Mohon tunggu...
ALISA SENTI ASTRI UINJKT
ALISA SENTI ASTRI UINJKT Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Memaksak dan melakukan hal baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Penegakan HAM dalam Kekerasan di Rutan ataupun Lapas

15 Desember 2022   07:05 Diperbarui: 15 Desember 2022   07:05 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kekerasan dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai perihal (yang bersifat,berciri) keras, perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.

Pada Dasarnya tujuan penjara dibuat awalnya sebagai ganjaran bagi para pelaku kriminal. Seiring waktu, konsep itu coba diubah dengan memberikan perlakuan lebih manusiawi kepada para narapidana.

Tak luput dari perhatian adalah kekerasan yang di lakukan oleh oknum aparat terhadap tersangka kejahatan yang mana terkadang sampai merenggut nyawa.

Hukum Indonesia juga tegas melarang penyiksaan. Konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, menyatakan hak untukbebas dari penyiksaan adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hak untuk bebas dari penyiksaan juga tertuang dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Berbagai peraturan yang lebih khusus dan berbagai peraturan internal institusi keamanan telah melarang penyiksaan, yang misalnya mengatur larangan bagi anggota kepolisian untuk melakukan kekerasan dan penyiksaan. Komitmen Indonesia untuk melarang penyiksaan semakin kuat dengan keikutsertaan Indonesia sebagai negara pihak dalam perjanjian internasional HAM, yakni dengan meratifikasi ICCPR dan UNCAT.

Akan tetapi Penyiksaan yang di lakukan terhadap tahanan dalam penjara bukan sebuah fenomena baru di dunia, bahkan tak lepas dari Indonesia. Penyiksaan kerap dialami seorang tahanan di dalam penjara ketika menjalani proses hukum, Tak jarang penyiksaan di dalam penjara berujung dengan kematian.

 Lantas upaya apa yang bisa dilakukan?

Baru-baru ini publik dikejutkan dengan fakta yang ditemukan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Medan atas tewasnya seorang tersangka kasus pemerkosaan bernama Hendra Syahputra alias Jubal di rumah tahanan Polrestabes Medan. Dia tewas usai dianiaya oleh sesama tahanan pada November 2021. Tragisnya, sebelum tewas, Jubal sempat dipaksa melakukan tindakan yang tidak senonoh dan masuk dalam kategori kekerasan seksual.

Belakangan, kasus penganiayaan, penyiksaan, dan pemerasan itu turut menyeret seorang anggota polisi yang sedang bertugas di rumah tahanan Polrestabes Medan. Oknum polisi itu disebut-sebut menyuruh para tahanan untuk menyiksa Jubal. Kini, kasus itu masih diselidiki oleh kepolisian.

Penyiksaan terhadap tahanan yang berujung kematian itu pun mendapat sorotan dari anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti. Menurutnya, segala tindak penganiayaan maupun penyiksaan yang berujung kematian seharusnya tidak boleh terjadi. Polisi pun harus segera mengoreksi setiap petugas yang melakukan penjagaan di ruang tahanan.

Sekali lagi Ham mengingatkan agar adanya transparansi, sehingga mencegah kekerasan tersebut terjadi.

komisioner Komnas HAM Roichatul Aswidah pun mengakui bahwa ada banyak kekerasan yang terjadi di pusat pusat tahanan. dan ia mendorong agar adanya sistem pencegahan atas masalah tersebut, Termasuk kewajiban otopsi pada setiap kasus kematian yang terjadi saat seseorang berada di Rutan Tahanan.

pada dasarnya penjaga hutan sebagai pegawai pemasyarakatan yang ditugaskan dan difungsikan untuk melakukan perawatan terhadap tahanan, seperti yang tercantum dalam pasal 1 ayat 3 PP 58/1999.

(Petugas RUTAN/Cabang Rutan adalah Petugas Pemasyarakatan yang diberi tugas untuk melakukan perawatan terhadap tahanan di RUTAN/Cabang Rutan.)

maka dari itu pegawai pemasyarakatan atau penjaga hutan seharusnya melakukan tugas dan fungsinya dengan baik untuk melakukan pelayananan, pembinaan terhadap warga binaan rutan/pemasyarakatan sehingga tidak ada ketentuan hukum yang memperbolehkan oknum tersebut melakukan hal di luar dari pedoman dalam menjalankan profesinya, khususnya melakukan tindak pidana kekerasan secara fisik. Hal ini diatur secara khusus dalam Pasal 4 Permenkumham 16/2011.

Oleh karena itu seorang rakyat Indonesia yang memiliki Hak asasi manusia sebagai sebuah konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya karena ia adalah seorang manusia. Hak asasi manusia berlaku kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja, sehingga sifatnya universal. Sehingga dengan HAM setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh keadilan, perlindungan, dan perdamaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun