai gula yang optimal, penyediaan alternatif sumber karbohidrat serta pengalokasian dana kuratif kepada preventif dan promotif untuk masyarakat.

Penulis: Alvina Nur Fadillah dan Kania Nurfatihah, FKM UI.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun