Mohon tunggu...
Allan Maullana
Allan Maullana Mohon Tunggu... Teknisi -

Bukan siapa-siapa. Bukan apa-apa. Hanya remah-remah peradaban.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Senandika Sebelum Azan

1 Januari 2019   23:03 Diperbarui: 3 Januari 2019   23:35 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ilustrasi: Dokumen pribadi)

Begini, Dik. Kita duduk dalam satu meja. Berhadap-hadapan. Dari awal makan sampai akhir makan, tanpa ada obrolan. Apa itu sebuah kewajaran? Terlebih lagi kita ini pasangan."

Aku terdiam. Dik Mei terdiam. Aku meneguk segelas susu. Dik Mei pun demikian. Meneguk matcha latte-nya.

"Dik, dewasa ini kita juga tidak sadar, telah menjadi bagian dari orang-orang kosong itu. Kita menjadi anomali akibat candu. Candu pada sebuah alat canggih. Mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat. Apakah ini sebuah kewajaran?

Ketika ada satu keluarga kumpul di dalam ruang tengah dengan suasana yang sunyi seperti di tengah-tengah kuburan. Lalu satu per satu anggota keluarga senyum-senyum sendiri sambil tertunduk dan memandang layar kaca alat canggih. Apakah ini wajar?

Aku melihat ada borgol yang mengikat antara alat canggih itu dengan tangan ini. Tanganku, tanganmu, tangan kita, tangan mereka dan tangan-tangan lainnya. Aku ingin lepas dari brogol ini, Dik. Apakah kamu tahu caranya?

Mataku lelah memandang terus. Terus memandang layar kaca. Tanganku lelah, mengegam alat canggih ini. Sementara tanganmu selalu lepas dari genggamanku. Aku tidak nyaman. Aku lebih suka menggenggam tanganmu ketika kita sedang duduk berhadapan seperti ini.

Bisakah mulai esok hari kita melepas alat canggih ini, Dik? Kita pegang kembali jika kita butuh. Aku yakin bisa. Sebab kita hidup di dunia nyata, bukan dunia maya. Apalagi dunia luna."

Segelas susu pun tandas. Juga matcha latte-nya. Sayup-sayup terdengar suara azan.

"Sudah azan, Dik. Mari kita salat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun