"Tuh kan, sudah kuduga..." Anak itu tergelak, "Tak lama lagi dia akan keluar, terus menuju pabrik pengolahan ikan itu. Tunggu saja!" lanjutnya.
"Dia akan lewat sini?" tanya Soso.
"Ya iyalah. Lihat saja nanti, dia pasti menyapaku..." katanya.
Gawat bathin Soso, ia harus pergi dari situ sebelum bertemu dengan Natasha, kalau apa yang dikatakan anak itu benar. Tapi terlambat, seorang perempuan tampak keluar dari rumah itu dengan mengenakan mantel bulu yang indah. Dari warna rambut dan bentuk tubuhnya, tak salah lagi, itu Natasha.
"Tuh dia..." kata si Mahmoud.
"Kalau dia bertanya soal aku, bilang saja aku pamanmu, orang Turk, jadi tak bisa ngomong Georgia ya!" kata Soso, yang sudah tak mungkin lagi untuk kabur.
"Aku nggak mau bohong, dosa..." katanya.
Soso merogoh kantong baju dalamnya, dan menemukan keping uang satu denga. "Kamu nggak bohong, aku yang bohong. Kalau nanti Tuhanmu tanya, bilang aku yang menyuruhnya..." katanya sambil melemparkan uang itu, yang langsung ditangkap si Mahmoud dengan gembira.
Sosok Natasha makin jelas. Soso segera menarik tutup kepalanya lebih dalam. Untung saja tadi ia dipinjami topi itu, kalau tidak ia harus mencari cara lain untuk bersembunyi.
"Selamat pagi Nyonya..." si Mahmoud menyapa Natasha yang sudah dekat. Soso sendiri menundukkan kepalanya lebih dalam tanpa bergerak dari bawah pohon itu.
"Selamat pagi Mahmoud. Kamu sama siapa itu?" terdengar suara perempuan. Tak salah lagi. Itu benar-benar Natasha, meski Soso tak melihat wajahnya secara langsung.