Contohnya, proyek adaptasi air di Umbulan, Jawa Timur, merupakan hasil sinergi antara pemerintah daerah dan swasta dengan nilai investasi Rp2,05 triliun.
2. Alokasi CSR ke Proyek Hijau
Sebuah studi oleh Anna Min Du dkk. (2024) menegaskan bahwa dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang dialokasikan ke proyek lingkungan, terutama adaptasi perubahan iklim, memiliki pengaruh besar dalam mencegah krisis iklim.
Alih-alih hanya memberikan bantuan sosial, dana CSR kini dapat diarahkan ke konservasi hutan, restorasi lahan gambut, edukasi lingkungan, atau penyediaan infrastruktur adaptif seperti penampung air hujan di daerah rawan kekeringan.
3. Mendukung Green Wakaf
Konsep Green Wakaf adalah pendekatan inovatif yang menggabungkan prinsip wakaf dengan pelestarian lingkungan. Wakaf bisa digunakan untuk membiayai pengelolaan hutan lestari, pengembangan energi terbarukan, konservasi satwa liar, atau penelitian ekosistem.
Perusahaan bisa mendorong CSR atau kolaborasi publik-swasta dalam bentuk green wakaf, sebagai bentuk tanggung jawab jangka panjang terhadap bumi.
4. Menggunakan Bahan dan Kemasan Ramah Lingkungan
Langkah konkret yang bisa segera diimplementasikan adalah mengurangi penggunaan plastik dan bahan kimia, serta beralih ke kemasan biodegradable, dapat didaur ulang, atau berbasis tumbuhan dan juga kemasan reusable.
Tidak hanya berdampak pada lingkungan, konsumen juga kini lebih tertarik pada produk dengan kemasan hijau, sehingga ini juga berkontribusi pada keunggulan kompetitif perusahaan.
5. Aktif Melakukan Edukasi Lingkungan
Perusahaan masa kini memiliki platform sosial media dan media internal yang luas. Alih-alih hanya promosi produk, platform ini bisa menjadi alat edukasi untuk:
- Mengedukasi publik soal bahaya krisis iklim
- Menjelaskan langkah hijau perusahaan
- Menginspirasi aksi kolektif
Contohnya, New Belgium Brewing memproduksi "Torched Earth Ale", bir yang mencerminkan rasa produk di masa depan jika iklim tidak dikendalikan sebagai kampanye edukatif yang kreatif.
6. Mendukung Pasar Karbon
Pasar karbon memberikan ruang bagi perusahaan untuk menjual atau membeli kuota emisi karbon sebagai bagian dari sistem perdagangan emisi. Jika suatu perusahaan menghasilkan emisi melebihi batas, ia bisa membeli kuota dari perusahaan lain yang menghasilkan emisi lebih rendah.
Di Indonesia, pasar karbon diawasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan difasilitasi oleh Bursa Karbon Indonesia. Dukungan terhadap mekanisme ini bukan hanya menciptakan insentif finansial untuk menurunkan emisi, tetapi juga mendorong pengembangan proyek-proyek hijau.