Mohon tunggu...
Abdullah  Muslich Rizal Maulana
Abdullah Muslich Rizal Maulana Mohon Tunggu...

A Moslem, A Philosopher, a Culture Lover

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Islam sebagai Pandangan Hidup

22 Mei 2013   14:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:11 1694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hari ini, ada sebuah fenomena yang terbilang agak janggal di mata. Islam, hari ini nyatanya hanya dilihat hanya sebagai sebuah norma. Ia hanya dipandang sebatas sebuah dogma. Ia mengaku Islam, namun perilakunya tidak Islami. Agamanya Islam, namun tutur katanya tidak mencerminkan kepribadian seorang Muslim. Katanya Muslim, namun hatinya tidak sejalan dengan akalnya ketika ditanya, ‘bagaimana dia berislam?’.

Jadilah, kata-kata Islam KTP. Dia menjadi seorang Muslim yang tidak menemukan keislamannya. Namun istilah itu hari ini –sekali lagi- perlahan hilang. Apakah Islam KTP itu benar-benar sudah menjadi ‘realitas’? Karena sedikit demi sedikit pelanggaran menjadi sebuah kebiasaan, yang kemudian dimafhumi, lantas kemudian ’diakui’. Nilai-nilai agama jadi tidak berlaku, karena toh yang menjadi standar kemudian adalah manusia. Bukan lagi Agama.

Namun pertanyaannya, apa benar Islam itu hanya sekedar dogma? Apa benar ia hanya ‘norma?’

Tentu tidak. Jikalau Islam hanya dogma, ia tidak akan mampu mengakomodasi sebuah peradaban. Pernyataan ini tidaklah berlebihan, karena itulah kata Sejarah. Lepas dari sedikit banyak konsumsi masyarakat atas kebenaran, namun inilah faktanya. Selama 14 abad Islam mampu menjadi sebuah sistem kehidupan, sebuah peradaban kompleks yang integral antara agama dengan kehidupan. Kebesaran Islam dalam sejarah bahkan sebagaimana dicatat oleh Editor Oxford Dictionary of Islam, John L. Esposito telah mampu menyentuh Eropa di tahun 711.

Maka Tidaklah berlebihan jikalau bahkan Orientalis sekelas H.A.R.Gibb  menyatakan, “Islam is indeed much more than a system of theology, it is complete civillization.” Dalam sistem yang dibangunnya, Islam membentuk sebuah korelasi yang sangat kompleks dan aktif dengan wahyu sebagai basis. Wahyu, yang diturunkan oleh Allah kemudian diderivasi atasnya konsep-konsep dasar atas ilmu Islam. Dengan Ilmu itulah kemudian Umat Muslim mampu mengembangkan segala macam aspek dalam kehidupannya. Nah, aspek-aspek kehidupan inilah –yang terlahir dari wahyu tadi- saling terkait satu sama lain di dalam sebuah form ‘civillization’. Jadilah dia peradaban yang dimaksud Gibb tadi.

Jadi, peradaban Islam itu dibentuk oleh wahyu. Segala macam aspek kehidupan yang dimaksudkan manusia secara konseptual sudah ada di dalam Nash, dalam bentuk ‘umum al-lafdz atau lafaz umum. Maka sangatlah picik orang yang mengatakan al-Qur’an tidak lagi kontekstual dengan zaman ini, karena tidak adanya beberapa hal yang toh kelahirannya, di zaman modern. Salah satu bentuk nyata dari kesempurnaan wahyu Allah adalah bentuk teksnya yang mampu diderivasi secara konseptual untuk kemudian dikembangkan menjadi konsep-konsep yang mampu secara akomodatif untuk perkembangan manusia. Tidak heran Allah banyak mengatakan dalam kitab-Nya, “afalaa tatafakkaruun, afalaa ta’qiluun, afalaa ta’lamun,´afalaa tubshiruun,” Dan sekian banyak ayat yang menyatakan keutamaan sebuah ilmu, termasuk di antaranya perintah untuk mencari ilmu. Manusia, dituntut untuk senantiasa berpikir mendalam atas realitas berdasarkan wahyu

Maka tidaklah berlebihan jikalau Prof. Dr. Musa Asy’ari menyebutkan bahwa, “Filsafat, adalah sunah Rasulullah SAW dalam berfikir.” Filsafat, diartikan oleh Prof. Dr. Musa Asy’ari adalah upaya untuk memahami dalam Nash al-Qur’an. Mendalami wahyu, kemudian mengaplikasikannya ke dalam kehidupan. Sehingga tatanan kehidupan adalah tatanan kehidupan yang berdasarkan pandangan hidupan Islam. Kehidupan, yang berlangsung antara subjektivitas diri dan realitas fenomena yang  tadi didasarkan atas pandangan hidup Islam akan senantiasa berputar dan berkembang secara sinergis sehingga membentuk Peradaban Islam. al-Attas bilang, pandangan hidup Islam adalah “The vision of reality and truth that appears before our mind’s eye revealing what exixtence is all about; for it is the world of existence in its totality that Islam is projecting.”

Kemudian pahami bahwa peradaban Islam adalah adalah sistem kehidupan kompleks yang berdasarkan pandangan hidup Islam. Dianya tidak hanya sekedar teori, namun sebuah konsep seminal dalam al-Qur’an yang sudah teraplikasi sebagai fakta historis. Pandangan hidup Islam inilah, diharapkan mampu menyelesaikan segala macam problematika kehidupan yang tengah menggerus umat Islam dewasa ini dari segala macam aspek.

Agaknya barulah kita mengerti, kenapa  G.E. von Grunebaum pun ketika mengomentari pendapat Gibb di atas, menyatakan bahwa, “Islamic Civillization constitutes a complete system of thought behaviour growing out a fundamental impulse and enveloping man in all his relation to God, the universe and himself.” Nyata bahwa kehidupan manusia tidaklah bisa lepas dari keberserahan diri (submissiviness) kepada Allah. Maka secara aktif pun manusia wajib untuk dengan segenap upaya untuk melakukan perbuatannya berdasarkan ketakwaan kepada Allah.

Jikalau segala aspek kehidupannya untuk Allah, maka hati, perkataan, perbuatannya akan mencerminkan apa arti seorang Muslim yang sesungguhnya. Fenomena KTP(?) yang tentunya mengganggu kita semua tentunya akan hilang dengan sendirinya,  toh karena Islam-nya bukan hanya sebagai syarat kependudukan Indonesia, ataupun dogma yang mengikat seperti norma yang menindas manusia. Namun ia sebaliknya, Islam sebagai pandangan hidup.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun