Mohon tunggu...
aliyatun nisa
aliyatun nisa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya mahasiswa universitas jember, Saya memiliki hoby bernyanyi dari kecil

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pancasila Dan Hak Asasi Manusia: Fondasi Kehidupan Berbangsa yang Tak Terpisahkan

2 Juni 2025   02:17 Diperbarui: 9 Juni 2025   21:14 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pelecehan seksual (sumber: PGI.OR ID)

Pancasila merupakan dasar negara sekaligus pandangan hidup bangsa Indonesia yang menjadi pijakan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Terdiri dari lima sila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan; serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kelima sila tersebut mencerminkan nilai-nilai luhur yang bersumber dari kebudayaan, sejarah, dan cita-cita bangsa Indonesia. Pancasila tidak hanya menjadi dasar hukum, tetapi juga menjadi pedoman moral dan etika dalam bermasyarakat.

Di sisi lain, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak mendasar yang dimiliki oleh setiap individu sejak lahir. HAM bersifat universal, tidak dapat dicabut, dan melekat pada setiap manusia tanpa memandang latar belakang apapun, seperti agama, ras, suku, atau status sosial. Beberapa contoh hak asasi manusia antara lain hak untuk hidup, hak atas kebebasan berpendapat, hak mendapatkan pendidikan, hak atas perlindungan hukum, dan hak untuk hidup bebas dari kekerasan. terutama yang lagi banyak terjadi sekarang yaitu kekerasan seksual yang merupakan pelanggaran berat terhadap Hak Asasi Manusia. Setiap orang memiliki hak untuk hidup aman, bebas dari rasa takut, serta terlindungi dari segala bentuk perlakuan yang merendahkan martabatnya, termasuk kekerasan seksual. Tindakan seperti pelecehan, pemaksaan hubungan seksual, eksploitasi, atau bentuk lainnya adalah pelanggaran terhadap hak atas rasa aman, hak atas kendali atas tubuh sendiri, dan hak memperoleh keadilan.

Dalam perspektif HAM, kekerasan seksual tidak hanya merupakan pelanggaran individual, tetapi juga cerminan dari kegagalan sistem sosial dan negara dalam menjamin perlindungan terhadap warganya. Korban kekerasan seksual, terutama perempuan dan anak, adalah kelompok yang sering mengalami kerentanan ganda. Ketika sistem hukum dan sosial tidak mendukung korban untuk bersuara, negara dapat dianggap lalai menjalankan perannya untuk melindungi, menghormati, dan memenuhi hak-hak warga negara. Lonjakan kasus kekerasan seksual belakangan ini di Indonesia menunjukkan bahwa persoalan ini masih sangat mendesak. Banyak korban yang enggan melapor karena takut disalahkan, direndahkan, atau tidak dipercaya oleh aparat penegak hukum. Hal ini memperlihatkan masih lemahnya sistem perlindungan terhadap korban dan kurangnya perspektif keadilan berbasis korban dalam penanganan kasus kekerasan seksual.

Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah penting melalui pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada tahun 2022. Undang-undang ini bertujuan untuk memperkuat perlindungan terhadap korban dan memberikan kejelasan hukum dalam upaya penegakan keadilan. Dalam kerangka HAM, UU ini penting karena mengakui hak korban untuk dilindungi, didampingi, dipulihkan, dan diberi akses terhadap keadilan. Namun, pelaksanaannya di lapangan masih harus terus diawasi agar tidak sekadar menjadi aturan tertulis tanpa dampak nyata. Kekerasan seksual juga berkaitan dengan hak-hak lainnya, seperti hak atas kesehatan mental, hak atas pendidikan, dan hak untuk bekerja dengan aman. Dampak jangka panjang yang dialami korban dapat memengaruhi seluruh aspek kehidupannya. Jika negara tidak memberikan pemulihan dan jaminan hak-hak tersebut, maka pelanggaran HAM akan berlangsung secara sistemik.

Lebih dari itu, kekerasan seksual kerap mencerminkan ketimpangan kekuasaan antara pelaku dan korban, sehingga bukan hanya persoalan etika, tetapi juga menyangkut keadilan sosial dan struktural. Oleh karena itu, penanganan kekerasan seksual tidak cukup hanya dengan penindakan, tetapi juga perlu disertai dengan edukasi publik, perubahan budaya patriarkis, serta pemajuan kesetaraan gender. Dengan demikian, kekerasan seksual harus dipahami sebagai bentuk pelanggaran HAM yang memerlukan respons menyeluruh dari negara dan masyarakat. Penegakan hukum yang adil, perlindungan menyeluruh bagi korban, serta perubahan sosial yang berpihak pada kemanusiaan menjadi bagian penting dalam mewujudkan penghormatan terhadap hak asasi semua orang. Dan ini contoh dari kekerasan seksual yang terjadi di jember terhadap anak dibawah umur.

Pancasila dan Pelanggaran HAM di Jember:  Kasus Pemerkosaan Remaja oleh Pamannya
Kasus pemerkosaan remaja berusia 14 tahun di Jember oleh pamannya sendiri—yang terjadi lebih dari 10 kali sejak April 2023 menjadi contoh nyata pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Kasus ini terungkap setelah ibu korban menemukan catatan harian anaknya yang mengungkapkan trauma dan rasa jijik terhadap diri sendiri. Berikut analisis hubungan kasus ini dengan prinsip Pancasila:


1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa


       Pelanggaran HAM dalam bentuk kekerasan seksual melukai martabat manusia sebagai ciptaan Tuhan. Tindakan pelaku tidak hanya merampas hak korban atas rasa aman, tetapi juga mengabaikan prinsip penghormatan terhadap kehidupan dan integritas tubuh yang dijamin oleh sila ini. Pelaku, sebagai keluarga dekat, seharusnya menjadi pelindung, bukan penindas.

2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


Kasus ini secara terang-terangan melanggar prinsip keadilan dan peradaban. Korban, yang masih di bawah umur, kehilangan haknya untuk tumbuh dalam lingkungan yang mendukung perkembangan fisik dan psikis. Ironisnya, pelaku memanfaatkan kedekatan keluarga dan kesepian korban (saat ibu bekerja) untuk melakukan kejahatan. Tindakan ini bertolak belakang dengan semangat sila kedua yang menekankan penghargaan terhadap harkat manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun