Mohon tunggu...
Alinda NovianaR
Alinda NovianaR Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Efektivitas Kondisi Sosiologi Masyarakat Indonesia terhadap Pengoptimalan Norma Hukum

13 Desember 2022   21:38 Diperbarui: 13 Desember 2022   22:23 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gagasan progressive law muncul  karena keadaan hukum Indonesia pasca reformasi yang tidak kunjung mendekati tujuan ideal yaitu hukum yang mensejahterakan masyarakat. Hukum dalam praktiknya cenderung terbelenggu dalam pemikiran positivisme hukum semata sehingga tidak bebas dalam menemukan makna dan tujuan hukum yang haqiqi. Hukum progresif dapat dikonstruksikan sebagai hukum yang selalu berkembang dan merupakan gerakan pembebasan karena bersifat cair serta melakukan pencarian dari satu kebenaran ke kebenaran selanjutnya. Hal yang timbul dari gagasan hukum progresif yaitu hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Dari  pendapat  Hikmahanto,  dapat  diketahui  bahwa  masalah  hukum  di  Indonesia  adalah  lebih mementingkan kemenangan bukan keadilan, dan uang lebih diutamakan. Sehingga, membuat hal yang benar menjadi salah dan hal yang salah menjadi benar. Keadilan di negeri ini lebih tajam menghukum masyarakat kelas bawah daripada kelas atas atau kelas pejabat.  Praktik-praktik penegakkan hukum yang berlangsung, meskipun secara formal telah mendapat legitimasi hukum (yuridis-formalistik), namun legitimasi moral dan sosial sangat lemah. 

Ada diskriminasi perlakuan hukum antara mereka yang memiliki uang dan kekuasaan dengan yang tidak memilikinya. Pihak  yang  berkuasa  menunjukkan  bahwa  dia  lebih berkuasa daripada yang lain, sehingga kesetaraan tidak berlaku Inilah salah satu penyebab hukum di Indonesia tumpul ke atas dan tajam ke bawah.  Keadilan bagi semua hanyalah sebuah kebohongan belaka. Namun, realita hukum terasa justru dibuat untuk menghancurkan masyarakat miskin dan menyanjung kaum elit.

Penegak hukum lebih banyak mengabaikan realitas yang terjadi di masyarakat ketika menegakkan Undang-Undang atau peraturan. Hal ini tidak lain adalah dampak dari sistem pendidikan hukum yang lebih mengedepankan positifisme. Penegak hukum yang mengesampingkan fakta sosial, cara berhukum para penegak hukum seperti tanpa nurani dan akal sehat. Efektifitas penegakan hukum hanya berlaku bagi masyarakat kecil yang melakukan kejahatan kecil. Sedangkan  pelaku-pelaku  kejahatan  besar  seperti  korupsi,  kolusi,  dan  nepotisme  sangat sulit untuk disentuh. 

Adanya hukum seharusnya menciptakan kepercayaan dan kedamaian bagi rakyatnya. Situasi  seperti ini memprihatinkan,  penyebabnya  dapat  dikatakan  karena  penegak  hukum  mementingkan kepentingan pribadi, sehingga keadilan tidak dapat ditemukan.  Masih  banyak  orang  yang  lebih  mementingkan  kepentingan  pribadi  dibandingkan  kepentingan bersama,  salah  satunya  pihak  yang  kuat  karena  mereka  lebih  mudah  dalam  mendapatkan keinginannya. Rakyat lemah yang tidak memiliki koneksi dan relasi tidak mendapat keadilan demi memuaskan  keinginan  pihak  yang  kuat.

Law and Social Control, Socio-Legal, Legal Pluralism

Law and social control -- Hukum sebagai alat kontrol sosial merupakan sesuatu yang dapat menetapkan tingkah laku manusia. Tingkah laku ini dapat didefenisikan sebagai sesuatu yang menyimpang terhadap aturan hukum. Sebagai akibatnya, hukum dapat memberikan sanksi atau tindakan terhadap si pelanggar. Karena itu, hukum pun menetapkan sanksi yang harus diterima oleh pelakunya. Hal ini berarti bahwa hukum mengarahkan agar masyarakat berbuat secara benar menurut aturan sehingga ketentraman terwujud.

Socio-legal -- Upaya mengkaji persoalan dengan mengkaji konteks norma secara utuh dan penerapannya, bukan mempelajari norma dan doktrin hukum yang relevan. Perpaduan pendekatan tersebut diharapkan dapat memperkuat upaya pencarian kebenaran, menggali permasalahan yang muncul, serta menemukan sesuatu yang lebih kreatif dan liberatif. dan penerapannya.

Legal pluralism -- Pluralisme hukum biasanya diartikan sebagai suatu keadaan dimana dua atau lebih sistem hukum ada dalam kehidupan bermasyarakat. Pluralisme hukum harus diakui sebagai realitas sosial. Berlakunya banyak sistem hukum bagi semua golongan dalam satu wilayah, khususnya di Indonesia yaitu secara bersamaan berlaku beberapa sistem hukum, yaitu hukum adat, hukum Islam dan hukum Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun