Tumbal [6] rahasia buku harian bapak
Lembaran duka dan sakit hati itulah yang terulis di buku kumal yang berdebu yang aku lihat di lemari tua bapak seakan menjadi saksi, diantara sela halaman ada foto-foto kegembiraan bapak dengan ekdua orang tuanya, nampak sederhana dan sungguh  membuat hati yang melihat seakan bertanya itu adalah kebahagaian terakhir yang telah  mereka rasana bertiga!
Waktu seakan  baru kemarin 55 tahun lalu kejadian itu berlalu tanpa terasa aku dan kakak yang merupakan cucu mereka bisa merasakan betapa waktu seakan masih tidak berpihak pada , aku tahu  meraba dalam gelap foto hitam putih itu seakan bercerita bahwa nenkku sudah pandai memotrek dengan  kameranya sedang kakek  menurut cerita bapak adalah saudagar tembakau  yang sangan disegani dan mudah akrab dengan siapapun di desa kami.
"mereka membawa kakek dan nenek di sebuah  gunung" pekik  kakakku lagi
"ini Cuma gambar gunung  kak" balasku  karena kaget atas teriakan kakak tadi
"truk itu membawa ke sebuah hutan dan gunung, ini gambar dan tulisan bapak di halaman ini" aku coba mencermati dan aku hanya bis abilang
"itu coretan indah bapak kak" Â kataku sedikit menahan diri untuk tidak larut dalam keheraan menemukan haarta karun bapak.
"ini benar dik kita harus tahu cari truk itu entah kemana mereka membawa kakek dan nenek '' kata kakak memberi  aku pengertian lagi.
Waktu bergitu cepat berlalu
Konon kata  orang-orang tua yang ada di sekitarku para tahanan politik itu biasanya di bawa ke pulau buru, dan sebagaian di Nusakambangan, tetapi yang membuat aku dan kakak begidik adalah ada yang di bawa kesebuah hutan dan  mereka dis udahi disana tanpa ada pengadilan yang nyata buat mereka
"ada sebagaian yang dibawa di Luweng konon di sekitar pulau Jawa bagian selatan banyak luweng dan goa vertikal untuk mengesekusi mereka " kataku pada kakak
"benar itu gambar dari bapak truk  membawa mereka  kehutan dan dan semak...jadi" pekiknya padaku
"apakah kakek dan nenek di bwa ke Luweng itu ak?"' jawabku spontan
"tidak dik ini tidak masuk akal semua harus di cari kebenarannya, diantara mereka ada pak lurah dan pak dukuh serta tokoh-tokoh  pemuda yang konon  ikut gerakan kiri itu" jawab kakaku sehingga aku pun akhir tahu apa harta karun yang ada di lemarai tua di rumah  lama bapak itulah sakasi hidup yang nyata.
Atas nama kebeneran mereka membabi buta dan atas nama negar  mereka  menyudahi dengan yang dianggap penghianat oleh mereka. Aku tahu betapa  keadaa mungkin tidak bisa dibalik dan tidak bisa memperbaiki masa lalu yang tidak akan kembali lagi seperti kamari, sama seperti saat pandemi ini yang aku dan kakak lalukakn adalh berbenah rumah yang besar dan sudah lama tidak pernah di gunakan lagi, walau bau rasa temabau di sudut ruangnya masih nampak samapai sekarang.
------
TumbalÂ