Mohon tunggu...
Alip Yog Kunandar
Alip Yog Kunandar Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pemikir, Meski Banyak yang Dipikirin

Dosen Ilmu Komunikasi UIN Jogja, yang lebih senang diskusi di warung kopi. Menulis karena hobi, syukur-syukur jadi profesi buat nambah-nambah gizi. Buku: Memahami Propaganda; Metode, Praktik, dan Analisis (Kanisius, 2017) Soon: Hoax dan Dimensi-Dimensi Kebohongan dalam Komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Tiga Jurus Sakti

20 April 2021   06:37 Diperbarui: 20 April 2021   06:42 1296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Korma, Jinten, Madu (diolah dari alodokter.com dan grid.id)

Pesantren di Cisumpil yang saat ini dikelola oleh Ustad Tatang Somad semakin ramai. Kalau dulu santrinya hanya dari sekitaran situ saja, sekarang sudah mulai banyak santri yang datang dari jauh.

Banyak juga yang datang ke sana bukan untuk nyantri, tapi untuk bertemu dengan sang ustad yang mulai naik daun di seputaran Cisumpil itu. Gara-gara ada ustad terkenal yang namanya Ustad Abdul Somad disebut UAS, kebetulan yang ini namanya hampir sama, Tatang Somad, jadilah ia dipanggil UTS.

Nah, UTS ini, kabarnya, bukan hanya dikenal sebagai penceramah, tapi juga dianggap memiliki kemampuan untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Makanya, banyak yang menemuinya untuk berikhtiar mengatasi penyakitnya.

Termasuk si Kabayan yang hari itu harus mengantar Abah, mertuanya, menemui UTS. Untunglah orang yang ditujunya ada. Namanya juga ustad, apalagi sedang bulan Ramadan, ia sedang tadarus saat Kabayan dan Abah datang.

Assalamualaikum, Abah…” UTS tersenyum sambil menyambut dan menyalami Abah dan Kabayan. “tumben-tumbenan ada menak (bangsawan) mampir ke tempat saya. Duh, sayangnya lagi shaum, nggak bisa menjamu….”

Abah mesem, “Ah, jangan begitu Ustad. Biasa saja. Sudah lama tidak silaturahim, dan kebetulan saya ada keperluan…” jawabnya.


“Ada keperluan apa Bah? Kayaknya penting banget…” tanya UTS.

“Begini Ustad, sejak puasa hari pertama, badan saya ini sudah berat banget diajak ibadah. Ya batuk lah, ya bersin-bersin lah, dan terutama lemes, ini di pundak dan leher saya kayak ada orang yang menduduki, berat banget….” jawab Abah. “Takutnya, ada gangguan dari yang enggak-enggak. Apalagi sebelum puasa saya kan ziarah ke makam orangtua saya, terus balik lupa motong dahan pohon kamboja di pojokan makam itu.”

UTS tersenyum, “Ah, nggak lah Bah. Paling Abah cuma kecapekan…”

“Penyakit tua ya, Ustad…” Kabayan nimbrung.

Abah melirik sambil melotot, UTS tersenyum. “Ya usia memang ada pengaruhnya, tapi namanya diajak gerak ya badan memang harus dirawat. Motor saja selain dikasih bensin kan harus dikasih oli. Semakin bagus bensin dan olinya, semakin bagus dan awet kan, meski akhirnya tetap akan rusak dimakan usia. Apalagi kalau makin sering dipakai!”

“Ini asma saya juga sering kambuh sekarang, Ustad, makin berat kayaknya…” Abah menambahkan.

“Gampang itu mah Bah, alhamdulillah di sini ada penangkalnya…” kata UTS sambil beranjak ke meja dan mengambil sesuatu di lacinya, lalu menaruh saset kecil itu di meja tamu.

Abah dan Kabayan mengamatinya. “Apa ini, Ustad?” tanya Abah

“Itu namanya KOJIMA. Madu dengan 3 kebaikan yaitu korma, jinten (habbatussauda), dan madu,” jawab UTS. “Abah dan Kang Kabayan kan tahu khasiat korma, madu, dan jinten? Korma nggak usah dijelaskan lagi manfaatnya, madu juga. Nah ditambah lagi dengan jinten atau habbatussauda, itu kan kata Nabi, obat dari segala macam penyakit, kecuali kematian. Bayangkan saja kalau ketiganya digabungkan…”

Abah dan Kabayan saling melirik. “Maap, Ustad sedang beriklan? Bukannya iklan itu banyak bohongnya, dan berbohong itu dosa?”

UTS tertawa, “Ya memang iklannya berbohong. Kulit keriput, dioles, dua detik langsung kinclong. Sembelit, diobatin, dua detik langsung sehat. Perut gendut, minum pil, dua detik langsung rata. Kan bohong, aslinya kan gak bisa secepat itu,” jawabnya.  “Tapi apa produknya bohong? Ya belum tentu, harus dicoba dulu. Kalau tidak manjur berarti kan tidak cocok, bukan bohong. Yang bohong itu kalau misalnya air biasa dijual sebagai air zam-zam, nah itu bohong!”

“Terus ini obat untuk penyakit Abah?” tanya Kabayan.

UTS menggeleng, “Bukan obat, itu minuman yang memadukan tiga bahan tadi. Gunanya untuk meningkatkan daya tahan tubuh, sumber nutrisi, antioksidan, dan lain sebagainya. Intinya, kalau badan kita kuat, penyakit kan akan menjauh. Apalagi kalau konsumsinya rajin. Kan begitu. Kojima ini lebih praktis lagi, daripada beli korma sendiri, madu sendiri, jinten hitam sendiri, kan lebih parktis kalau sudah ada semuanya. Rasanya juga jadi lebih enak, manis, asam, dan segar. Bulan puasa, tambah mantep lagi, minum di saat sahur dan buka puasa!”

“Jadi berapa ini harus saya beli, Ustad?” tanya Abah.

“Saya nggak jualan Bah. Tapi kalau Abah perlu, di koperasi pesantren itu ada dijual. Nanti Abah ke sana aja, beli di sana. Ada yang sasetan, ada juga yang botolan. Kalau yang ini persediaan saya…” jawab UTS.

“Jadi saya sekarang gimana, Ustad? Saya kan tadi, punya keluhan…” kata Abah lagi.

“Bah, kalau Abah mengeluh sakit, pergi saja ke dokter yang lebih berhak menanganinya. Kalau badan Abah pegal, pergi ke tukang pijat. Kalau datang ke sini, saya hanya bisa melayani bagian saya, yaitu soal agama, kan begitu, segala sesuatu itu ada tempatnya, masing-masing pekerjaan ada ahlinya, jangan dicampur-campur,” kata UTS.

“Terus katanya orang yang sakit banyak yang ke sini, terus sembuh?” Kabayan menyela.

“Sama saja, saya cuma ngasih saran minum Kojima. Kalau kemudian menjadi sehat, ya Alhamdulillah,” jawab UTS lagi. “Yang datang kan sama seperti Abah ini, mengeluh ini itu, badan nggak enak dan sebagainya. Memangnya ada yang perlu operasi dibawa ke sini? Kan enggak….”

“Iya yah, ini kan pesantren, bukan rumah sakit!” kata Kabayan.

“Nah itu…” sambung UTS. “Saya hanya menyarankan. Setelah itu, silakan dicoba. Ingat tiga ramuannya, korma, jinten, madu, digabung dengan tiga hal lainnya, usaha, doa, dan serahkan pada yang Maha Kuasa!

“Ya sudah atuh Ustad, saya pamit dulu. Maaf sudah mengganggu waktunya…” kata Abah.

“Nggak apa-apa Bah, saya senang sudah dikunjungi Abah. Saya sendiri sebagai yang lebih muda malah belum pernah silaturahim ke rumah Abah. Soal Kojima tadi silakan ke koperasi pesantren saja, jangan yang itu…” kata UTS sambil menunjuk Kojima yang dimasukkan ke dalam saku kemeja Abah.

Abah tersipu malu, “Maaf, replek….” Ia menaruh saset Kojima itu ke meja, lalu pamitan.

Di luar, Abah melirik si Kabayan. “Sana beli Kojima di koperasi, beli yang botol paling gede!”

“Duitnya, Bah?” tanya Kabayan.

Abah mendelik, “Jangan sampai saya menyesal tidak menikahkan si Iteung dengan Ustad Tatang Somad dulu ya!”

Kabayan segera kabur. Tak ada duit tak apa, masih bawa KTP. Yang penting selamat dulu!

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun