Dia masuk ke ruanganku. Memberikan salam dan langsung duduk di depanku. Berbasa basi menanyakan aku sedang buat apa. Menilik wajahnya aku langsung semakin membuat diriku seolah-olah sibuk.
Aku 'dekat' dengan beberapa dari mereka. Kami suka mengobrol dan tentu bergosip ria. Maksudnya, aku yang mendengarkan mereka bergosip hangat sampai panas yang tengah berseliweran. Aku bagian yang memberi komentar komentar yang membuat mereka semakin seru bercerita.
Aku pun yakin di belakangku mereka juga membicarakan tentang aku. Kenapa aku tahu, karena, ada saja yang menceritakan kembali kepadaku. Aku senang saja karena paling tidak aku jadi tahu pendapat mereka tentang aku. Termasuk yang paling konyol sekalipun. Aku bahkan ikut tertawa mendengarnya.
Dia tidak memberikan waktu lama untuk membiarkan diriku tenggelam dalam keseolah-olahan sedang mengurus negara. Dia mulai dengan intro yang segera membuatku berdoa agar bukan aku yang terkena sampur untuk mendengarkan ceritanya.
Aku merasa apa yang disampaikannya antara penting dan tidak penting, sehingga aku menanggapi hanya dengan ekspresi dan senyumku saja. Komentar seadanya hanya untuk meyakinkan dia bahwa apa yang disampaikannya tidak perlu terlampau serius ditanggapi oleh dirinya sendiri.
Aku terkejut ketika kelihatan dia mulai serius. Bagaimana mungkin dia jadi serius. Akhirnya, aku pun memilih untuk agak serius.
"Kamu yakin," tanyaku mengalihkan mata dari komputer di depanku.
Suaranya agak berubah dan dia mendesakku untuk memberi pendapat. Aku menghindar. Aku merasa tidak kapabel memberikan pendapatku. Jadi aku hanya memberikan ilustrasi yang menurutku baik untuk dia pertimbangkan.
Kalau sudah begini aku menjadi benar-benar kewalahan, karena apapun yang dia perlukan hanya dukungan baginya. Sementara, sangat tidak gampang untuk memberikan dukungan tanpa tahu detil siapa yang tengah seru dibicarakannya denganku.
Lagi lagi, aku hanya mampu mengatakan, "Kamu yakin?"
Dia memberikan alasan alasan yang aku yakin, jika dia sekarang menjadi aku pasti dia melakukan hal yang sama, menggali informasi sedalam mungkin, dan kemudian meragukannya. Terlampau cepat, terlampau mendadak. Mengundang untuk berpikir apa ada dukun yang terlibat.
"Kamu yakin?" aku berusaha membawanya untuk melihat segala sisi.
Tidak mempan. Melihat wajahnya yang sekarang menimbulkan belas kasihan akhirnya aku pun hanya mampu berkata, "Jika kamu yakin, maka..........." Belum juga selesai yang mau kukatakan dia sudah melonjak gembira dan berterima kasih untuk dukunganku.
Dia mengundangku, tapi aku tidak datang. Bukan karena apa apa, aku malas saja. Tidak ada alasan lain. Oh, ya, ada. Aku gemas melihat dirinya. Tapi itu adalah hidupnya, apapun yang kukatakan hanya dia yang berhak mengambil keputusan.
Lama, aku tidak bertemua dengan dia. Aku beberapa kali melihatnya, menyaksikannya. Tak urung aku jadi tertawa melihat perubahan dalam dirinya. Perubahan yang positif. Si bungsu yang manja tapi pemberani. Aku kagum dengan kecerdasannya. Dia manis, lembut, tetapi, ya, itu, tentu bisa juga berbuat bodoh. Tapi siapa sih yang tak pernah berbuat bodoh.
Bukankah ada sesuatu yang tak bisa kita hindari dalam cerita hidup kita?
Kami bertemu lagi. Dia terlihat lebih dewasa, tapi di mataku dia adalah seorang teman yang sangat manis dan lucu.
Beberapa hari kemudian dia mengirim pesan singkat mengajak bertemu. Tentu saja aku senang.
Dibuka dengan gosip gosip ringan yang membuat kami terbahak bahak. Kami juga bicara yang serius. Hingga kelihatan dia tidak sabar menanyakan padaku apakah aku sudah mendengar berita tentang dirinya. Terus terang aku mengatakan kepadanya rasanya aku pernah mendengar tapi aku tidak percaya.
Dan, saat itu, aku harus percaya karena dia langsung menceritakannya padaku. Aku tidak ingin bertanya lebih jauh.
Aku agak merasa bersalah atau ini kesempatan baginya untuk menyalahkanku. Dia menambahkan semua itu terjadi karena aku tidak datang menghadiri. Bahkan dengan entengnya dia mengatakan bahwa itu terjadi karena salahku, karena ketidakyakinanku maka itu terjadi. Aku tersenyum.
Sejak awal aku memang tidak yakin. Ketika itu aku dapat melihat gambar besarnya sekaligus detailnya. Sementara, dia kebetulan hanya berada di satu sudut tanpa punya waktu untuk diberi kesempatan melihat sekeliling. Sangat manusiawi.
Ketika kami mengobrol, dia beberapa kali menerima telepon. Dari caranya berbicara aku menarik kesimpulan ada sesuatu di antara mereka berdua. Tapi, aku tidak mau bertanya. Sampai akhirnya dia yang bercerita. Tidak seperti yang sebelumnya kali ini disampaikan dengan lkalem.
Walau aku sudah berusaha menahan diri, tak urung keluar juga dari mulutku, kusampaikan dengan lembut. "Kamu sekarang yakin?"
Cukup lama kami saling terdiam. Meja kami berada di teras. Cafe mau tutup. Para waiter disana minta izin pulang dan mempersilahkan kami boleh tetap duduk disana. Mereka bahkan menuangkan minuman kami ke dalam gelas plastik. Akhirnya, dia mengatakan, jika waktunya tiba dia meminta aku datang memberikan restu. Aku yakin dia telah banyak mengambil pelajaran. Secara tulus aku mengatakan aku akan mendoakannya. Kami berpisah.
Sekian waktu kami kembali tidak berjumpa. Sampai pagi tadi aku menerima bbm darinya. Seperti biasa, kami saling memberi emoticon menggambarkan senangnya dapat berjumpa pagi ini. Kemudian, berikut aku membaca pesan yang ditulisnya bahwa aku harus datang. Aku tidak perlu bertanya untuk apa. Aku tahu.
Dia kembali menulis sungguh mengharapkan kedatanganku. Aku membalasnya dengan sangat panjang, bukan untuknya, tapi untuk disampaikan pada si dia. Apa yang ada di kepalaku aku tuliskan dan memintanya berjanji memberikan untuk dibaca si dia.
Dia memberikan hug and kisses emoticon banyak sekali. Sekali lagi dia memastikan bahwa jangan sampai aku tidak datang. Dengan bercanda aku tulis bahwa aku pasti datang karena aku juga ingin ketularan kebahagiaannya. Sekarang ganti dia yang jadi penasaran. Aku hanya tertawa. Aku berkata this happiness moment is hers, not mine yet.
Dia membuatku menangis pagi ini. Bahagia. Sebetulnya kami tidak dekat dekat amat, tapi dia secara tidak sengaja melibatkan aku ke dalam fase penting dalam kehidupannya. Aku jadi merasa seperti ibu peri yang baik hati yang harus datang memberikan semua nubuat kebahagiaan baginya.
Pagi ini doaku juga untuk dia. Aku sungguh memohon kebahagiaan melimpah dalam hidupnya.
"Kamu sekarang yakin."
Aku akan datang.
*for imoet
"if two of you shall agree on earth as touching any thing that they shall ask, it shall be done for them......"
11/02/14
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI