Mohon tunggu...
Alvin Haidar
Alvin Haidar Mohon Tunggu... Relawan - Chemical engineer in the making

Teknik kimia ITB 2016, Terbentur, terbentur, terus tidur Pembelajar, pelajar, pengajar, terhajar.... Cek ig @sobatgajah yakkk

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Menelisik Sudut Pandang Wabah dalam Perspektif Al-Quran dan Sunah (Part 1)

19 Maret 2020   17:35 Diperbarui: 19 Maret 2020   17:40 1754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: https://www.freepik.com/free-vector/corona-virus-infographics_6706042.htm

Disclaimer: Tulisan ini bukan buat menanggapi fatwa atau kritik terhadap lembaga atau pemerintah. Bukan juga cocoklogi, murni dengan niat meningkatkan kesadaran dan keimanan semata atas kejadian yang menimpa kita dan dunia. Nuhuun 

Pandemik virus COVID-19 atau biasa disebut virus COVID-19 yang mewabah di seluruh dunia termasuk Indonesia menjadi wabah yang menjadi isu global dan menghambat segala aktivitas kehidupan manusia akhir-akhir ini. Terhitung semenjak hari ini dituliskan jumlah orang terinfeksi di Indonesia telah mencapai 227 kasus. Langkah-langkah preventif seperti social distancing dan sistem lockdown yang diterapkan di beberapa negara merupakan upaya yang dilakukan guna menekan jumlah orang yang terinfeksi. Secara historis virus atau wabah nyatanya pernah terjadi di masa kenabian baik sebelum Islam datang maupun setelahnya. Hal ini dapat dibuktikan melalui teks-teks tertulis baik melalui wahyu berupa Al-Quran secara tidak langsung atau teks hadis secara langsung.

Wahyu  dalam perspektif Islam dipahami sebagai bentuk risalah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW yang merupakan firman Allah SWT tanpa perubahan atau modifikasi baik dari beliau atau pun malaikat Jibril sekalipun[1]. Allah menjamin keasliannya dalam surat Al-Hijr ayat 9 “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” Secara terminologi wahyu dapat juga diartikan sebagai ilham, isyarat, maupun perintah yang secara langsung diberikan oleh Allah SWT[2].

Lantas bagaimanakah kita sebagai seorang muslim seharusnya melihat wabah COVID-19 yang kini menerjang? Perspektif Al-Quran dan Hadis terkait pandemik COVID-19 dapat memberikan sudut pandang bagi kita bahwa tanda yang diberikan Allah terkait wabah COVID-19 telah jelas baik terkait sifat zatnya, upaya penanganannya, dan hal-hal lain yang berasosiasi dengannya. Selain itu dengan menggali hikmah atas pandemik COVID-19 melalui tanda-tanda ini mampu menjadi salah satu bukti nyata atas keaslian risalah Al-Quran dan Hadis yang selama ini diragukan kaum orientalis dan liberalis.

Pertama, sebagai sang khalik kita harus mengetahui bahwa sejatinya COVID-19 termasuk makhluk Allah juga sesuai dengan ayat Al-Quran surat Al-Baqarah 164:

إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ وَٱلْفُلْكِ ٱلَّتِى تَجْرِى فِى ٱلْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٍ فَأَحْيَا بِهِ ٱلْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٍ وَتَصْرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ وَٱلسَّحَابِ ٱلْمُسَخَّرِ بَيْنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-Nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS Al-Baqarah : 164).

COVID-19 mungkin hanya sebagian kecil dari tanda-tanda yang ditunjukkan oleh Allah SWT. Makhluk Allah tidak hanya dibatasi oleh material dan indra tetapi juga yang imaterial. Hal ini menjadi landasan yang harus diimani umat Islam terkait subjek ilmu itu sendiri seperti yang diterangkan dalam surat Al-Haqqah ayat 38-39 [3]. 

فَلا أُقْسِمُ بِمَا تُبْصِرُونَ . وَمَا لا تُبْصِرُ

Artinya:” Maka aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan apa yang tidak kamu lihat.”(QS Al-Haqqah : 38-39)

COVID-19 merupakan jenis virus dan memiliki keunikan di antara makhluk hidup lainnya. COVID-19 virus memiliki bentuk spherical atau bulat yang berisi RNA dengan ukuran mencapai nanometer. Nama “corona” hadir karena bentuknya yang seperti mahkota. Selayaknya virus pada umumnya, virus merupakan makhluk hidup yang akan aktif saat menemukan inangnya.[4] Ketika memasuki sel inang, virus akan memperbanyak dirinya jika sel inang yang dimasukinya tidak memiliki pertahanan diri yang dan daya tahan tubuh yang cukup. 

Kedua, merebaknya wabah yang terjadi di Indonesia dan seluruh dunia tidak terlepas dari peran manusia yang turut memperburuk keadaan lingkungan. Hal ini dapat kita lihat dari apa yang diwahyukan Allah SWT dalam surat Ar-Ruum 41:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Ruum: 41).

Meski virus COVID-19 sejatinya ialah adalah makhluk Allah yang bergerak atas kehendaknya, nyatanya kerusakan yang diperbuat oleh tangan manusia justru dapat memperparah kondisi demikian. Menurut majalah Guardian kenaikan dan udara kotor yang ditimbulkan dari praktik industri, kendaraan, dan gas buang lain yang dihasilkan manusia semakin memperkecil ketahanan tubuh manusia itu sendiri dalam menangani virus COVID-19. Meski tidak secara langsung hal ini meningkatkan laju kematian yang diakibatkan oleh COVID-19 itu sendiri. Lebih lagi gaya hidup tidak sehat dan upaya menjaga lingkungan dengan baik membuat virus ini semakin mudah tersebar. Hikmah yang bisa dipetik dari penyebaran corona ialah diberikannya Bumi ini untuk beristirahat dari beragam aktivitas manusia. Contohnya berkurangnya emisi gas baik dari kendaraan maupun industri yang berkurang drastis di beberapa negara.

Ketiga, ikhtiar manusia dalam mencegahnya, meski wabah yang menimpa seluruh dunia secara keseluruhan merupakan kehendak-Nya. Apa yang terjadi sesungguhnya dapat diatasi jika manusia sendiri itu mau berubah atas kondisi yang menimpanya.  Pada surat Al-Anam dijelaskan bahwa:

وَإِن يَمْسَسْكَ ٱللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُۥٓ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِن يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

Artinya: “Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (QS Al-An’am : 17).

Wabah virus COVID-19 bukanlah wabah yang tak bisa ditanggulangi. Dengan mengikuti aturan dari pemerintah dan tenaga kesehatan upaya penekanan virus COVID-19 dapat ditekan. Sistem lock-down dan social distancing dapat memperkecil kemungkinan penularan virus yang tersebar melalui interaksi fisik. Hal ini diterapkan di beberapa negara termasuk negara tetangga Malaysia. Dalam level individu, penjagaan diri melalui penggunaan handsanitizer, penggunaan masker, dan mengikuti instruksi pemerintah merupakan bentuk ikhtiar yang bisa kita lakukan guna mengurangi penyebaran wabah. Melalui saduran dalam Washington Post terbukti laju penyebaran COVID-19 secara grafik dapat dilihat dari Gambar 1 yang disadur langsung dari Washington Post.

 Upaya lockdown atau pun social distancing telah disampaikan pula oleh Rasulullah SAW saat terjadi wabah yakni:

"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari)

Hal ini juga dilakukan ketika Umar bin Khattab melakukan perjalanan menuju Syam lebih tepatnya daerah Sargh, saat membawa rombongan sahabat akhirnya khalifah Umar kembali pulang dan mencegah rombongan memasuki wilayah yang terkena wabah thaun tersebut. Tidak mengherankan beberapa negara seperti Arab Saudi melakukan pembatasan kunjungan umrah dari luar guna mencegah penyebarannya menjadi lebih besar. Pada akhirnya social distancing yang dilakukan merupakan bentuk ikhtiar dan tawakal yang dilakukan bagi seorang muslim dalam menghadapi takdir-Nya.

 

Referensi:

[1] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur`an Jilid 2, Tangerang: Lentera Hati, 2011, hlm. 557-558.

[2] Manna’ Khalil Al Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an Terjemah Mabahis Fii Ulumil Quran, Penerj: Drs. Mudzakir AS(Bogor: Litera Antar Nusa,2011) Hal.36-37

[3] Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta,Bandung: PT Mizan Pustaka, 2016, hlm. 187

[4] David A.J. Tyrrell and Steven H. Myint.  Medical Microbiology. 4th edition.

[5] Pang J, Want MX, Han Ang IY, et al. Potential rapid diagnostics, vaccine and therapeutics for 2019 novel coronavirus (2019-nCoV): a systematic review. J Clin Med 2020;9:623. doi:10.3390/jcm9030623

[6] Prathama Rahardja, Teori Eknomi Mikro, Jakarta: Penerbit FEUI, 2010, hlm. 26-27

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun