Oleh: Ali Mutaufiq
"Be soft. Be kind. Be beautiful, but don't let the world harden you."
Kalimat seperti ini sering berseliweran di media sosial TikTok atau Instagram, terutama di kalangan anak muda perempuan Gen Z yang sedang gandrung dengan gaya hidup "Soft Girl."
Apa sebenarnya "Soft Girl Era" itu? Mengapa begitu banyak perempuan muda urban tampil dengan gaya pastel, riasan lembut, dan kepribadian manis di tengah dunia yang keras dan kompetitif? Dan lebih dalam lagi: apakah tren ini merupakan langkah mundur dari semangat feminisme, atau justru bentuk baru dari kekuatan emosional perempuan di era digital?
Mengenal "Soft Girl Era"
Secara sederhana, "Soft Girl Era" adalah gaya hidup dan tampilan visual yang menonjolkan sisi lembut, manis, dan feminin. Warna pastel, make-up natural, pakaian longgar tapi tetap stylish, serta kepribadian yang kalem menjadi ciri khas tren ini.
Fenomena ini ramai di media sosial sejak 2021 dan semakin populer pasca-pandemi, saat banyak anak muda mencari kenyamanan emosional dan ruang ekspresi yang aman.
Kontras dengan Feminisme?
Tren ini kemudian memantik perdebatan. Di satu sisi, banyak yang menganggap "Soft Girl" adalah bentuk kemunduran dari perjuangan feminisme yang selama ini mendorong perempuan untuk kuat, tegas, dan independen.
Namun di sisi lain, sebagian besar Gen Z yang memeluk gaya ini justru merasa sebaliknya.