Mohon tunggu...
Aditya Wisnu Pradana
Aditya Wisnu Pradana Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Hanya mencoba untuk berbagi apa yang saya ketahui dan pahami kepada Dunia luas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Guru "Cubit" Murid, Siapa yang Salah?

12 Agustus 2016   11:52 Diperbarui: 13 Agustus 2016   16:53 1017
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: mypendidikan.net

Apa yang lazimnya seorang guru lakukan jika mendapati muridnya melakukan kesalahan, nakal, atau bahkan berbuat kurang ajar? Menjewerkah? Mencubit? Atau memberikan sanksi fisik lainnya? Dahulu, mungkin hal tersebut menjadi sangat wajar dan lumrah dilakukan oleh para guru untuk memberikan efek jera kepada muridnya dengan maksud agar tidak mengulangi perbuatan itu kembali. Murid akan merasa takut dihukum oleh gurunya. Orang tua wali murid pun mendukung sikap yang diambil oleh guru tersebut sebagai bagian dari proses pendidikan.

Namun, apa yang terjadi dengan kondisi tersebut saat ini justru menjadi ironi. Setidaknya, berkaca dari beberapa peristiwa yang terjadi belakangan ini dimana seorang guru dipidanakan hanya karena mencubit muridnya. Padahal, sanksi cubit tersebut diberikan karena perbuatan tercela dari murid itu sendiri.

Murid yang "merasa disakiti" tersebut tidak terima dan justru menyerang balik gurunya dengan dalih kekerasan dan penganiayaan. Bahkan, ironinya lagi, para orang tua wali justru lebih memilih untuk membela anaknya sendiri yang jelas-jelas melakukan kesalahan dan balik menyalahi gurunya yang dianggap telah melakukan tindakan semena-mena.

Tentu masih ingat di kepala kita peristiwa di Sidoarjo, dimana seorang guru SMP harus sampai duduk di kursi pesakitan hanya karena mencubit muridnya yang jelas-jelas telah melakukan pelanggaran saat jam sekolah berlangsung, atau juga peristiwa serupa yang terjadi di Bantaeng. Dan baru-baru ini, kita kembali dihebohkan dengan berita dari Makassar, dimana seorang guru SMK dipukuli hingga babak belur oleh oknum murid dan ayahnya.

Kejadian ini bermula ketika guru tersebut menegur muridnya karena lalai dalam mengerjakan tugas harian. Bukannya menyesali perbuatan, murid tersebut justru memaki-maki dan menghina gurunya dengan kata-kata kasar. Sontak, perbuatan kurang ajar tersebut membuat guru mengganjar tamparan ke muka muridnya. Murid tersebut merasa tidak terima dan mengadukan perbuatan guru tersebut ke ayahnya, hingga pada akhirnya peristiwa pemukulan tersebut terjadi.

Krisis Moral

Seperti yang kita ketahui bersama, salah satu tugas utama dari guru sebagai seorang pendidik adalah mengajarkan kebaikan dan kebenaran. Sebagai bagian dari proses pendidikan, hukuman diberlakukan untuk dapat menegakkan kebenaran tersebut. Namun, apa jadinya jika pemberian hukuman yang diberikan oleh guru kepada muridnya dengan maksud mengajarkan kebaikan tersebut justru membuat sang guru mendapat undangan menginap di hotel prodeo?

Disadari atau tidak, jika hal ini terus berlarut-larut tanpa ada sebuah solusi dari pemerintah, maka "ditakutkan", guru akan kehilangan sebagian power-nya sebagai pendidik. Murid akan semakin "berani" kepada gurunya; toh kalau kena hukuman cubit tinggal lapor polisi, lakukan visum, dan sang guru pun akan jadi tersangka. Pada akhirnya, guru akan kehilangan wibawa dan rasa hormat dari para muridnya.

Hukuman Fisik Dalam Dunia Pendidikan, Perlukah?

Memang diakui masih debatable, apakah pemberlakuan hukuman fisik benar-benar diperlukan dalam dunia pendidikan. Mayoritas dari kita memang lebih memilih untuk, sebisa mungkin, tidak menggunakan kontak fisik dalam menghukum atau memberikan sanksi kepada murid-murid kita.

Namun dalam beberapa kasus, tindakan-tindakan tidak terpuji murid yang sudah diluar batas ambang kewajaran, seperti melakukan kesalahan berat, terus-terusan berbuat gaduh, bertindak kurang ajar, atau bahkan dengan sengaja berani membangkang terhadap guru-gurunya, sudah sepatutnya diberikan sebuah shock therapy dengan maksud agar murid-murid tersebut dapat jera dan menyadari kesalahannya. Dan mungkin, pendekatan hukuman fisik bisa menjadi salah satu alternatif cara yang efektif dalam memberikan shock therapy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun