"Ya kalo Karajenan cuma satu, harusnya kan nggak susah. Lurus aja terus, pertigaan pertama belok kiri kan sudah jelas, arah ke rumah!" jawab Sarip.
"Udah lah sini hapenya, penasaran aku!" kata Gunadi.
Sarip menyerahkan hapenya. Gunadi segera membuka aplikasi peta digital itu. Alangkah kagetnya ketika ia melihat aplikasi yang masih terbuka itu dan menunjukkan jalur yang berkelok-kelok. Aplikasi itu masih aktif, menunjuk ke alamat bangunan di Karajenan.
"Ini belum dimatikan dari tadi?" tanya Gunadi.
"Ya sudah lah, waktu nyampe, kamu ngasih kode masuk ke parkiran juga sudah dimatikan!" kata Sarip.
"Tapi ini masih aktif!" kata Gunadi.
Sarip melirik dan hendak mengambil hape dari tangan Gunadi, tapi tiba-tiba truk yang dikendarainya menghantam sesuatu yang sangat keras. Mesin dan lampu mobil mendadak mati. Sarip berusaha menghidupkannya lagi.
Saat mesin kembali menyala, begitupun dengan lampu depan. Alangkah kagetnya mereka, karena tak ada jalanan aspal mulus seperti tadi. Jangankan hotmix, jalan batu pun bukan. Itu jalan tanah. "Kok jadi ke sini kita?" tanya Sarip bingung.
Gunadi segera meraih senter dan membuka pintu lalu melompat turun. Tapi tubuhnya langsung terguling, karena nyaris tak ada pinggiran rata di pinggir truk. Tubuhnya nyungsep ke parit tanpa air yang hanya basah karena hujan. Di sekeliling mereka gelap gulita.
Sarip menyusul turun, dan ia menemukan bemper truknya menghantam gundukan tanah. Tak ada jalanan di situ. Ia buru-buru mendekati Gunadi. "Di mana kita Gun?" tanyanya.
Gunadi menggeleng. Mereka mengelilingi truk, menyenter ke sana-sini, dan mereka tak menemukan jalanan aspal. Jalur yang dilalui truk mereka juga sangat sempit, mustahil bisa nyaman sampai ke situ.