Mohon tunggu...
Alma RizkyHasanah
Alma RizkyHasanah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Sastra Inggris, UNISSULA

Mahasiswa Program Studi Sastra Inggris, Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KDRT, Pelanggaran HAM di Mata Islam

24 Juni 2021   09:42 Diperbarui: 24 Juni 2021   09:59 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dr. Ira Alia Maerani; Alma Rizky Hasanah
Dosen FH Unissula; Mahasiswa Sastra Inggris, FBIK

Hak Asasi Manusia atau HAM adalah hak dasar yang dimiliki oleh semua orang sejak lahir. Beberapa contoh HAM misalnya yaitu hak hidup, hak beragama dan hak berkeyakinan. Beberapa bulan lalu, tepatnya pada tanggal 10 Desember kita juga memperingati hari Hak Asasi Manusia sedunia. Namun faktanya, meski pemerintah telah menjamin hak warganya, masih sering terjadi kasus kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Pelanggaran HAM adalah tindakan mengambil atau merenggut hal-hak orang lain dengan paksa. Kasus pelanggaran ham yang terjadi di Indonesia sudah ada sejak dulu, mulai era setelah kemerdekaan, era Orde Lama, era Orde Baru dan juga setelah reformasi.

Jika membicarakan tentang pelanggaran HAM sebenarnya banyak contoh contoh pelanggaran HAM yang terjadi di lingkungan sekitar yang tidak disadari misalnya saja di lingkungan keluarga. Pelanggaran HAM di lingkungan keluarga yang jarang disadari antara lain seperti orang tua yang bertindak otoriter terhadap anaknya, larangan berpendapat antar anggota keluarga, diskriminasi anggota keluarga dan KDRT. Namun yang akan dibahas kali ini adalah tentang KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Seperti yang kita ketahui, bahwa Indonesia setahun ke belakang sedang dihadapi pandemi karena Covid-19. Komnas Perempuan melaporkan bahwa KDRT menjadi kasus yang kekerasan yang paling banyak dilaporkan. Terdapat 319 kasus kekerasan yang telah dilaporkan semasa pandemi. Dua pertiga dari angka tersebut merupakan kasus KDRT.

Setelah dilakukannya penelitian, ditemukan bahwa salah satu alasan angka KDRT meningkat pada masa pandemi adalah akibat bertambahnya berbagai bentuk kerentanan perempuan. Kerentanan ini sering terjadi karena beban domestik perempuan juga meningkat selama pandemi ini.Perempuan tidak hanya memiliki tugas untuk mengurus rumah tangga, beberapa dari mereka juga mengemban tugas untuk menjadi guru bagi anak-anaknya dan ada juga yang harus membantu mencari nafkah untuk membantu suami. Pandemi ini juga telah menyebabkan banyak orang mengalami pemotongan gaji, bahkan kehilangan pekerjaan. Ketika pendapatan rumah tangga berkurang, ketegangan dalam rumah tinggi akan meningkat. Perempuan akan menjadi sasaran bagi para pelaku kekerasan, yang sering kali menggunakan kesulitan finansial sebagai alasan di balik kekerasan yang dilakukan.

Nah, bagaimana KDRT di mata Islam? Dalam Islam sendiri selalu mengajarkan rahmat tanpa memandang jenis kelamin. Islam menjaga kehidupan pemeluknya termasuk perempuan. Jika kita lihat pada jaman jahiliah, pada saat itu perempuan seakan tidak memiliki hak untuk hidup. Jika ada anak perempuan yang lahir sebagai keturunan mereka, tak sedikit dari mereka yang tidak segan untuk membunuhnya. Seperti yang telah disebutkan dalam Surat An Nahl ayat 58-59. Namun, hal itu berbeda ketika Islam datang. Bahkan Islam mendahulukan bakti kepada ibu kita daripada ayah. Saat ditanya siapa yang paling berhak untuk diberikan baktinya, Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Kemudian siapa? “Ibumu.” Kemudian siapa? “Ibumu.” Kemudian siapa? Ditanya ketiga kali, barulah beliau menjawab “Ayahmu.” [H.R Al-Bukhori dan Muslim].

Bisa dikatakan bahwa sebenarnya dalam Islam sama sekali tidak membenarkan adanya KDRT karena hal itu merupakan pelanggaran HAM terutama KDRT kepada perempuan karena perempuan memiliki hak yang sama halnya dengan laki laki walaupun memiliki beberapa perbedaan. Wanita yang pada jaman dahulu sering dipukuli, dianiaya dan disakiti. Sekarang, Islam melarang para suami untuk menyakiti istrinya. Kecuali dalam rangka memberi pelajaran. Dan itupun hanya boleh pukulan yang tidak menimbulkan bekas lebam. Dan memukul ini merupakan alternative pelajaran erakhir setelah tahapan yang lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun