Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ini Bukti Nyata Keamburadulan PSBB

14 Mei 2020   23:02 Diperbarui: 14 Mei 2020   23:19 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan No Physical Distancing di Bandara Soetta, 14 Mei 2020 | Sumber: CNBC Indonesia

Penetapan PSBB

Mungkin masih ingat bahwa Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada tanggal 31 Maret 2020. Antara lain ditetapkan tentang pembatasan transportasi umum seperti bis, kereta api, kapal laut, dan pesawat udara. 

PP ini kemudian diikuti oleh Keputusan Menteri Perhubungan untuk melarang perjalanan di dalam negeri maupun ke dalam negeri, baik dengan menggunakan transportasi umum maupun transportasi pribadi (pesawat carter) mulai 24 April sampai 1 Juni 2020. Ini juga berlaku untuk moda kapal laut dan kapal penyeberangan (ferry). Namun, penekanan diberikan pada larangan pada pesawat komersil untuk mengangkut penumpang dalam rentang waktu tersebut. 

Kekacauan PSBB

Kekacauan PSBB mulai berjangkit ketika pada tanggal 11 Mei, Ketua Gugus Tugas Covid-19, Doni Monardo, menyebut Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan untuk membuat simulasi terkait pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ini kacau sebab seminggu sebelumnya Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, sudah mengizinkan transportasi umum seperti pesawat udara, kereta api, kapal laut, dan bus penumpang beroperasi kembali terhitung tanggal 7 Mei. 

Selain itu, hingga saat ini pelonggaran PSBB belum disahkan. Tapi, keadaan di lapangan sudah longgar bahkan terlalu longgar.

Memang pembukaan kembali transportasi umum itu ditautkan dengan rambu-rambu  protokol kesehatan. Namun, rambu-rambu ini malah membuat protokol kesehatan itu tidak mungkin dipenuhi

Misalnya, kewajiban penumpang untuk menyerahkan berbagai surat seperti surat kesehatan, surat tugas, surat dari RT/RW dan lain sebagainya ketika check in di bandara. Pemeriksaan surat-surat itu secara manual jelas akan memakan waktu sehingga membuat antrian yang mengular. 

Lebih buruk lagi, setiap penumpang wajib melakukan test cepat Covid-19, rapid test, sebelum check in. Jelas ini juga akan memakan waktu sehingga antrian menjadi padat sehingga protokol jarak dua meter tidak mungkin terpenuhi. Di sisi lain, menurut postingan video WAG, tarif rapid test itu juga sangat mahal yaitu Rp500 ribu per penumpang. 

Lihat itu beberapa penumpang memperlihatkan seberkas surat-surat ketika check-in. Sesuai protokol Covid-a9 sebetulnya semua pemumpang ini wajib dimasukan dalam daftar ODP atau Orang Dalam Pemantauan di bandara tujuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun