Mohon tunggu...
Kang Mizan
Kang Mizan Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I. email: kangmizan53@gmail.com

Pensiunan Peneliti Utama Kementerian Keuangan R.I.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Yang Sungsang dari Kementerian Baru Jokowi-Ma'ruf Amin

7 Oktober 2019   16:35 Diperbarui: 7 Oktober 2019   16:46 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata sungsang dalam KBBI adalah terbalik (yang di atas menjadi di bawah, yang di depan menjadi di belakang, kepala di bawah kaki di atas, dan sebagainya). Sungsang dalam organisasi terjadi jika organisasi dibuat tanpa terlebih dahulu memperhatikan secara mendalam tentang fungsi utama apa saja yang diinginkan dari organisasi itu. Dengan kata lain, yang terjadi adalah functions follow structures bukan structures follow functions.

Implikasinya, tidak optimal atau bahkan buruk nya capaian kinerja organisasi-organisasi tersebut.

Ini berpotensi akan terjadi di Kabinet Jokowi - Ma'rufAmin. Penjelasannya adalah seperti dibawah ini.

Dapat kita mulai dari wacana pembentukan beberapa kementerian baru dan penggabungan beberapa kementerian serta peningkatan jenjang lembaga negara menjadi kementerian negara. Misalnya, Kementerian Luar Negeri akan menjadi Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan (Kemenludag). Disini kelihatannya Ditjen Perdagangan Luar Negeri (Ditjen Daglu Kemendag) akan diintegrasikan di Kemludag tersebut. 

Ini sexy. Ini berpotensi membangkitkan semangat untuk pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dalam rezim Kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin, 2019 - 2024. Pemerintah terkesan akan menggenjot ekspor dan investasi luar negeri yang loyo sejauh ini dengan ditambahnya fungsi perdagangan luar negeri pada Kementerian Luar Negeri dengan melebur Ditjen Daglu Kemendag ke Kementerian Luar Negeri tersebut.

Namun, sebetulnya sudah sejak dahula kala sudah ada perwakilan dari Ditjen Daglu Kemendag di Kemenlu. Mereka itu terdiri dari atase ekonomi dan atase perdagangan yang ditugaskan pada setiap Kantor Kedutaan Besar RI di luar negeri. 

Ironismya, penulis sejauh ini belum dapat mengakses, jika ada, data dan informasi yang terkait dengan seberapa moncer kinerja atase-atase ekonomi dan perdagangan kita itu. Penulis belum mendengar apa saja kontribusi dari atase-atase tersebut pada perdagangan dan investasi luar negeri Indonesia. 

Penulis pernah berkunjung ke Kedubes Indonesia di Washington D.C dan melihat suasana yang sepih-sepih saja. Tidak terlihat orang wara-wiri seperti di Kedubes AS di Indonesia, misalnya. Penulis mendengar keriuan suara paduan suara dan angklung. Hal yang serupa penulis saksikan di Kedubes Indonesia di Wellington, New Zealand. Pada waktu itu tamu Kedubes ini hanya kami berdua; teman dan saya sendiri. Sepih sekali dan sangat bertambah sepih jika dibandingkan dengan suasana beberapa Kedubes negara tetangga seperti Singapura, dan Malaysia. 

Penulis pernah dengar bahwa orang-orang kita yang dinas di Kedubes luar negeri itu kerjanya hanya karaoke dan latihan angklung selain melanjutkan hobi naik kuda putih. Maaf ini yang pernah penulis dengar dari beberapa orang dan berita ini tidak harus benar.

Pertanyaannya sekarang adalah apakah pengalihan status staf dan pegawai atase ekonomi dan perdagangan itu dari pegawai Kementerian Perdagangan menjadi pegawai Kementerian Luar Negeri akan dapat memberikan kontribusi penting pada kinerja ekspor dan investasi luar negeri Indonesia? Kenapa? Berharap, walaupun tidak terlalu berharap, pemerintah dapat memberikan penjelasan yang cukup jelas.

Let's move on.  

Tugas dan fungsi Ditjen  Kemendag yang lain selanjutnya diberitakan akan digabungkan di Kementerian Perindustrian. Dengan demikian, nomenklatur Kementerian Perindustrian akan berubah menjadi Kementerian Perdagangan dan Industri. Ini mirip-mirip dengan MITI Jepang yaitu Ministry of International Trade and Investment.

Secercah harapan menyeruak disini. Harapan untuk perizinan yang lebih mulus dengan meleburnya Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian menjadi Kementerian Perindustrian dan Perdagangan . Jika  dalam debat Pilpres yang lalu, Presiden Jokowi mengatakan bahwa izin-izin perdagangan dan investasi dapat dikeluarkan dalam hitungan jam, Bank Dunia mengatakan itu membutuhkan waktu hingga enam bulan dan bahkan bisa lebih.

Producer in Free Trade Zones such as Batam are exempted from import pocedures for inputs to produce exports - in practice, that is often not the case.

Ministry of Industry's recommendation letter for imports is supposed to take a maximum of 5 days but it typically takes between 3-6 months or even longer.

Brdigestone stopped a production line because the Ministry of Industry and the Ministry of Trade could not decide whether imports of vulcanized tires require a recommendation letter.

Since 2016, the Ministry of Industry requires importers of steel tubing and casing (used in oil and mining explorations) to obtain a letter from each domestic producer stating they can not supply these products with the required specifications.

Ada lagi kementerian baru yang lain seperti Kementerian Investasi. Ini kementerian baru dan merupakan peningkatan jenjang lembaga pemerintah dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjadi Kementerian Investasi. 

BKPM sendiri sebetulnya tidak memiliki otoritas apa-apa. Lembaga ini hanya mengkoordinir perizinan dari lembaga negara yang lain. Izin dikeluarkan jika izin prinsip dari berbagai kementerian dan lembaga negara yang lain seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, BPOM, dan sebagainya sudah dimiliki oleh calon investor.

Sekarang BKPM dipromosikan menjadi Kementerian Investasi. Gaji, berbagai tunjangan dan fasilitas negara yang lain dari Menteri Investasi lojiknya lebih tinggi dari yang diterima oleh Kepala BKPM. Hal yang serupa juga berlaku untuk jajaran direktur jenderal hingga ke pejabat dan pegawai biasa dari Kementerian Investasi ini. Secara keseluruhan, uang yang dihabiskan oleh Kementerian Investasi jelas lebih tinggi dari yang dihabiskan oleh BKPM.

Hasilnya? Bisa tidak berubah sama sekali jika tugas dan fungsi Kementerian Investasi relatif sama dengan yang melekat pada BKPM. Tidak berubah sama sekali jika Kementerian Investasi hanya menjalankan fungsi-fungsi koordinatif seperti Kementerian Koordinator Bidang Ekonomi. 

Dengan kata lain, kinerja ekspor dan investasi Indonesia tidak akan meningkat secara significant, jika ada peningkatan, dengan dipromosikannya BKPM menjadi Kementerian Investasi.

Sekarang coba kita dengarkan apa kata Ketua Tim Ahli Wapres JK, Sofjan Wanandi. Menurutnya inisiatif untuk pembentukan kementerian baru dan penggabungan beberapa kementerian negara adalah untuk merespons  masalah-masalah ekonomi yang sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir yang sering dikeluhkan oleh Presiden Jokowi. Masalah-masalah itu mencakup loyonya kinerja ekspor dan investasi. Dalam kaitan ini Sofjan mengatakan:

"Kita harus gerak cepat. Situasi ekonomi kita ini susah sekali loh. Kita harus kerja keras bersatu menghadapi ke depan bersama." 

Penulis sepakat dengan ini. Kemarin, penulis mengunjungi pertokoan di kawasan Mangga Dua. Sudah agak lama tidak kesini dan kaget melihat banyak sekali kios-kios kosong di jembatan niaga Gedung Dusit-ITC. Kondisi lantai elektronik di Gedung Dusit juga lenggang sekali. Hal yang sama terlihat juga di gedung sebelah yaitu Mall Mangga Dua. 

Jembatan Niaga Dusit - ITC, Mangga Dua, Jakarta. Dokpri
Jembatan Niaga Dusit - ITC, Mangga Dua, Jakarta. Dokpri

Jembatan Niaga ini biasanya padat. Kini kosong melompong dengan loyonya ekspor dan investasi Indonesia.

Pusat Elektronik Dusit, Mangga Dua, Jakarta. Dokpri
Pusat Elektronik Dusit, Mangga Dua, Jakarta. Dokpri

Areal pusat elektronik lantai tiga Dusit ini biasa padat sekali. Pengunjung bukan saja orang Jabodetabek tetapi juga dari banyak wilayah Indonesia yang lain serta dari luar negeri termasuk wisatawan Cina.

Pada hari-hari libur, Sabtu dan Minggu biasanya kawasan pertokaan Mangga Dua ini sangat ramai. Tetapi itu tidak terlihat pada hari Sabtu kemarin. Yang lebih mencengangkan lagi adalah lantai dasar Mall Mangga Dua ini yang biasanya dipenuhi oleh berbagai counter pameran dan promosi produk baru tetapi di hari itu diisi oleh deretan panjang dua baris berhadap-hadapan pondok-pondok kuliner sedrhana yang sepih dan hanya terisi satu dua pondok saja.

Mungkin hal yang kurang lebih serupa juga dirasakan oleh Kompasianer yang lain. Misalnya, sepih nya toko-toko bahan bangunan, warung dan restoran, serta mall-mal disekitar Anda.

Kompasianer mungkin juga sudah mendengar kabar Bangkrutnya (terancam bangkrut) beberapa maskapai penerbangan nasional seperti Sriwijaya dan Lion Air. Mungkin juga Kompasianer sudah melihat kinerja yang kurang menggembirakan dari beberapa BUMN papan atas. 

Mungkin juga rekan Kompasianer sempat melirik pertumbuhan makro ekonomi kita di Era Jokowi ini. PDB kita relatif tidak bergerak setelah anjlok di tahun 2014. Angkanya meleset jauh dari target tujuh persen yang dicanangkan Jokowi di tahun 2014. Tahun 2019 ini akan turun lagi yang bisa jatuh mendekati angka tahun 2014 yaitu agak jauh dibawah lima persen.

Dengan demikian, penulis sepakat sekali dengan Ketua Tim Ahli Wapres kita itu. Ekonomi kita sedang susah loh.

Kita memang seharusnya lebih cemas lagi. Kondisi ekonomi kita sekarang ini memberikan sinyal awal dari resesi ekonomi. Ini akan menjadi nyata jika Kabinet Jokowi - Ma'rufAmin tidak membuat kebijakan yang tepat pada beberapa kementerian-kementerian seperti tersebut diatas.

Belum jelas kebijakan apa saja yang akan diterbitkan oleh kementerian negara yang baru tersebut. Belum ada klu atau indikasi bahwa kementerian-kementerian baru tersebut akan menerbitkan beberapa kebijakan penting yang relatif searah dengan lonceng alarm yang dibunyikan oleh Bank Dunia baru-baru ini. Isi dari lonceng alarm Bank Dunia tersebut adalah:

Menurunnya pertumbuhan ekonomi dunia dan resesi ekonomi tinggal selangkah lagi

Meningkat nya perang Dagang Cina - US dan risiko-risiko geopolitik yang lain.

Terus menurun nya perekonomian Indonesia dan akan tambah melorot seiring dengan penurunan ekonomi global.. dan akan menjadi bencana jika terjadi resesi ekonomi dunia 

Bertambah tingginya pelarian modal ke luar negeri sehingga rupiah akan terpuruk dan suku bunga membumbung tinggi

Indonesia gagal mendatangkan investasi asing langsung karena: 

Mahalnya biaya impor bahan baku dan penolong yang digunakan untuk memproduksi barang-barang ekspor, diperparah oleh panjang waktu pengurusan barang-barang impor dan ekspor serta perlakuan-perlakuan diskresi atas hambatan bukan tarif.

Lonceng alarm ini sudah disampaikan ke pemerintah di awal bulan September ini. Lonceng alarm ini juga sudah diakses oleh banyak media nasional kita. Para akademisi kita juga umumnya sudah mendengar lonceng alarm tersebut. Last but not least, terlihat beberapa Kompasianer juga sudah mendengar gema lonceng alarm Bank Dunia tersebut.

Semuanya tidak ada yang menyanggah lonceng alarm tersebut. Sebagian sudah memberikan respons untuk mitigasi pesan alarm termaksud. 

Namun, belum terdengar langkah nyata yang akan diambil oleh pemerintah. Hal ini juga tidak terlihat pada APBN 2020 yang baru saja palu nya di ketok oleh DPR.

Bank Dunia dalam laporan bulan September tersebut sebetulnya sudah memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk mitigasi potensi bencana resesi ekonomi dunia. Rekomendasi tersebut dituangkan dalam format 3K: Kredibilitas, Kepastian, dan Kepatuhan. 

Kredibilitas atau Credibility. Menurut Bank Dunia, Indonesia perlu mengerjakan ini untuk membangun dan memelihara kredibilitas pemerintah.

Sumber: Bank Dunia
Sumber: Bank Dunia

Kepastian atau Certainty. Menurut BankDunia, Indonesia perlu mengerjakan ini untuk membangun dan memelihara kepastian kebijakan dan hukum negara.

Sumber: Bank Dunia
Sumber: Bank Dunia

Kepatuhan atau Compliance. Menurut Bank Dunia, Indonsia perlu mengerjakan ini untuk membangun dan memelihara kepatuhan aparat birokrasi. 

Sumber: Bank Dunia
Sumber: Bank Dunia

Semoga suara kita dapat terdengar oleh para pengambil kebijakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun