Mohon tunggu...
Alma Agustin
Alma Agustin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Koreksi dan Pertimbangan dalam Penetapan dan Penerapan PTN-BH

18 Mei 2017   10:29 Diperbarui: 18 Mei 2017   10:57 1699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum atau PTN-BH adalah perguruan tinggi negeri yang didirikan oleh pemerintah yang berstatus sebagai badan hukum publik yang otonom. Pada tahun 2000, sejumlah PTN di Indonesia berbentuk BHMN (Badan Hukum Milik Negara). Empat perguruan tinggi pertama yang ditetapkan secara bersamaan sebagai BHMN adalah Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor, dan Institut Teknologi Bandung. PTN BHMN ini memiliki otonomi penuh dalam mengelola anggaran rumah tangga dan keuangan.

Pada tahun 2009, bentuk BHMN digantikan dengan Badan Hukum Pendidikan Pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. UU tersebut kemudian dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010, yang membuat pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 yang mengembalikan status perguruan tinggi BHMN menjadi perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Status tersebut pun kemudian tidak bertahan lama karena begitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi diterbitkan dan berlaku, seluruh perguruan tinggi eks BHMN, termasuk yang telah berubah menjadi perguruan tinggi yang diselenggarakan pemerintah, ditetapkan sebagai perguruan tinggi negeri badan hukum.

Pemerintah menetapkan persyaratan sangat ketat bagi setiap perguruan tinggi negeri untuk mencapai status badan hukum, diantaranya; masuk sembilan peringkat nasional dalam publikasi internasional dan paten, telah terakreditasi institusi "A" oleh BAN PT, opini keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama 2 tahun berturut-turut, serta prestasi kegiatan kemahasiswaan di tingkat internasional.

Penetapan PTN-BH dilakukan dengan peraturan pemerintah. PTN BH memiliki otonomi luas dalam hal akademik. Salah satunya, PTN juga dapat membuka dan menutup program studi di perguruan tingginya, sedangkan PTN-BLU/PTN Satker tidak bisa. PTN Badan Hukum menetapkan tarif biaya pendidikan berdasarkan pedoman teknis penetapan tarif yang ditetapkan menteri. Dalam penetapan tarif, PTN Badan Hukum wajib berkonsultasi dengan menteri. Tarif biaya pendidikan ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayai mahasiswa. Pendapatan PTN-BH bukan merupakan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Dari segi aset, aset yang diperoleh dari usaha PTN BH menjadi aset PTN BH yang merupakan aset negara yang dipisahkan, sementara aset berupa tanah yang berada dalam penguasaan PTN BH yang diperoleh dari APBN merupakan barang milik negara. PTN-BH merujuk pada pasal 25 butir 4 PP no. 4 tahun 2014, PTN BH berwenang menetapkan, mengangkat, membina dan memberhentikan tenaga tetap Non-PNS.

Keunggulan PTN-BH tertuang pada PP 58/2013 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH), perguruan tinggi negeri yang berbadan hukum dapat menggunakan pendanaan yang bersumber dari masyarakat, biaya pendidikan, pengelolaan dana abadi dan usaha-usaha PTN-BH, kerja sama Tridharma atau dari hasil pengelolaan kekayaan negara yang diberikan oleh Pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk kepentingan pengembangan pendidikan tinggi (Menristekdikti, 2014)

Selain keunggulan, PTN-BH pun memiliki kekurangan. Dengan perubahan bentuk menjadi badan hukum, maka dalam kondisi yang paling buruk dapat terjadi 2 kemungkinan yaitu perguruan tinggi menjadi bangkrut secara teknis dan jika demikian perlu ditetapkan bagaimana penanganannya, atau perguruan tinggi menjadi unit komersial yang menyimpang dari tugasnya dalam bidang pendidikan dan penelitian serta pengabdian pada masyarakat. Potensi konflik akibat beralihnya yayasan perguruan tinggi ke badan hukum pendidikan, komersialisasi biaya masuk perguruan, sampai melambungnya biaya pendidikan di universitas setelah status beroperasinya perguruan tinggi berbadan hukum berjalan seolah adem ayem seiring perjalanan waktu.

Biaya semakin mahal sehingga mengakibatkan rakyat-rakyat kecil mengalami kesulitan untuk meneruskan pendidikan di perguruan tinggi, padahal jika ditinjau sesuai dengan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD "pemerintah  Indonesia berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa” dan pasal 31 UUD menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Faktanya ditengah kebutuhan pembiayaan kampus yang tetap bahkan meningkat setiap tahun, subsidi terhadap kampus dikurangi, dan tentunya akan berpengaruh besar pada besaran Uang Kuliah Tunggal yang akan ditanggung oleh mahasiswa.

Dapat disumpulkan bahwa PTN-BH yang diterapkan oleh PTN masih mempunyai banyak koreksi yang patut untuk dipertimbangkan kembali. Meningkatnya kualitas tapi diiringi juga dengan permasalahan kompleks yang baru. Biaya kuliah yang sangat mahal memunculkan anggapan “orang miskin dilarang kuliah” dan alibi bagi PTN untuk mengembangkan sisi buruk “kapitalisme” pendidikan atau “komersialisasi” pendidikan. Oleh karena itu perlu dikaji kembali agar memberikan kesempatan  yang sama kepada warga Negara agar diperlakukan secara adil. Keadilan PTN-BH akan dapat dirasakan keberadaannya oleh masyarakat, terutama anak-anak pintar dari seluruh penjuru tanah air tetapi miskin yang mempunyai keinginan tinggi untuk menimba ilmu di bangku perkuliahan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun