Mohon tunggu...
S.DJumi
S.DJumi Mohon Tunggu... Lainnya - menulis apa adanya

Menulis apa adanya sebab hidup apa adanya Tidak mengada ada

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar Pilihan

Isu Lingkungan, Sampah Jogja Perlunya Sinergitas

4 Agustus 2023   11:37 Diperbarui: 4 Agustus 2023   23:07 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok.pri lukisan fajar menyingsing

Pernyataan Sri Sultan Hamengkubuwono X  tentang penutupan sampah yang membuat "grobyakan" semua pihak ( tribun Jogja) adalah pernyataan yang real dari pemimpin  kraton Jogja dan juga gubernur Povinsi DIY ini sungguh nyata. Semua orang selama ini sudah berpuluh tahun "enak kepenak" membuang sampah di depo dan tempat TPS dekat rumah dan hasilnya sampah tanpa pemilahan ini langsung di buang di TPA Piyungan.

Selama ini sangatlah  kita tidak mau tahu menahu tentang sampah-sampah kita yang entah  sik penting nguwang dab dan kesadaran untuk pemilahan dari rumah ini sungguh ironi kampanye dari DLH sangat tidak " di ketahui" dan di gubris tentang upaya real 3 R  yakni pemilihan dan pemanfaatan sebagai sampah rumah tangga kita.

Pemerintah DIY anggarkan 100 milyar rupiah untuk pemanfaatan sampah menajdi tenaga listrik  kata kepala DLH DIY di salah satu media massa lokal, inilah sungguh menyejukan walaupun prakteknya masyarakat penikmat pembuang sampah ke Piyungan sedang merasakan "buah simalakama" karena pembuangan sampah mereka terutam di komplek-komplek perumahan  tidak ada yang gratis!

Sudah lama masyarakat pinggiran kota Jogja dalam upanan pinggiran perbatasan Bantul dan Sleman yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta banyak yang menjadi korban lahan pekarangan maupun sawah menjadi TPA orang-orang  yang tidak bertanggung jawab ketika sebuah pemukiman baru ( perumahan) tidak didukung dengan sanitasi dan tempat pengolahan sampah di lingkungan  mereka berimbas kepada lingkungan sekitar ( penduduk lokal).

Banyak kasus yang terjadi bahkan ada yang tertangkap basah pun ngeyel tidak mau mengakui membuang sampah yang sudah di beri tand peringatan di larang membuang sampah dan mereka tidak menghargai ( kerja bakti  karena ini baru regeng di masa memperingati 17an ini sungguh membuktikan) bahwa banyak sampah sebelum isu penutupan TPA Piyungan ini sudah menjadi problema di masyarkat Masa kotis ( masyarakat yang berada di pinggiran perbatasan antara Bantul, kota dan juga Sleman.

Isu penutupan ini menjadi nyata dan semua Grobyakan  adalah juga nyata, namun  kita masih lupa pangkal soalnya perijinan buat bisnis dan pemukiman baru atau tempat belajar( sekolah maupun perguruan tinggi) masyarakat tidak tahu menahu tentang AMDAL dan tidak mau membuat  tempat pengolahan sampah sendiri ( kecuali gedung milik pemerintah) dan  ini tidak wajib dan tidak ada sanksi hukum dari perda atau DLH sebagai dinas terkait.


Masalah inilah yang membuat DLH tidak bisa tegas untuk menjewer para  pemilik sampah yang "tidak bisa memilah " sampah organik, anorganik dan juga sampah rumah tangga ( semoga lekas ada rancangan perda ini seperti di solo bisa  kit contoh atau di Bandung  perda ini bisa kita contoh juga  sebagi rekomendasi)

Isu lingkungan

Jogja sebagai barometer nasional seharusnya "malu: sebab baru regeng-regengya membangun infrastruktur di berbagai wilayah pelabuhan udara YIA , jalan tol dan JLSS yang  kita tidak  kita sangka dampak lingkungannya sungguh  sungguh tidak bisa hindarkan bahkan dampak lingkungan calon jalan TOL di jogja bisa jadi harus kita pikirkan untuk lima atau sepuluh tahun yang akan datang adalah nyata, sebab jalan tol bisa jadi ada sampah nyata dan juga sampah polusi udara kita harus siap-siap untuk anak cucu di Jogja tidak bisa kita hindrkan tidak sebanding dengan untungnya investasi trilyunan rupiah yang dampaknya berkelanjutan ke anak cucu kita.

Baca juga: Berburu Banteng

Isu tentang pemanfaatan sampah sebagai tenaga listrik sudah mengemuka sangat lama  isu dulu perusahaan dari Jerman yang tidak jadi investasi di Jogja dan mengalihkannya ke luar jogja sudah ada sejak dulu karena kebijakan itulah yang membuat mereka mangkir dan sekarang isu investasi 100 milyar untuk mengolah sampah jadi PLTS adalah isu lama  yang coba di munculkan lagi karena overloadnya TPA Piyungan dan tidak mudahnya kita membuang sampah keluarga yang dampaknya juga para pejabat di Provinsi ini juga yang merasakan maka di  carilah jalan pintas di Cangkringan ( dengan segala penolakan dari masyarakat) dan  di istimewakannya penduduk kota jogja untuk buang sampah (100 ton sehari  tribun jogja) di TPA Piyungan sungguh kebijakan ambigiu yang nyata " sedikit rasis semoga tidak benar adanya) karena kami yang di Bantul dan Sleman juga inginnya  bisa di buka awal-awal agustus ini sebab sampah kami sudah menumpuk  banyak dirumah.

Sungguh ironis karena kota jogja bukan saja pojok jalanan bahkan alun-alun kidul kraton juga sudah jadi seperti di buat TPS  ini adalah nyta timpangnya dan tidak tegasnya aturan semakin nyata dan wajah pemerintahan Jogja sebagai taruhannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun