Mohon tunggu...
Allan Fatchan Gani Wardhana
Allan Fatchan Gani Wardhana Mohon Tunggu... -

Perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Politik

Larangan Menteri Rangkap Jabatan

12 September 2014   21:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:52 1902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden terpilih periode 2014-2019 Joko Widodo (Jokowi) melontarkan gagasan yang menarik berkaitan dengan standar calon menteri yang akan bisa duduk di kabinetnya ke depan. Jokowi menyatakan bahwa menteri dalam kabinetnya nanti harus mau melepas jabatan struktural di partai politik. Secara tegas menteri di dalam kabinet Jokowi dilarang merangkap jabatan sebagai pengurus parpol.

Beberapa alasan mengapa menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pengurus partai politik pun mengemuka, diantaranya ialah untuk menghindarkan adanya penyalahgunaan fasilitas negara; menghindarkan kementerian dijadikan mesin ATM partai politik; dan agar menteri fokus pada pekerjaannya. Setidaknya tiga alasan tersebutlah yang mendasari Jokowi untuk terus menggelorakan larangan menteri rangkap jabatan.

Gagasan Jokowi tersebut mengingatkan kita kepada John F. Kennedy yang pernah berpostulat “My Loyalty to My Party Ends when My Loyalty to My Country Begins”. Postulat tersebut tentunya menjadi relevan untuk secara serius diimplementasikan ke dalam lanskap perpolitikan tanah air. Seluruh atribut politik apapun harus ditanggalkan ketika sudah menjadi seorang pemimpin di dalam pemerintahan. Oleh karena itu gagasan larangan menteri rangkap jabatan menjadi urgen untuk diwujudkan.

Jokowi yang akan segera dilantik menjadi Presiden bulan Oktober mendatang, sudah dihadang pelbagai tantangan. Indonesia adalah negara yang berwilayah luas dengan populasi terbesar di dunia serta memiliki kompleksitas masalah yang pelik di berbagai bidang. Untuk menyelesaikan pelbagai masalah tersebut, siapapun Presidennya termasuk Jokowi tentu membutuhkankonsentrasi yang tinggi, ia tidak boleh lepas konsentrasi untuk fokus menjalankan dan menyelesaikan tugas-tugas pemerintahan. Lengah sedikit taruhannya adalah nusantara.

Menteri Pembantu Presiden

Kompleksitas masalah bangsa yang harus dituntaskan menjadi tantangan yang berat bagi pemerintahan ke depan. Untuk menghadapi dan melewati tantangan itu, konsentrasi Presiden tidak boleh terpecah. Untungnya Presiden tidak berjalan sendirian dalam menjalankan roda pemerintahan. Pasal 17 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 memberikan jalan konstitusional bagi Presiden untuk mengangkat pembantu (menteri) guna menjalankan dan menyelesaikan segudang tugas pemerintahan.

Lebih spesifik, pasal 1 ayat 2 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menggarisbawahi bahwa Menteri ialah pembantu Presiden. Tugasnya ialah membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan. Ini artinya para menteri yang diminta untuk membantu Presiden harus fokus menjalankan tugasnya sebagai pembantu Presiden.

Rangkap jabatan sebagai pengurus parpol tentu akan memecah konsentrasi para menteri. Hal tersebut dikhawatirkan akan berdampak pada kinerja kementerian. Ujung-ujungnya penyalahgunaan fasilitas negara serta dijadikannya kementerian sebagai ATM parpol menjadi tidak terhindarkan.

Publik sangat berharap dan akan semakin mengapresiasi Jokowi apabila gagasannya secara nyata dapat diwujudkan dalam tindakan yang konkrit yaitu melarang menteri yang duduk dikabinetnya untuk rangkap jabatan sebagai pengurus partai politik.

Konstitusi dan undang-undang memang tidak secara eksplisit mengatur larangan menteri rangkap jabatan. Tetapi tidak adanya aturan tersebut bukan berarti menjadi alasan pembenar bagi menteri untuk merangkap jabatan. Adalah sesat jika tidak adanya legalitas undang-undang yang mengatur larangan menteri rangkap jabatan digunakan sebagai alasan pembenar bahwa menteri boleh rangkap jabatan sebagai pengurus partai politik.

Prinsip Negara hukum yang kita anut sekarang ini tidak boleh hanya didasarkan kepada asas legalitas atau Undang-undang semata, tetapi juga harus ditunjang oleh etika politik dan pemerintahan yg baik. Etika politik yang baik adalah sanggup meninggalkan jabatan di parpol ketika diminta untuk mengabdi kepada Negara. Teladan para pemimpin saat ini merupakan barang yang langka. Oleh karena itu, memberikan teladan untuk tidak merangkap jabatan adalah suatu hal yang sangat berharga dan memiliki makna penting bagi kehidupan politik dan demokrasi di tanah air.

Kehidupan politik dan demokrasi di Indonesia akan menjadi semakin terang apabila para pemimpinnya memberikan teladan yang positif. Menteri tidak rangkap jabatan merupakan salah satu cara untuk membuat wajah politik dan demokrasi di negeri ini menjadi semakin terang, karena menteri tidak merangkap jabatan dimaksudkan agar para menteri bisa lebih fokus bekerja membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan. Kulminasi dari terselenggarakannya pemerintahan ialah tuntasnya berbagai tantangan dan kompleksitas masalah bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun