Mohon tunggu...
Alisa Nadeak
Alisa Nadeak Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa S1 Pendidikan Keagamaan Katolik yang sedang menapaki perjalanan akademik dan spiritual dengan semangat pelayanan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gaya Kepemimpinan Santo Martinus Dari Tours

27 Mei 2025   17:09 Diperbarui: 27 Mei 2025   17:28 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bagaimana mungkin separuh jubah mengubah jutaan jiwa? Kisah Santo Martinus dari Tours adalah jawaban dari pertanyaan itu. Ia membuktikan bahwa kepemimpinan sejati tak selalu lahir dari mimbar megah atau kekuasaan politik, tetapi dari tindakan kecil yang tulus sebuah tindakan kasih yang mampu mengguncang sejarah.

Martinus lahir pada tahun 335 di Sabaria, wilayah Pannonia kini bagian dari Hungaria dan tumbuh besar di Italia, dalam keluarga militer yang belum mengenal Kristus. Ayahnya, seorang perwira Romawi, sangat mengharapkan putranya mengikuti jejaknya. Namun Martinus kecil diam-diam tertarik pada ajaran Kristiani sejak usia 10 tahun. Pada umur 15, ia wajib masuk militer sebagai bagian dari kewajiban warga negara Romawi, dan ditugaskan sebagai kavaleri kekaisaran di Galia, tepatnya di kota Amiens.

Pada suatu musim dingin yang menggigit tahun 337, Martinus berpapasan dengan seorang pengemis telanjang yang menggigil kedinginan di gerbang kota. Tidak membawa uang sepeser pun, ia pun menghunus pedangnya dan membelah jubahnya menjadi dua. Separuh diselimutkannya kepada pengemis itu, separuh lagi ia kenakan sendiri. Ia ditertawakan karena jubahnya tampak aneh tak lengkap. Namun malam itu, ia mengalami penglihatan yang mengubah segalanya: Kristus sendiri menampakkan diri, mengenakan separuh jubah Martinus dan berkata kepada para malaikat, "Martinus, yang belum dibaptis, telah menyelimuti Aku."

Peristiwa ini menjadi titik balik kehidupannya. Ia segera dibaptis, dan dengan keberanian luar biasa, menyatakan pengunduran dirinya dari militer. Ia berkata, "Saya ini tentara Kristus, karena itu saya tidak boleh berperang." Meskipun dicerca sebagai pengecut, Martinus menjawab dengan penuh keyakinan bahwa ia bersedia berdiri di medan perang tanpa membawa senjata, membuktikan bahwa keberaniannya bukan untuk membunuh, tetapi untuk melayani. Permohonannya diterima, dan ia pun secara resmi keluar dari ketentaraan.

Setelahnya, ia menjadi murid Santo Hilarius, Uskup Poitiers, dan kemudian menjadi imam serta misionaris. Ketika tantangan datang dari ajaran sesat Arianisme, ia memilih hidup sebagai pertapa, sebelum kembali lagi ke tengah umat untuk mendirikan biara pertama di Prancis, di Ligug. Di tempat inilah, kepemimpinan pelayanannya berkembang. Ia menjadi pembimbing spiritual bagi para rahib, menanamkan nilai hidup sederhana dan pelayanan tanpa pamrih.

Pada usia 55 tahun, Martinus ditahbiskan menjadi Uskup Tours. Tapi ia bukan uskup biasa. Ia menolak istana mewah dan memilih tinggal di sebuah bilik sederhana di biara Marmoutier, di mana ia hidup bersama para imam dan biarawan. Di sinilah terlihat bentuk kepemimpinan khas Martinus kepemimpinan yang dekat dengan umat, yang melayani dalam kesederhanaan, dan yang tidak pernah mengambil jarak dari rakyatnya. Baginya, kekuasaan bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani.

Martinus berjalan kaki, naik keledai, bahkan dengan perahu, mengunjungi desa-desa terpencil. Ia mewartakan Injil, menghancurkan tempat-tempat pemujaan berhala, dan menolak keras praktik hukuman mati, termasuk kepada para penyihir dan penganut ajaran sesat. Keberaniannya menentang kekuasaan politik seperti Kaisar Maximusmenunjukkan bahwa prinsip moral lebih penting daripada popularitas atau keamanan diri.

Dalam semangat Gaudium et Spes, dokumen Konsili Vatikan II yang menegaskan bahwa manusia hanya menemukan dirinya sejati melalui pemberian diri secara tulus kepada orang lain, Martinus menjadi sosok konkret dari ajaran ini. Ia menyerahkan hidupnya bagi yang miskin, terpinggirkan, dan yang belum mengenal Kristus. Paus Fransiskus menyebut seorang gembala yang baik adalah yang "berbau domba", hidup bersama umat dan menunjukkan jalan dengan berjalan di depan mereka. Inilah gambaran nyata dari Santo Martinus. Setelah peristiwa jubah, Martinus memegang semboyan hidup: Servire Deo Regnare Est melayani Tuhan adalah memerintah. Bagi Martinus, kepemimpinan bukan tentang mendominasi, melainkan tentang berbagi. Seperti jubah yang ia belah dua, ia membagi waktu, tenaga, bahkan otoritas kepada mereka yang ia layani. Ia menolak menara gading kekuasaan dan memilih kedekatan yang nyata bersama umat.

Kepemimpinannya membuahkan transformasi yang mendalam dan berkelanjutan. Ia tidak hanya membangun gereja-gereja fisik, tetapi juga mengubah pola pikir: dari sistem hierarkis yang kaku menjadi komunitas setara; dari dominasi kuasa menjadi kerendahan hati yang menginspirasi. Martinus bahkan berhasil mengubah kuil-kuil pagan menjadi gereja, menciptakan konversi massal tanpa pertumpahan darah sebuah strategi misioner yang disebut banyak orang sebagai jenius dan damai.

Ia juga memperkenalkan sistem paroki di pedesaan, menjangkau akar rumput masyarakat Galia, menjadikan Kekristenan sebagai kekuatan yang hidup di tengah masyarakat, bukan hanya di kota-kota besar. Biara yang ia dirikan bukan hanya tempat ibadah, tetapi pusat pendidikan, pelatihan, dan inkubator kepemimpinan. Di tempat itu, lahirlah model komunitas yang visioner sebuah sistem pelayanan yang 1600 tahun lebih maju dari zamannya.

Warisan Martinus luar biasa. Dalam tiga dekade, lebih dari dua ribu paroki dibangun, empat ribu klerus dilatih, dan lebih dari seratus kuil pagan diubah menjadi gereja. Model kepemimpinan, pelayanan, dan spiritualitasnya kemudian diadopsi oleh tokoh-tokoh besar Gereja seperti Santo Benediktus dan Santo Fransiskus. Hingga hari ini, lebih dari 4000 gereja di Eropa dinamai menurut Santo Martinus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun