Mohon tunggu...
Alisa Isnaeni
Alisa Isnaeni Mohon Tunggu... mahasiswa

Universitas Siliwangi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Bongkar! Cara Indonesia Jaga Laut Natuna Dari Klaim China Yang Kontroversial

15 Mei 2025   08:37 Diperbarui: 15 Mei 2025   08:37 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Laut Natuna Utara (Dok. Kemenko Polhukam)

Laut Natuna Utara, yang terletak di bagian utara Kepulauan Natuna Indonesia, memiliki peran penting dalam geopolitik, ekonomi, dan sumber daya alam Indonesia. Klaim sepihak Cina dalam Nine Dash Line telah menimbulkan konflik dengan Indonesia dan bahkan dengan beberapa negara Asia Tenggara yang memiliki perairan yang bersinggungan dengan wilayah tersebut. Namun, batas wilayah perairan sudah ditetapkan dalam konferensi UNCLOS yang didirikan oleh PBB. Klaim sepihak Cina dianggap sebagai pelanggaran kedaulatan negara lain. Dengan sumber daya alamnya yang melimpah, perairan Natuna memiliki potensi untuk menjadi lokasi strategis. Menurut keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 47 Tahun 2016, banyak biota laut hidup di Laut Natuna, termasuk ikan pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang, udang penaeid, lobster, kepiting, rajungan, dan cumi-cumi. Tidak hanya biota laut saja tetapi menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Blok Timur Natuna memiliki volume gas di tempat (Initial Gas in Place/IGIP) sebanyak 222 triliun kaki kubik (tcf) dan cadangan sebesar 46 tcf, menurut (dpmptsp.natunakab.go.id). Hal tersebut membuat ZEE Indonesia itu diincar oleh banyak pihak tak terkecuali Cina. Laut Natuna Utara telah menjadi pusat konflik geopolitik di Asia Tenggara, terutama karena klaim sepihak Republik Rakyat Tiongkok (RRT) bahwa ada sembilan garis putus-putus (nine-dash line) yang bertabrakan langsung dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Dalam situasi seperti ini, kebijakan politik luar negeri Indonesia menghadapi ujian nyata dalam menjaga kedaulatan negara. Indonesia berusaha mempertahankan integritas teritorialnya dan menjaga stabilitas wilayah dengan menggunakan strategi diplomasi dan ketegasan militer.   

Kepentingan nasional menentukan arah kebijakan luar negeri, karena negara berperan sebagai aktor utama dalam kebijakan luar negeri.  Prinsip bebas aktif mendorong kebijakan luar negeri Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan dan hubungan yang harmonis dengan negara-negara besar. Keputusan politik luar negeri Indonesia terkait sengketa Laut Natuna Utara mencakup komitmen untuk menjaga kedaulatan melalui pengawasan dan patroli wilayah maritim serta diplomasi yang aktif di forum internasional. Indonesia, sebagai negara-bangsa yang menganut prinsip politik luar negeri bebas dan aktif, berkomitmen untuk menjaga kedaulatan Laut Natuna Utara dengan memadukan diplomasi yang proaktif dan sikap militer yang tegas.

Diplomasi Indonesia bertujuan untuk membangun dukungan internasional, sementara ketegasan militer ditunjukkan melalui patroli rutin dan langkah-langkah tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pihak asing. Dalam menanggapi sengketa ini, Indonesia tidak hanya mengedepankan pendekatan militer, tetapi juga berupaya mencari solusi melalui mekanisme internasional, sambil tetap menjaga hubungan yang baik dengan negara-negara besar, termasuk Tiongkok. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisis kebijakan politik luar negeri Indonesia dalam menangani konflik di Laut Natuna Utara.  Fokus utama akan tertuju pada peran diplomasi dan ketegasan militer, yang merupakan komponen penting dari upaya Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya. Dalam analisis ini, penulis akan membahas bagaimana kebijakan luar negeri Indonesia mencerminkan prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif. Selain itu, penulis akan membahas upaya negara ini dalam menyelesaikan sengketa maritim sambil tetap menjaga stabilitas kawasan dan menjalin hubungan internasional yang harmonis. 

DIPLOMASI 

Indonesia menggunakan diplomasi sebagai cara utama untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya saat menghadapi konflik di Laut Natuna Utara. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif, yang menekankan pentingnya menjaga netralitas sekaligus berperan aktif dalam melindungi kepentingan nasional. Hal ini dilakukan melalui upaya damai dan kerjasama internasional. Salah satu wujud nyata dari diplomasi Indonesia adalah pengiriman nota protes kepada Tiongkok yang menolak klaim sepihak yang berdasarkan pada nine dash line. Nota diplomatik ini disampaikan melalui saluran resmi ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya pada tahun 2020. Indonesia menegaskan dalam nota tersebut bahwa klaim historis Tiongkok tidak memiliki dasar hukum dan tidak diakui oleh Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS).  Langkah ini menunjukkan komitmen kuat Indonesia terhadap penegakan hukum internasional dan menolak pelanggaran kedaulatan wilayah.  

Selain itu, Indonesia aktif dalam diplomasi di forum internasional seperti ASEAN dan PBB, serta dalam hubungan bilateralnya dengan Tiongkok. Indonesia berusaha di tingkat regional untuk mendorong ASEAN untuk berbicara lebih banyak tentang konflik di Laut China Selatan. Salah satu tindakan yang diambil adalah membuat dan menerapkan Kode Perilaku (CoC), yang akan menjadi hukum mengikat bagi negara-negara yang terlibat. Diplomasi multilateral ini berfokus pada upaya pencegahan bertambahnya konflik serta penguatan kerja sama maritim di kawasan Asia Tenggara. Selain itu, Indonesia menempatkan prinsip-prinsip hukum internasional sebagai prioritas dalam setiap proses negosiasi yang dilakukan. Indonesia juga senantiasa mengedepankan prinsip-prinsip hukum internasional dalam setiap proses negosiasi. Dalam hal ini, UNCLOS 1982 menjadi pedoman utama bagi Indonesia untuk memperkuat klaim atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Laut Natuna Utara. dengan pendekatan ini  memungkinkan Indonesia untuk menunjukkan bahwa haknya atas wilayah tersebut didasarkan pada klaim hukum yang sah, bukan hanya sekedar klaim sejarah yang belum diakui oleh dunia internasional.

Indonesia juga berperan sebagai mediator dan penggagas perdamaian. Melalui berbagai forum internasional, Indonesia menekankan pentingnya menjaga stabilitas di kawasan Laut China Selatan serta mendorong penyelesaian sengketa melalui dialog, bukan tindakan militer. Peran aktif ini mencerminkan komitmen Indonesia tidak hanya dalam memperjuangkan kedaulatannya sendiri saja, tetapi juga dalam mendorong terciptanya perdamaian dan ketertiban di kawasan yang lebih luas. Oleh karena itu, diplomasi Indonesia dalam menghadapi konflik di Laut Natuna Utara tidak sekadar bersifat defensif, melainkan juga proaktif dan konstruktif, dengan tujuan untuk membangun. Indonesia berusaha menyelesaikan masalah ini secara damai tanpa mengorbankan kedaulatan nasionalnya dengan menggunakan penolakan diplomatik, penegakan hukum internasional, dan berpartisipasi dalam forum internasional. 

Ketegasan Dalam Menjaga Kedaulatan

Selain melalui jalur diplomasi, Indonesia juga menunjukkan ketegasan militer untuk menjaga kedaulatan wilayahnya, terutama di Laut Natuna Utara, yang sering menjadi titik pergesekan atau perdebatan antara Indonesia dan Tiongkok. Ketegasan ini menunjukkan bahwa negara sangat berkomitmen untuk melindungi integritas wilayah dari ancaman dari luar.  

Salah satu Tindakan utama penting yang dilakukan adalah meningkatkan patroli maritim oleh TNI Angkatan Laut (TNI AL), terutama di wilayah yang berbatasan langsung dengan klaim sepihak Tiongkok. Dengan adanya kehadiran militer yang rutin dan masif di wilayah perairan Natuna menunjukkan bahwa Indonesia tidak akan membiarkan pelanggaran terhadap ZEE-nya berlangsung tanpa tanggapan. TNI AL secara rutin melaksanakan operasi pengamanan laut dan mengawal kapal-kapal nelayan Indonesia, sehingga mereka dapat menjalankan aktivitasnya dengan rasa aman di wilayah tersebut.   

Selain melakukan patroli, pengawasan terhadap kapal-kapal asing, terutama kapal nelayan dan kapal penjaga pantai (coast guard) Tiongkok yang masuk ke dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia tanpa izin, juga dilakukan secara terus-menerus. Kapal kapal asing yang terbukti melanggar batas wilayah sering kali diusir atau ditangkap sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Langkah ini sangat penting untuk menegaskan bahwa Indonesia memiliki kendali yang sah dan aktif atas wilayah maritimnya, serta tidak akan mentolerir adanya pelanggaran terhadap kedaulatannya. Selain itu, pemerintah Indonesia menunjukkan sikap politik yang tegas dan konsisten. Hal ini tercermin dalam pernyataan Presiden Joko Widodo, Panglima TNI, dan Menteri Luar Negeri yang pada saat itu menjabat. Presiden juga telah beberapa kali mengunjungi Natuna secara langsung, termasuk mengerahkan armada militer, sebagai bukti yang kuat bahwa Natuna merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Republik Indonesia. Dalam berbagai kesempatan, presiden indonesia pada saat itu, menegaskan dengan tegas bahwa Indonesia akan tetap kokoh mempertahankan kedaulatannya dan bahwa tidak ada ruang untuk negosiasi mengenai wilayah yang diakui secara sah oleh hukum internasional. Sikap ini menjadi bagian dari strategi Indonesia dalam menyeimbangkan pendekatan diplomatik dengan penguatan sektor pertahanan.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun